Perlukah Pelaksanaan MTQ Nasional Undang Pawang Hujan?

by baritopost
0 comment 8 minutes read

oleh : Amal Fathullah *) 

 

Pendahuluan

Sebentar lagi kita akan menjadi tuan rumah MTQ Nasional ke 29 tahun 2022 di Bumi Tanah Banjar, di dua kota Banjarmasin dan kota Banjarbaru, dan kabupaten Banjar. Presiden Joko Widodo dijadwalkan membuka secara resmi Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) Nasional ke-29 di Kalimantan Selatan pada 12 Oktober 2022. Seremoni pembukaan MTQ nasional akan diselenggarakan di Astaka Utama Kiram Park Kabupaten Banjar.

Gubernur Kalsel Sahbirin Noor dengan Kepala Kanwil Kemenag Kalsel, Sekdaprov Kalsel Roy Rizali Anwar, dan Kepala Biro Kesra Kalsel Ahmad Solhan pada 23 September lalu sudah menghadap Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, ujar Kepala Kanwil Kemenag Kalsel DR HM Tambrin, kepada berbagai media.

Sesuai jadual panitia, kegiatan MTQ mulai dilaksanakan mulai tanggal 12 sampai 18 Oktober 2022, pada 10 titik lokasi kegiatan, baik di Banjarmasin, Banjarbaru maupun Kabupaten Banjar, Martapura. Gelar MTQ Nasional ke-29 di Kalimantan Selatan telah diluncurkan Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’adi pada 25 Agustus 2022. Lokasi MTQ Nasional ke-29 berada di tiga daerah, yakni Kabupaten Banjar, Kota Banjarbaru, dan Kota Banjarmasin.

Lokasi utama di Kiram Park, Masjid Agung Al-Karomah Martapura Kabupaten Banjar, Masjid Bambu KH Abdul Qadir Hasan Kabupaten Banjar, Masjid  Nurul Iman Kota Banjarbaru, aula serba guna Mesjid Raya Sabilal Muhtadin Banjarmasin.

Selanjutnya, di Masjid Jami Banjarmasin, perkantoran Pemprov Kalsel di Kota Banjarbaru, Asrama Haji Embarkasi Banjarmasin di Kota Banjarbaru, auditorium Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin di Kota Banjarbaru, Institut Agama Islam Martapura Kabupaten Banjar, dan Madrasah Tahfiz Darussalam Martapura Kabupaten Banjar.

 

Fenomina Alam

Melihat fenomena alam saat ini, musim hujan terus berlangsung setiap sore bahkan malam hari. Sebab menurut mitos nenek moyang kita dulu, bulan yang ada memuat huruf (R) adalah musim turunnya hujan, Menjawab fenomena ini, perlukah  panitia mengundang pawang hujan, ?  dalam pengertian bukan menghentikan hujan turun, tapi mengalihkan hujan dari lokasi strategis tempat pangung atau arena dilaksanakannya MTQ nasional tersebut ke lokasi lainnya di sekitarnya.

Beberapa permasalahan yang perlu diantisipasi panitia, selain musim hujan yang hampir tiap hari mengguyur tanah banjar, dalam sejarah perpawangan. Pawang hujan menjadi salah satu topik dan ramai dibicarakan warganet. Aksinya di perhelatan balapan internasional mendapat reaksi dari netizen seluruh dunia. Dikutip dari tulisan berjudul Tradisi Nyarang Hujan Masyarakat Muslim Banten (Studi di Kecamatan Cimanuk Kabupaten Pandeglang), ritual terkait hujan ini sudah berlaku turun temurun. Saking lamanya, tidak diketahui sejarah awal tradisi yang terus berakar  Hingga sekarang.  “Masyarakat tidak mudah meninggalkan kebiasaan nenek moyang mereka. Tingkah laku atau tradisi seperti itu terjadi dari generasi dahulu ke generasi berikutnya,” tulis Eneng Purwanti dosen di Fakultas Ushuluddin, Dakwah, dan Adab UIN Sultan Maulana Hasnuddin, Banten.

Dalam tulisan yang terbit di jurnal Al QALAM Edisi 30 nomor 3 tersebut, dijelaskan, masyarakat sebetulnya percaya pada kuasa Tuhan Yang Maha Esa. Namun, ikhtiar atau usaha tetap diperlukan untuk mewujudkan keinginan. Usaha diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan nyare’at dan doa yang dipanjatkan pawang.

Tradisi Nyarang Hujan dilaksanakan saat masyarakat memiliki hajatan atau agenda lain yang mengundang banyak orang. Agenda tersebut diharapkan bisa berlangsung dengan baik dan lancar, tanpa ada gangguan termasuk turunnya hujan. Dalam tradisi ini, peran pawang hujan bukanlah menolak hujan. “Pawang hanya memindahkan hujan dari satu tempat ke tempat lain. Terkait keberhasilannya, rata-rata responden menyatakan ini adalah bagian dari usaha manusia. Berhasil atau tidak dikembalikan lagi pada yang memiliki kuasa,” tulis jurnal tersebut.

Pawang hujan sendiri memang termasuk profesi unik yang sudah ada sejak lama dan sudah menjadi kearifan lokal masyarakat Indonesia. Namun, biasanya pawang hujan lebih sering digunakan untuk acara-acara tradisional. Namun saja belakangan dilaksanakan pada acara besar, gelaran internasional seperti MotoGP  di Sirkuit Mandalika 2022 beberapa waktu lalu.

Selain itu juga, Tradisi pawang hujan juga ditemukan di Percut Sei Tuan, Deli Serdang, Sumatera Utara. Berdasarkan hasil riset yang diterbitkan UIN Sumatera Utara, jasa pawang hujan digunakan demi kelancaran sebuah acara.  Kehadiran pawang hujan dianggap dapat membawa kesuksesan sebuah acara dan mampu mengendalikan cuaca. Selain itu, mereka juga beranggapan bahwa pawang hujan dapat menjadi jalan pereda kecemasan orang yang mempunyai hajat. (detikedu). Namun ternyata, ada beberapa  negara yang menggunakan jasa pawang, hujan seperti AS, Jepang, Afrika Selatan, India, Prancis, Thailand, Inggris,  juga negera lainnya, Namun saja sebagian di negara yang sudah maju ini, menggunakan teknologi terbaru. Diantaranya di negara Inggris, Jasa Oliver’s Travel. Pada ritualnya, perusahaan tersebut menggunakan pesawat terbang dan alat canggih lainnya yang nantinya akan diterbangkan seminggu sebelum acara ke lokasi lalu menyebarkan partikel lodida yang bertujuan untuk menurunkan hujan lebih cepat sebelum acara, sehingga pada hari H acara cuacanya akan menjadi cerah, seperti yang ditulis, oleh Ayalma Syabaniah dalam hipwee.

Bagaimana hasil kerja pawang hujan tersebut, dilakukan oleh Rara Istiani Wulandari tersebut, yang mengaku “Aku sebagai tim doa pawang hujan yang direkomendasikan oleh Bapak Erick Thohir, aku sering mengawal event kenegaraan,  bekerja sama dengan tim ITDC dan Pak Hadi Tjahjanto sebagai korlap,” ujar Rara, seperti dikutif melalui Kompas.com dengan judul “Profil Rara Istiani Wulandari, Sang Pawang Hujan MotoGP Mandalika”. dengan Penulis : Nur Fitriatus Shalihah Editor Inten Esti Pratiwi.  Rara, ternyata dipuji media asing dan akun MotoGP atas aksinya melakukan ritual menangkal hujan.

Rara lahir di Jayapura 22 Oktober 1983. Ia menganut agama Islam. Menurutnya, dia mendapatkan bakat menjadi seorang pawang hujan dari keluarga sang ayah, seperti dikutif, https://tirto.id/gp6d.
Sebagai pawang hujan Mandalika turut menjadi sorotan utama di Pertamina Grand Prix of Indonesia, nama resmi MotoGP Mandalika, selain para pebalap yang bertanding. Oleh media asing, pawang hujan MotoGP Mandalika tersebut dinilai berhasil dalam membantu meredakan hujan di Pertamina Mandalika International Street Circuit. (kompas.com)
Boleh percaya atau tidak, namun apa yang terjadi  di Sirkuit Mandalika 2022 beberapa waktu lalu. Setelah pawang melakukan aksinya ke lapangan, akhirnya secara bertahap hujan mulai reda, mungkin karena ditiup angin untuk pindah ke lokasi lain, atau mungkin karena kebetulan dan keberuntungan.

Koordinator Laboratorium Pengelolaan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Budi Harsoyo tergelitik atas viralnya aksi pawang hujan itu. Budi memberi penjelasan secara ilmiah serta andil TMC di Mandalika, pihaknya sudah berusaha maksimal mengendalikan serta merekayasa turun hujan di lokasi tersebut. Namun diluar kemampuannya, selainnya itu  karena durasi dan embusan angin curah hujan berputar arah, akhirnya hujan pun turun.

Meski demikian, apakah ini mitos, legenda, atau tahayul, dan sejenisnya, mengunakan jasa pawang hujan dan keberhasilan, mengalihkan dan  menghentikan hujan, mendapat pro dan kontra, terutama kalangan para praktisi, bahkan para ulama, karena dilakukan oleh pranormal.

Bagaimana Pawang Hujan Kalsel. Istilah pawang hujan, meski tidak sempat populer, namun prakteknya sudah familiar, karena mungkin sudah tradisi dilaksanakan, seperti pada acara perkawinan, hajatan besar, seperti meletakan lampu tembuk di bawah kolong rumah dan sejenisnya, namun tradisi ini berhasil atau tidak belum ada yang melakukan penelitian secara ilmiah di wilayah tanah Banjar. Namun dalam prakteknya ada yang berhasil ada yang gagal.

Namun ada sebuah penelitian program S1  pada Fakultas Dakwah Dan Ilmu Komunikasi UIN Raden Intan Lampung 1441 H / 2020 dengan judul,  Tradisi Ritual Memindahkan Hujan Dalam Perspektif Islam (Studi Kasus Desa Purwodadi Simpang Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan) Oleh Rita Retno Anggraini,

Peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pengumpulan data dengan cara interview dan metode lainnya sebagai penunjang untuk melengkapi yaitu metode observasi dan dokumentasi. Sampel yang digunakan adalah purposive sampling, informan yang terlibat langsung dengan pelaksanaan ritual tersebut.

Dalam penelitain, Tradisi Ritual Memindahkan Hujan merupakan suatu bentuk upacara tradisional yang dilakukan oleh masyarakat, mempunyai makna yaitu sebagai kesanggupan untuk kewajiban berbakti kepada leluhur serta melestarikan warisan nenek moyang secara kolektif dalam bentuk upacara memindahkan hujan. Yaitu kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat pendukungnya dengan sebuah harapan agar kehidupan tetap aman dan dijauhkan dari segala macam persoalan yang dapat merugikan masyarakat. Dengan memberikan penghormatan berupa sesaji dan tindakan tertentu yang ditunjukan kepada roh-roh para leluhur yang dianggap dapat membantu dalam proses memindahkan hujan dari satu tempat ke tempat lain dalam sebuah acara yang dilaksanakan.

Simpulan dari pelaksanaan tradisi ritual memindahkan hujan, bahwa mereka masih menjalankan warisan dari budaya keagamaan nenek moyang sebelum penyebaran agama Islam. Sehingga menyimpang dari ajaran Islam. Dalam hal ini perlu ada proses islamisasi pemurnian aqidah serta arahan pelestarian tradisi yang tidak menyimpang dengan ajaran Islam.
Penyelesaian Doa Rasulullah SAW

Dari beberapa referensi, ada doa Rasulullah memindahkan Hujan, Bukan Minta ke Dukun
seperti artikel diterbitkan di halaman SINDO news.com Senin, 21 Maret 2022 – 17:11 WIB ditulis oleh Rusman H Siregar dengan judul “Ini Doa Rasulullah Memindahkan Hujan, Bukan Minta ke Dukun”. (https://kalam.sindonews.com) Dikisahkan, saat terjadi kemarau panjang di kota Madinah, para sahabat mendatangi Nabi Muhammad agar beliau berdoa kepada Allah untuk menurunkan hujan. Nabi pun berdoa dan hujan pun turun. Namun, hujan yang turun ternyata sangat deras. Hujan mengguyur Kota Madinah hingga tujuh hari berturut dan menyebabkan Madinah kala itu banjir. Para sahabat kembali mendatangi Nabi meminta beliau berdoa agar Allah berkenan mengatasi banjir tersebut. Seperti dikutif dari hadis yang diriwayatkan oleh ” (HR Al-Bukhari dan Muslim) yang artinya, Artinya: “Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, bukan untuk merusak kami. Ya Allah, turukanlah hujan ke dataran tinggi, gunung-gunung, bukit-bukit, perut lembah dan tempat tumbuhnya pepohonan.”.

 

Simpulan

Pelaksaaan MTQ Nasional di Kalimantan Selatan, sebagai ajang untuk berlomba dalam rangka kesemarakan Syiar Islam melalui Al Quran di Tanah Banjar, setelah seperempat abadyaitu tahun 1970 baru bisa dilaksanakan kembali tahun 2022, bertepatan dengan bulan Rabiul Awal 1444 H.

Sedangkan pengunaan jasa pawang hujan, mendapat pro dan kontra, namun semua ini tergantung dari kesiapasan dan antisipasi panitia pelaksana. Tapi yang menarik ada doa Rasulullah SAW dalam persoalan pemindahan hujan ini. Selamat berlomba, semoga sukses.

*) Mahasiswa S3  Pascasarjana UIN Antasari Banjarmasin

Baca Artikel Lainnya

Leave a Comment