Spesialis Paru : Cuci Tangan Setelah Pegang Bagian Depan Masker

by baritopost.co.id
0 comment 2 minutes read

Banjarmasin, BARITO – Dokter spesialis paru, Dewi Puspitorini mengajak seluruh masyarakat untuk menerapkan 3 M (memakai masker, mencuci tangan , menjaga jarak) dengan benar untuk pencegahan penularan Covid-19.

Misalnya dalam hal memakai masker, maka harus diperhatikan betul-betul tata cara sebelum, selama dan sesudah pemakaian.

Sebab jika tidak, maka meski memakai masker, orang tetap dapat berisiko tertular Covid-19.

“Karena memakai masker bukan hanya sekadar memakai  tetapi juga harus memakai dengan benar. Kalau masker yang kita pakai melorot, kita pegang depannya, kita naikin lagi. Padahal kita tahu, bagian depan masker bisa saja sudah terpapar virus. Jadi kalau tangan kita tidak cuci tangan atau tidak memakai handsanitizer lagi setelah memegang masker,  resiko tetap ada,” ujarnya pada

Webinar: “Mengarusutamakan Perubahan Perilaku untuk Menyelamatkan Masyarakat dari Pandemi Covid-19” yang diselenggarakan BBC Media Action dan Dewan Pers melalui Zoom Meeting, Jum’at (6/11/2011).

Dewi berpendapat, bahkan masih ada orang yang memakai masker di bawah hidung. Padahal pemakaian yang benar adalah di puncak hidung agar virus tidak masuk.

“Kadang pejabat di televisi atau siapapun yang berada dalam siaran yang bisa dilihat masyarakat (belum memakai masker dengan benar, red). Masyarakat akhirnya berkesimpulan, oh.. kalau seperti itu artinya tidak apa-apa. Maka edukasi kecil bahwa harus memakai masker yang benar harus disampaikan. Ayo kita sama-sama mengedukasi dan menjadi corong sosialisasi 3M dengan benar, dimulai dari lingkungan keluarga dulu,” cetusnya.

Dewi yang menangani pasien Covid-19 bercerita, dirinya menyaksikan langsung penderitaan pasien kasus Covid yang berat. Jika kasus Covid ringan, maka pasien 100 persen bisa sembuh.

Sedangkan pasien Covid berat atau critical harus menggunakan alat bantu pernafasan.

Meski sudah dibantu peralatan secara maksimal, Dewi mengatakan usaha tim medis tetap tidak bisa membantu dan berujung kematian atau pasien tidak tertolong.

“Kenapa orang meninggal karena Covid?, karena yang diserang paru-paru yang merupakan tempat pertukaran oksigen. Paru-paru yang normal akan diisi udara dan gambar rontgennya berwarna hitam. Sedangkan pasien Covid berat, bagian dalam paru-parunya terlihat putih semua. Jadi bagaimana bisa bernafas dengan baik kalau di jaringan paru sendiri terisi oleh proses peradangan,” jelasnya.

Sementara itu, Kasubid Sosialisasi Bidang Perubahan Perilaku, Satgas Covid-19, Dwi Listyawardani, berharap, anak-anak sekolah juga bisa menjadi agen perubahan perilaku dalam menanggulangi Covid-19.

“Harapan kita, menjadi agen perubahan. Karena mereka cepat ingat. Sosialisasi dari anak-anak sangat efektif dan terbukti berhasil ketika menyampaikan bahaya merokok misalnya. Mereka bisa mengingatkan ayahnya untuk tidak merokok.Artinya, tokoh kunci dalam level keluarga harus dimanfaatkan,” bebernya. DWI juga mengaku cukup terbantu dengan pemberitaan positif dari media dan media sosial. Sehingga pihaknya terua memperkuat pendekatan melalui jalur sosialisasi untuk penanggulangan Covid-19.

Selain Dewi Puspitorini dan Dwi Listyawardani, pembicara berikutnya diantaranya adalah Ketua PWI Pusat, Atal Depari, Jamalul Insan dari Dewan Pers.Ratusan peserta berasal dari wartawan cetak, online dan elektronik dari berbagai kota di Indonesia.

Penulis: Cynthia

Baca Artikel Lainnya

Leave a Comment