PMI Tingkatkan Mutu dan Kualitas Darah

by baritopost.co.id
0 comment 4 minutes read

Banjarmasin, BARITO – Palang Merah Indonesia (PMI) Kalimantan Selatan menggelar Konsolidasi Unit Tranfusi Darah (UTD) se-Kalimantan Selatan. Konsolidasi dibuka Ketua PMI Kalsel H Gusti Iskandar Sukma Alamsyah di Banjarmasin, Sabtu (28/12), diikuti enam UTD di Kalsel.

Dalam arahannya, Gusti Iskandar mengingatkan dilaksanakannya konsolidasi UTD ini setelah beroperasinya enam UTD yang langsung dibawah naungan PMI, tentu ini sangat membanggakan.  Karena dengan lahirnya UU Kepalang Merahan, tugas utama PMI disamping tugas-tugas lain itu adalah soal ketersediaan darah.

“Secara nasional kita hampir menutupi kebutuhan darah itu sekitar 70 persen lebih dari PMI dan selebihnya dari unit-unit darah milik rumah sakit,” sebutnya.

Dengan berdirinya unit-unit layanan darah, maka UTD PMI Pusat juga meminta peningkatan mutu darah karena ini sangat penting termasuk pelayan UTD juga harus ditingkatkan. Karena untuk darah ini ada klasternya juga, yang paling minimalis itu mutu darah disebut Repit, kemudian meningkat lagi disebut Elisa, kemudian naik lagi ke jenjang berikutnya disebut Kelia.

“Di Kalsel, kita sudah pada mutu darah yang disebut Elisa, tapi ada dua UTD kita yang sudah naik pada mutu Kelia, yakni UTD Tanah Laut dan UTD Banjarmasin,” ungkapnya.

Kepada wartawan, Gusti Iskandar menuturkan, pihaknya melaksanakan Konsolidasi UTD PMI se-Kalimantan Selatan, karena alhamdullilah Kalsel sudah memiliki enam UTD, yakni di Kota Banjarmasin, Kabupaten Tanah Laut, Tanah Bumbu, Hulu Sungai Selatan, Banjar dan Tabalong.

“Ini kewajiban PMI makin memperbanyak UTD, karena lahirnya UU PMI, maka PMI ujung tombak di dalam penyediaan darah untuk keperluan masyarakat secara nasional,” terangnya.

Gusti Iskandar menyebutkan, lima tahun yang lalu Kalsel hanya miliki 3 UTD, tapi sekarang sudah 6 UTD dan insyaallah kedepan akan meningkat lagi. Sehubungan bertambahnya UTD, kami perlu melakukan konsolidasi ini untuk menyamakan persefsi apa yang menjadi tugas kita di UTD, apa yang menjadi kewajiban kita di UTD. Kemudian bagaimana kita meningkatkan mutu pelayanan agar standarisasi pelayanan itu harus sama di semua UTD, selain itu kita juga meningkatkan mutu darah yang diolah oleh UTD, yang tadinya kita hanya dengan standar repit, sekarang sudah menjadi standar yang lebih baik lagi elisa dan kelia.

Lanjutnya, disamping ada peningkatan jumlah darah, juga harus ada peningkatan kualitas darah, termasuk bagaimana kita mengelola darah itu, yang tadinya orang menganggap itu sebatas darah saja saat ditranfusikan ke seorang pasien, tapi oleh PMI bagaimana darah ini dikelola menjadi obat dan itu namanya CPOB (cara pengolahan obat yang baik).

“Jadi pasien yang menerima tranfusi darah itu, yang semula kondisinya kritis atau kurang sehat, kemudian mampu meningkatkan daya tahannya dan memperbaiki kondisi pasien tersebut,” imbuhnya.

“Itu yang penting dari pelaksanaan konsolidasi ini, sehingga nanti di Kalsel ini ada satu atau dua UTD menjadi UTD CPOB,” harapnya.

Gusti Iskandar mengungkapkan dengan enam UTD ini kita di Kalsel mampu meningkatkan pasokan darah sekitar 150 ribu kantong darah per tahunnya, semula kebutuhan darah kita sekitar 80 ribu kantong darah per tahun, kemudian meningkat menjadi 100 ribu kantong darah per tahun, maka kedepan akan meningkat lagi tentu kita sudah harus menyediakan infrastruktur itu dengan membangun UTD-UTD.

Disinggung apakah berpengaruh terhadap biaya dengan peningkatan kualitas darah. Gusti Iskandar menegaskan PMI ini bukan organisasi yang mencari laba, maka kerja kita hanya menyediakan pasokan darah dengan nilai tebus oleh masyarakat, itu berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) dan Peraturan Gubernur (Pergub).

Diakuinya karena ada peningkatan mutu darah itu pasti ada kenaikan biaya, maka PMI Pusat akan melakukan konsolidasi, patutkah harga sekarang itu atau memang perlu peninjauan kembali harga itu. Disebutkannya untuk mutu darah jenis Kelia, itu sudah diatas Rp450 ribu per kantong darah, kalau Pergub kita per kantong darah sekitar Rp370 ribu, maka kekurangannya itu paling tidak ada bantuan pemerintah untuk penyediaan regin pengolahan darah, karena itu yang mahal, sementara harga kantong darah itu antara 7 sampai 8 dolar.

Untuk pengolahan darah hingga mutu Kelia, lanjutnya, UTD yang punya mesinnya di Tala dan Banjarmasin, karena  harga mesin pengolah darah itu per unitnya diatas Rp2 miliar. Untuk menyiasati itu, maka kita lakukan kerja sama KSO, jadi si pemilik mesin kerja sama dengan UTD, kemudian kita melakukan proses pengolahan darah itu, berapa kita bayar kepada pemilik mesin, kemudian berapa untuk operasional.

“Kalau di Surabaya, itu di subsidi oleh pemerintah kota disana, subsidinya per kantong darah,” sebutnya.

Sementara target 2020 mendatang, Gusti Iskandar menyebutkan di Kalsel ini harus ada UTD yang CPOB agar menjadi standar nasional, yang sertifikasinya dikeluarkan oleh UTD Pusat. Karena darah itu dalam 25 hari sudah kadaluarsa, sehingga bila terjadi kelebihan darah, maka darah itu bisa diolah lagi dan PMI Pusat itu ada kerja sama dengan Bio Farma. Sedangkan stok darah di Kalsel dijamin cukup sampai akhir tahun.

Penulis: Sopian

Baca Artikel Lainnya

Leave a Comment