Maknai Perbedaan Idul Fitri dengan Keberkahan

by adm
0 comment 4 minutes read
Twibbon Idul Fitri untuk Ucapan Lebaran (foto:istimewa)

Jakarta, BARITOPOST.CO.ID – Umat Muslim seluruh dunia bersuka cita menjemput datangnya hari kemenangan (Idul Fitri 1 Syawwal 1444 Hijriyah/2023 Masehi).

Meski begitu, di Indonesia kemungkinan Idul Fitri 2023 akan jatuh pada hari berbeda diantara penetapan oleh Pemerintah, Nahdlatul Ulama (NU), dan Muhammadiyah.

Pemerintah dan NU kemungkinan menetapkan Idul Fitri 2023 pada Sabtu (22/4/2023), sedangkan Muhammadiyah sudah menetapkan pada Jumat (21/4/2023).

BACA JUGA: Gubernur Kalsel Kukuhkan Pengurus KORMI

Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Rubiyanah Jalil mengatakan, masyarakat harus memaknai perbedaan sebagai keberkahan.

Alasannya, sebagaimana hadits Rasulullah SAW, al ikhtilaafu ummati rahmah, yang berarti perbedaan di antara umat Islam adalah rahmat.

Perbedaan harus dimaknai sebagai keindahan yang harus dipupuk dan tidak dijadikan sebagai alat politisasi suatu kelompok.

“Jika perbedaan-perbedaan itu justru dijadikan sebagai bahan untuk memunculkan perpecahan karena ingin memenangkan satu kelompok sendiri maka perbedaan itu justru akan menjadi musibah bagi bangsa Indonesia,” ucapa dosen Program Studi Magister Pengkajian Islam UIN Syarif Hidayatullah ini, seperti dilansir rm.id, Selasa (18/4/2023).

BACA JUGA: Hiswana Migas Kalsel Berbagi dengan Anak Panti Asuhan di Ramadan 2023

Ia berharap, momentum Ramadan dan Idul Fitri ini, umat kembali kepada fitrah manusia yang sesungguhnya. Yakni fitrah manusia yang mencintai kebenaran, kebaikan, keindahan dan kedamaian.

Dengan dilandasi semangat spiritual dan kebangsaan, sejatinya momentum ini mampu memupuk rasa persatuan dan kesatuan bangsa yang dapat meredam perpecahan bangsa.

Ramadan memiliki banyak kemuliaan. “Mulai dari bulan suci, bulan penuh rahmat, hingga syahrul jihad atau bulan jihad. Dikatakan syahrul jihad, karena secara historis pelaksanaan Ramadan pada masa Nabi Muhammad SAW bertepatan dengan peristiwa perang dan kemenangan yang diraih umat Islam,” tuturnya.

BACA JUGA: Twibbon Ucapan Selamat Idul Fitri 1444 Hijriyah, Ini Linknya

Namun, semangat ini, kerap disalahartikan beberapa kelompok dengan konteks yang tidak sesuai. Jihad kerap diartikan dengan makna perang (qital), sehingga berpendapat bulan Ramadan adalah waktu yang tepat untuk membuat teror bagi kelompok radikal-terorisme.

“Ketika umat Islam sedang menjalankan ibadah puasa atau menahan diri, itu pada dasarnya kita sedang berjihad. Oleh karena, itulah Ramadan disebut juga dengan dengan syahrul jihad,” jelasnya.

Menurut Rubi, ada satu peristiwa luar biasa yang dialami Nabi Muhammad SAW bersama para sahabat saat Ramadan, yaitu peristiwa Perang Badar.

BACA JUGA: Buah Kasturi, Harum Baunya

Dalam kondisi berpuasa, Nabi Muhammad beserta 313 pasukannya melawan 1.000 Kafir Quraisy dalam Perang Badar. Dengan kondisi timpang, akhirnya umat Islam memenangkan perang bersejarah tersebut.

Wanita berhijab ini melanjutkan, euforia kemenangan Perang Badar ini digambarkan oleh Rasulullah sebagai satu perang kecil. Seusai memenangi perang, Rasulullah mengatakan, kita pulang dari jihad kecil menuju jihad besar. Para sahabat pun bertanya, seperti apa jihad besar itu?

“Rasulullah menjawab, jihadul akbar jihadul nafs, jihad besar itu adalah perang melawan diri sendiri. Jadi sebenarnya jihad yang paling besar itu bukan jihad secara fisik berperang dan lain-lain, melainkan melawan diri sendiri dari segala hawa nafsu yang bisa menghancurkan baik diri sendiri maupun orang lain dan itu berpuasa.” ucap Dewan Pakar Asosiasi Komunikasi Penyiaran Islam (ASKOPIS) Indonesia ini.

BACA JUGA: Momen Ramadan 2023, Apersi Kalsel Santuni Puluhan Anak Panti Asuhan

Dalam konteks ke-Indonesiaan, makna jihad melawan hawa nafsu ini dapat dipupuk untuk menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Indonesia sebagai negara yang penuh keberagaman suku, agama, ras dan budaya, perlu menanamkan nilai nilai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.

Perlu kesadaran bersama untuk memupuk terus kebhinekaan untuk menghindari perpecahan. “Jika kita selalu berusaha untuk berjihad melawan diri sendiri, melawan keegoan kita sendiri maka sesungguhnya menjaga kesatuan dan persatuan NKRI adalah hal yang sangat bisa untuk diwujudkan,” imbuhnya. (*)

Follow Google News Barito Post dan Ikuti Beritanya

Baca Artikel Lainnya

Leave a Comment