Faktor Kemiskinan Penyebab Stunting di Banjarmasin, Prevelansinya 27,8 Persen

by baritopost.co.id
2 comments 4 minutes read

Banjarmasin, BARITO – Kasus stunting atau masalah yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi masih menjadi perhatian penuh Pemerintah Kota (Pemko) Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

Prevalensi stunting di Kota Seribu Sungai ini cukup tinggi yakni 27,8 persen. Meskipun demikian, Kota Banjarmasin masih digolongkan terendah bila dibanding dengan delapan daerah di Kalsel.

Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin, M Ramadhan, Prevalansi stunting di Banjarmasin menduduuki kelima terendah dari 13 Kabupaten dan Kota di Kalsel.

Hingga sekarang pihaknya terus melakukan upaya-upaya agar penekanan kasus kesehatan mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya terhadap anak itu terus berkurang.

Disamping itu, dia mengakui bahwa faktor utama penyebab stunting di Banjarmasin yang selalu ditemuinya di lapangan.
adalah faktor kemiskinan.

Lalu apa kaitannya kemiskinan dengan stunting atau gangguan gizi pada anak? Katanya, orang miskin biasanya tidak lagi memperhatikan apa yang dikonsumsinya, apalagi makanan berigizi. Karena mereka lebih mementingkan kapan orang miskin itu bisa makan. Hal itu tentu termasuk asupan makanan bergizi pada anak-anaknya.

“Hampir semua anak stunting penyebabnya karena faktor kemiskinan. Kalau miskin ini menjadi kompleks, mulai tidak bisa memperhatikan gizi, kebersihan, sanitasi dan faktor stunting lainnya. Oleh sebab itu, ini perlu uluran kita semua dan sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat,” katanya saat ditemui di ruangan Kerjanya, Jumat (19/8/2022).

Ramadhan juga menyampaikan, upaya-upaya yang sekarang ini jalankan pihaknya. Yakni intervensi gizi spesifik seperti :
1. Perawatan / Tatalakasana Balita Stunting di Rumah Sakit.
2. Mengaktifkan Konselor Menyusui.
3. Pemeriksaan Skrining HB pada Siswa baru kelas 1 dan 10 melalui
kegiatan Aksi Bergizi.
4. Sosialisasi dan penerapan SE Nomor 440|49-Kesmas/Dinkes Tentang
Dalam Penggunaan Buku KIA Dalam Mendukung stunting.

5. Pemantauan oleh
Pelaksanaan lIsi SE Nomor 440/49-Kesmas/Dinkes pada point 14, Semua
Siswi di SMP/Sederajat wajib melaksanakan 6. Pemberian TTD diminum bersama satu tablet perminggu yang dijadwalkan secara rutin di sekolah dalam pencegahan anemia pada remaja putri sebagai upaya
pencegahan stunting Pertumbuhan Perkembangan Anak

7. Wajib melaksanakan pemberian TTD dan
Pemberian Makanan pada Balita Stunting di kelurahan lokus kemiskinan
dan 4 Iokus stunting.

Masih kurang upaya diatas, Pemko Banjarmasin juga melaksanakan audit kajian bersama tim pakar terkait kasus stunting di Kota Banjarmasin.

Menurut Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Masyarakat (DPPKBPM) Kota Banjarmasin, Helfiannoor, kegiatan ini merupakan langkah pihaknya menekan angka stunting di Kota Seribu sungai.

“Aksi ini ada beberapa tahap, salah satunya dilaksankan audit stunting ini,” ujarnya.

Audit stunting ini sendiri kata dia, tim pakar mengambil sample dari 14 Kelurahan yang menjadi locus penurunan angka stunting.

“Dan kemarin para tim pendamping dan perwakilan audit dari BKKBN Provinsi turun kelapangan selama 5 hari, mendata terkait faktor keluarga beresiko stunting seperti ibu hamil, calon pengantin, balita dan pasca melahirkan,” katanya.

Dari beberapa faktor itulah, kata Helfian, data dimasukkan kedalam etos kerja dan menghasilkan data yang dapat dianalisis menjadi sumber pengambilan kebijakan terkait penanganan stunting oleh Pemko Banjarmasin.

“Jadi kebijakan kita ambil lebih tepat kemudian sesuai dengan kondisi yang ada dilapangan,” jelasnya.

Ia membeberkan, saat ini angka prevalensi stunting di Kota Seribu Sungai yaitu sebesar 27,8 persen. Adapun perhitungan kata Helfian yaitu sampai akhir tahun.

Sementara itu, salah satu tim pakar dari RS Sultan Suriansyah Banjarmasin, dr Ati Rahmipurwandari mengungkapkan, ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya stunting pada masyarakat.

“Multifaktor ya, tidak 1 faktor saja. Pertama kita lihat dari tingkat pendidikan keluarga, bisa jiga dari sisi ekonomi, dan dari penyakit tidak teratasi. Jadi itu beberapa faktor yang mempengaruhi,” paparnya.

“Masalah sanitasi juga berpengaruh, karena itu berpengaruh kemampuan infeksi. Kalau sanitasi jelek, otomatis infeksi meningkat seperti diare,” sambungnya.

Ia pun menghimbau masyarakat agar membawa bayinya yang baru lahir ke pusat kesehatan masyarakat untuk mendapatakan imunisasi.

Memaknai Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-77 ini. Kelurahan Antasan Besar, Kecamatan Banjarmasin Tengah melakukan aksi edukasi kepada masyarakat dalam rangka penekaan stunting, Rabu (17/8).

Camat Banjarmasin Tengah, Dr Ibnu Sabil dan jajarannya memberikan sajian kue olahan singkong yang dikemas menjadi makanan menarik, murah dan sehat, kepada anak dan balita di wilayah kerjanya.

“Kegiatan ini kami namai ‘dapur dahsyat Antasan Besar yakni mengedukasi membuat makanan dari gumbili atau singkong dengan berbagai ragam. Ini dibagikan untuk anak stunting agar merasakan momen 17 an makanan sehat dan menarik,” katanya.

Berdasarkan data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2021, prevalensi stunting saat ini masih berada pada angka 24,4 persen. Sebanyak 5,33 juta balita yang kekurangan gizi parah.

Penulis : Hamdani

Baca Artikel Lainnya

2 comments

68% Penduduk Indonesia tak Mampu Penuhi Makanan Bergizi Kamis, 15 Desember 2022, 14:41 - 14:41

[…] BACA JUGA: Faktor Kemiskinan Penyebab Stunting di Banjarmasin, Prevelansinya 27,8 Persen […]

Reply

Leave a Comment