Uji Emisi Kendaraan Syarat STNK dan Main Denda, Bambang Haryo: Menteri LHK Jangan Salahkan dan Susahkan Rakyat

by adm
0 comment 5 minutes read
Peta Sebaran Titik Panas (foto:istimewa)

Jakarta, BARITOPOST.CO.ID – Rencana uji emisi kendaraan menjadi syarat perpanjangan STNK dan perlakuan denda yang diwacanakan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mendapat protes keras dari Pakar Kebijakan Publik Bambang Haryo Soekartono (BHS).

Anggota DPR-RI periode 2014-2019 ini menilai, Menteri LHK ‘Lempar Batu Sembunyi Tangan’ dan sungguh memprihatinkan karena ‘mengidikasikan’ emisi gas buang kendaraan masyarakat seluruh Indonesia menjadi penyebab polusi udara di Jakarta dan sekitarnya.

BACA JUGA: Laskar Antasari Bertahan di Papan Atas, Coach RD: Berkat Disiplin dan Kerja Keras

Seharusnya, sebut BHS, Menteri LHK bertanggung jawab penuh atas pencemaran udara di wilayah Jabodetabek, sebab terbakarnya hutan di Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Tengah, Barat, Selatan, Jawa Barat, Tengah, Timur dan beberapa daerah seluruh Indonesia. Termasuk Papua yang tidak tertangani dan terawat dengan baik sehingga terjadi polusi yang mencapai wilayah Jabodetabek.

“Sejauh ini berdasarkan data BMKG, jumlah titik hotspot kebakaran sudah mencapai diatas 5.000 titik api sampai dengan hari ini. Dan titik kebakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera terparahlah yang membawa asap kebakaran hutan tersebut ke pesisir Pulau Jawa. Termasuk Jabodetabek akibat angin berhembus dari Barat ke Timur agak ke selatan sesuai dengan informasi BMKG,” kata BHS, dalam keterengannya yang diterima, Senin (4/9/2023).

BACA JUGA: Putus Cinta dengan Gadis Penjaga Warung di Batang Alai HST, Iluk Mengamuk dan Tewas Ditangan Pengunjung

Menurut BHS, Menteri Kehutanan merangkap Lingkungan Hidup yang menjabat hampir 10 tahun ini, mestinya sudah sangat paham siklus asap tahunan. Sebab, sudah berkali-kali terjadi kebakaran hutan di tahun-tahun sebelumnya yang selalu membawa dampak polusi udara di atas ambang batas di Jabodetabek, bahkan yang menjadi heboh setiap bulan Juli-Agustus. “Jika masih tidak paham, sungguh keterlaluan!,”protes BHS.

Sebagaimana pada Tahun 2015, 2017 dan 2019, jelas BHS, hutan kita selalu terbakar saat di bulan Juli-Agustus akibat kemarau yang dimulai bulan Mei-Juni dan yang selalu mengakibatkan pencemaran udara di Jabodetabek, Semarang dan Surabaya.

Pakar Kebijakan Publik Bambang Haryo Soekartono (BHS)

Pakar Kebijakan Publik Bambang Haryo Soekartono (BHS)

“Ini, bukannya ditangani, melainkan selalu menyalahkan dan menyudutkan masyarakat mulai dari emisi gas buang, asap industri yang berlebihan dan lain lain,” tutur BHS.

Lebih lagi, sambung BHS, muncul wacana kendaraan listrik untuk digencarkan kepada masyarakat.

Harusnya, ucap Alumnus ITS Surabaya ini, semua pemegang kebijakan paham, setiap adanya musim hujan setelah musim kemarau panjang tidak akan ada masalah lagi pencemaran udara karena hutan-hutan yang terbakar mulai padam. Akibat guyuran hujan dan ini pasti selalu diakhiri asap tersebut di akhir bulan September sehingga problem asap sudah hilang kembali.

BACA JUGA: Uang Nasabah Raib Usai Ditarik dari ATM di Jalan KS Tubun Banjarmasin, Polisi masih Selidiki

“Sepertinya Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup tidak paham kesalahannya, dan apakah Kementerian Kehutanan yang sudah dilengkapi infrastruktur perawatan berupa pesawat dan helikopter untuk penanganan pengatasan pemadaman kebakaran hutan dan perawatannya. Termasuk  anggaran yang sedemikian besar sejumlah Rp7,57 Triliun tetapi tidak terlihat bergerak melakukan penanganan sesuai dengan Tupoksinya,” ungkap BHS lagi.

Sudahlah STOP menyalahkan dan membebani  masyarakat dengan kebijakan, dan Menteri LHK harus bertanggung jawab pada kondisi polusi udara tersebut. Sebaiknya WALHI dan masyarakat segera mengaudit kelalaian kinerja dari Kementerian Kehutanan & Lingkungan Hidup yang terindikasi sangat amburadul ini, sehingga mengancam kesehatan dan keselamatan dari masyarakat seluruh Indonesia,” tutup BHS.

BACA JUGA: Bank Kalsel-Pemprov Gelar Akad Kredit Massal 150 Rumah

Menteri LHK Siti Nurbaya

Menteri LHK Siti Nurbaya

Sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan bakal melakukan uji emisi untuk semua kendaraan di tengah urgensi penanganan polusi di ibu kota yang semakin parah.

Menteri KLHK Siti Nurbaya Bakar menyatakan hasil kelulusan uji emisi akan menjadi syarat perpanjangan STNK. Maksudnya adalah pembayaran tahunan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yang disahkan di STNK.

BACA JUGA: Ribuan Pelari Ikuti Borobudur Marathon 2023, Generali Ajak Masyarakat Banjarmasin Peduli Kesehatan

Kendaraan yang lulus akan diberi stiker, jika belum lulus bakal dikenakan denda pencemaran. “Jadi kita akan lakukan. Caranya adalah diuji emisinya, lalu diberi stiker kalau sudah lulus. Ini akan menjadi syarat untuk perpanjangan STNK. Kalau dia belum lulus emisi, dia harus kena denda yang namanya denda pencemaran,” kata Siti usai rapat koordinasi tentang polusi udara di kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jumat (18/8/2023), seperti dilansir CNN Indonesia.

Lulus uji emisi sebagai syarat pembayaran PKB sudah diatur dalam Pasal 206 di Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengolahan Lingkungan Hidup. Berdasarkan pasal itu uji emisi dilakukan untuk kendaraan di atas tiga tahun dan hasilnya digunakan sebagai dasar pengenaan tarif PKB.

Hal baru terkait ini adalah tentang denda pencemaran yang disebut Siti. Menurut dia besaran denda ini masih dipelajari.
“Denda pencemarannya berapa dan lain-lain ini lagi diproses,” ujar dia.

Editor: Afdiannoor Rahmanata

Follow Barito Post klik Google News

Baca Artikel Lainnya

Leave a Comment