Polemik Banjarbaru jadi Ibu Kota, Posisi Dewan dan Pemprov Dipertanyakan

by baritopost.co.id
1 comment 3 minutes read

Banjarmasin, BARITO – Polemik Banjarbaru dijadikan ibu kota Provinsi Kalimantan Selatan ditanggapi serius oleh Wali Kota Banjarmasin, Ibnu Sina dan Pemerhati Kebijakan Publik.

Ibnu menilai kebijakan tersebut terlalu mendadak. Pasalnya, pasca beredarnya undang-undang, Kota Banjarbaru menjadi ibu kota Provinsi Kalsel bukan lagi Kota Banjarmasin dirasa orang nomer satu di Banjarmasin belum pernah mendapatkan informasi terkat perencanaan.

“Ini seperti mendadak, kami juga tidak ada mendapat informasi terkait perencanaan,” katanya.

Ibnu melanjutkan, karena informasi ini sudah viral diketahui orang banyak. Ia menanyakan terkait keabsahan pemindahan ibu kota itu. Apakah pemindahan ibu kota itu telah diusulkan dewan atau juga bersama pemerintah provinsi.

“Saya mau bertanya itu usulan siapa, rasanya visi misi paman birin tidak ada. Hanya saja era Rudi Arifin dulu, pusat perkantoran dipindah ke Bajarbaru, bukan pemindahan ibu kota,” katanya.

Meskipun demikian,Ibnu mengaku tidak begitu memasalahkannya Banjarmasin tidak lagi jadi Ibu Kota Provinsi Kalsel. Misalnya dijadikan kota pusat perdagangan. Tapi bagusnya dengan perencanaan yang baik.

“Saya sebenarnya tidak masalah Banjarmasin dipindah, tapi kan ini baik dengan perencanaan yang baik. Karena membuat perda saja perlu uji publik, masa membuat undang-undang ya seperti mendadak,” tuturnya.

Bukan saja wali kota yang menanyakan kejelasan pemindahan ibu kota provinsi.

Dr M Fazri MH, Presdir Borneo Law Firm yang juga Pemerhati Kebijakan Publik ini mengkritisi produk undang-undang tersebut.

Fazri mengatakan, setelah mencermati dan membaca UU Provinsi Kalsel yang baru disahkan tanggal 15 Februari 2022 selain banyak menuai polimek seperti Pasal 4 Ibu Kota Provinsi Kalimantan Selatan berkedudukan di Kota Banjarbaru, dalam UU Kalsel yang baru disahkan terkesan tidak mengakomodir landasan filosofis, landasan sosiologis, landasan yuridis, kebutuhan Kalsel dan sangat tidak lengkap serta kedepan akan menimbulkan ketidak pastian hukum.

UU yang baru disahkan hanya delapan Pasal dan terdiri dari Bab I Ketentuan Umum,Bab II Cakupan wilayah,ibu kota dan karakteristik dan Bab III ketentuan Penutup.

Ia juga menanyakan, dimana posisi tawar Pemprov Kalsel dan DPRD Prov Kalsel pada saat proses pembetukan UU tersebut seperti apa kajian teoritik dan praktik empirik masukkannya?
Apakah sudah diakomodir juga masukan masing-masing kabupaten/kota dan sejauh mana pastisipasi masyarakat? UU Kalsel sangat prinsip dan sangat serius.

“Saya menjadi khawatir pembentuk undang-undang hanya berpikir bahwa membentuk undang-undang merupakan kewenangannya saja tanpa memikirkan keinginan masyarakat sebenarnya. Padahal seharusnya rakyat juga memiliki hak untuk mengetahui proses legislasi yang berlangsung di DPR RI,” ucapnya dalam sebuah realise yang dkirimnya ke Barito Post, Minggu (20/2).

Ia mengingatkan, kondisi Kalsel sangat ironis, kaya sumberdaya alam namun listrik sering padam,jalan dan sarana prsarana tidak memadai,masyarakat belum sejahtera,lapangan kerja sulit.

Ia berkesimpulan, UU Prov Kalsel yang baru sahkan harus dikaji lebih mendalam perlu di uji publik, karena saya menganggap rentan UU Kalsel tersebut digugat ke MK,di uji dengan ketentuan Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B ayat (2), Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22D ayat (2) UUD 1945.

Kalaupun mau Gugat bisa melalui judicial review di Mahkamah Konstitusi Dasarnya adalah Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, MK berwenang, antara lain, mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar.

Dan Pasal 9  ayat 1 UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan berbunyi Dalam hal suatu Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh MK.

Seharusnya perlu diingat dalam membuat Perundang Undangan yang baik berdasarkan Pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Harus memperhatikan dan memuat asas, kejelasan tujuan, kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat, kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan, dapat dilaksanakan, kedayagunaan dan kehasilgunaan, kejelasan rumusan dan keterbukaan.

Penulis: Hamdani

Baca Artikel Lainnya

1 comment

SDN Telaga Biru 5 Tidak Lagi Kebanjiran saat Upacara - Barito Post Selasa, 3 Januari 2023, 15:48 - 15:48

[…] BACA JUGA: Polemik Banjarbaru jadi Ibu Kota, Posisi Dewan dan Pemprov Dipertanyakan […]

Reply

Leave a Comment