Klenteng Soetji Nurani, Ikon Pacinan di Era Kolonial Belanda

by baritopost.co.id
0 comment 2 minutes read

Banjarmasin, BARITO – Banjarmasin memiliki klenteng yang berusia lebih dari 1 abad bernama Kelenteng Soetji Nurani. Kelenteng itu berada di seberang area Patung Bakantan atau di perempatan Jembatan Merdeka.

Meskipun usianya sudah tua, namun hingga saat ini masih berdiri megah, indah serta terjaga keotentikannya sebagai tempat ibadah masyarakat tionghoa yang terletak di tepi sungai martapura.

Menurut salah satu Sejarawan dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Mansyur S.Pd M.Hum, menyebut asal usul terbangunnya klenteng di Banjarmasin. Pada saat itu, elemen utama dari sebuah permukiman cina (Pacinan) adalah klenteng.

“Klenteng menurut Dana Listiana, merupakan pusat kehidupan masyarakat Cina. Wajar, jika keberadaannya menjadi inti dalam sebuah permukiman Cina. Klenteng bukan sekadar penghias kampung. Klenteng adalah wujud kosmologi Tiongkok,” jelas Mansur.

Dituturkannya, bahwa tujuan pendirian klenteng adalah usaha menjaga keseimbangan kosmos, antara manusia dan alam. Tentunya, pembangunan klenteng ini bermaksud khusus. Ditujukan untuk kepentingan atau kalangan tertentu.

Dari data riset yang dilakukan oleh Dana Listiana tentang Kampung Cina di Banjarmasin, ia menuliskan data paling awal yang menyebut permukiman Cina secara tekstual adalah Laporan Umum tahun 1850. “Dalam laporan bertitel Algemeen Verslag itu dipaparkan bahwa kampung dan pemukiman Cina di Banjarmasin terdiri atas Kampung Ulu dan Kampung Ilir,” ucapnya.

Ia menjelaskan pada Tahun 1898 saat diangkatnya Kapten Cina, sebagai pemimpin orang Cina di Banjarmasin yakni Luitenans der Chinezen (letnan-letnan China), yaitu The Sin Yoe dan Ang Lim Thay. Listiana juga berpendapat, Klenteng di Kota Banjarmasin dibangun sebagai klenteng komunitas (community temple) yang terletak di pinggir Sungai Martapura.

“Klenteng di Kampung Pacinan ini bernama Sen Sen Kung atau Klenteng Sutji Nurani. Beberapa literatur menuliskan klenteng ini didirikan pada tahun 1898. Dua tokoh yang berperan dalam pendirian klenteng adalah Kapiten Cina, yakni The Sinyoe dan Anglim Thay,”

Ia menambahkan, Dengan lobi yang dilakukan kepada pemerintah Hindia Belanda, kedua kapiten itu mendapat persetujuan mendirikan tempat ibadah bagi orang-orang Cina di Pacinan.

Mansyur menjelaskan Klenteng Soetji Noerani menjadi ikon wilayah Pacinan pada era pemerintahan Hindia Belanda di Kota (Geemente) Banjarmasin. Yang terletak di persimpangan antara Jalan. Pierre Tendean dan Jalan Veteran (Pecinan laut), Kelurahan Kampung Gadang, saat ini.

Klenteng bernama lain Kiong (Istana) Tong/Ting (bangunan suci berbentuk kecil), Bio/Miao/ (dalam bahasa hokkian, bangunan kebaktian bagi Khong Cu atau Khong Cu Bio). Klenteng Sen Sen Kung (Soetji Nurani) juga dapat dikategorikan klenteng jalan masuk (locality access temple) sekaligus klenteng lingkungan (neighbourhood temple). “Alasannya, karena berada di ujung jalan masuk sehingga dapat dilihat siapa saja. Sangat jelas terlihat dari letaknya di persimpangan antara Jalan Pierre Tendean dan Jalan Veteran,” sambungnya.

Ia menambahkan, bahwa Kurnia Widiastuti dan Anna Oktaviana (2012) pernah menuliskan, awal berdiri klenteng ini didominasi material kayu. Pasalnya, pada masa itu, kayu adalah merupakan material utama bangunan, khususnya di Banjarmasin. Lalu pada tahun 1925 kelenteng itu mengalami renovasi dengan mengganti material kayu ke material beton.

Penulis: Hamdani

Baca Artikel Lainnya

Leave a Comment