Terisak, Abdul Wahid Minta Keringan Hukuman

by baritopost.co.id
0 comment 3 minutes read

Banjarmasin, BARITO – Sambil menahan isak tangis, Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) non aktif Drs H Abdul Wahid meminta agar majelis hakim yang menyidangkan perkaranya agar memberikan keringanan hukuman.

Permintaan itu disampaikan Abdul Wahid pada sidang dengan agenda pembelaan yang digelar Senin sore (8/7).

Disamping minta keringanan hukuman, mantan orang nomor satu di kabupaten berjuluk Kota Itik itu juga
menyampaikan maaf kepada masyarakat terutama masyarakat di Hulu Sungai Utara.
“Atas nama pribadi maupun keluarga saya meminta maaf kepada masyarakat khusus di Hulu Sungai Utara atas tindakan saya,” kata Abdul Wahid dengan mata berkaca-kaca penuh haru.

Kepada majelis hakim yang diketuai Yusriansyah SH, Abdul Wahid mengharapkan untuk memberikan putusan yang seringan ringannya kalau memang dirinya bersalah.
“Kalau saya salah, maka mohon diberikan hukuman yang seringan-ringannya,” ucapnya yang mengikuti persidangan secara virtual dari Lapas Kelas 2 Teluk Dalam Banjarmasin.

Sementara tim penasehat hukum terdakwa diwakili Fadli Nasution SH dan rekan, pada nota pembelaannya setebal 1011 halaman menyatakan kliennya berhak untuk dibebaskan dari jeratan pasal 12a undang-undang korupsi.

Pasalnya, Fadli menilai bahwa Abdul Wahid tak ada menerima duit fee Rp195 juta dari mantan Plt Kadis PUPRP HSU, terpidana Maliki.

Selain itu, Fadli juga menyatakan bahwa duit ganti rugi dalam tuntutan JPU KPK RI senilai Rp33 miliar lebih tak sesuai dengan jumlah yang telah diterima Abdul Wahid.

Hasil dari penghitungan pihaknya, Abdul Wahid hanya menerima duit senilai Rp11,5 miliar.

“Hitungan ini dari saksi yang benar-benar dihadirkan di persidangan. Jadi kalau saksi tak dihadirkan tapi dalam keterangan Maliki, Marwoto bilang ada ngasih kan ya nggak adil,” jelas Fadli usai persidangan.

Kemudian dia juga meminta agar empat bidang tanah harus dikembalikan ke Abdul Wahid. Alasannya, tanah yang disita KPK RI tersebut tak masuk dalam pokok dakwaan, salah satunya tanah warisan keluarga.

“Karena memang tidak ada unsur-unsur tindak pidana pencucian uang. Itu kami minta dikembalikan kepada terdakwa,” jelas Fadil.

Kemudian terkait duit yang mengalir ke Kementerian Keuangan senilai Rp1,6 miliar untuk pengurusan Dana Insentif Daerah (DID) melalui seseorang bernama Listiani L juga dipersoalkan.

Sebab, kata Fadli Listiani telah menjalani proses BAP namun tak pernah dihadirkan ke persidangan.

“BAP-nya ada, dibukalah BAP-nya, diakuinya lah pula Rp1,6 miliar untuk dikasih kepada orang Kementerian Keuangan untuk mengurus DID. Dan faktanya DID di 2020 itu cair,” ucap Fadli.

Singkat kata, Fadli meminta agar duit Rp11,5 miliar yang itu nantinya dikurangi dengan duit yang telah disita penyidik KPK Rp5,5 miliar, Rp1,6 miliar yang mengalir ke pusat, dan hasil lelang aset-aset nantinya.

Menanggapi pembelaan Abdul Wahid, JPU KPK RI Titto Zailani menyatakan bahwa pihaknya tetap pada tuntutan.
Dimana sebelum KPK menuntut Abdul Wahid selama 9 tahun penjara dan denda Rp500 juta dan uang pengganti Rp31 miliar.

Disinggung soal Listiani L yang tak dihadirkan ke persidangan seperti yang ditanyakan penasihat hukum Wahid, Titto berpendapat karena persoalan itu bukan substansi dalam dakwaan mereka.

Titto mengatakan, bahwa Listiani L memang pernah di BAP namun belum ada proses hukum. Sehingga mereka meminta majelis hakim untuk mengabaikan hal tersebut.

“Nilai kebenarannya masih diragukan. Jadi selayaknya dikesampingkan,” ucapnya.

Toh seandainya soal pemberian ke pusat itu dimasukkan dalam dakwaan. Maka jelas Titto pasal yang akan dikenakan ke Abdul Wahid akan bertambah sebagai pemberi suap.

Sidang sendiri kembali akan dilanjutkan pada Senin (15/8) pekan depan dengan agenda pembacaan putusan majelis hakim.

Penulis: Filarianti
Editor : Mercurius

Baca Artikel Lainnya

Leave a Comment