Marabahan, BARITOPOST.CO.ID – Sidang lanjutan praperadilan empat warga terhadap Polres Barito Kuala (Batola) kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Marabahan, Kamis (5/6/2025).
Persidangan yang sempat tertunda karena belum ditunjuknya kuasa hukum dari pihak Termohon kini kembali dipimpin oleh Hakim Tunggal Danang Slamet Riyadie, SH.
Dalam sidang tersebut, kuasa hukum Termohon dari Bidang Hukum Polda Kalimantan Selatan (Bidkum Polda Kalsel) menyampaikan bahwa penetapan status tersangka terhadap keempat warga telah dilakukan sesuai prosedur hukum dan ketentuan perundang-undangan.
“Seluruh dalil dan argumentasi Pemohon dalam permohonan praperadilan yang terdiri dari delapan poin pokok kami tolak sepenuhnya. Penetapan tersangka telah memenuhi syarat formil maupun materiil sebagaimana diatur dalam KUHAP,” tegas kuasa hukum Termohon saat membacakan jawaban resmi.
Pihak Termohon juga menyampaikan bahwa penyidik telah dua kali melayangkan surat panggilan resmi kepada para tersangka untuk dimintai keterangan, namun para tersangka tidak menghadiri panggilan tersebut tanpa alasan sah. Atas dasar itu, penyidik menerbitkan Daftar Pencarian Orang (DPO) terhadap para tersangka.
Menanggapi tudingan Pemohon terkait penyitaan tanpa izin pengadilan, kuasa hukum Termohon menegaskan bahwa seluruh tindakan penyitaan telah dilakukan sesuai KUHAP dan sah demi kepentingan penyidikan.
Terkait dalil bahwa kasus yang ditangani merupakan sengketa perdata dengan nomor perkara: 3/Pdt.G/2025/PN.Mrh antara warga dan PT Agri Bumi Sentosa (ABS), pihak Termohon menyatakan bahwa proses pidana tetap dapat berjalan secara paralel tanpa menunggu hasil perkara perdata.
“Dengan demikian, kami meminta agar majelis hakim menolak seluruh permohonan praperadilan Pemohon dan menyatakan penetapan tersangka terhadap para Pemohon adalah sah menurut hukum,” ucap perwakilan Bidkum Polda Kalsel.
Sementara itu, tim hukum Pemohon dari Kantor Hukum Advokat/Pengacara Ahmad Suhaimi, SH — yang terdiri dari Dr. Samsul Hidayat, SH, MH, Samsul Bahri, SHI, MH, Husrani Noor, SE, SH, MH, Khairil Fadli, SH, Abdurrahman, SE, SH, MSi, Syahrizal, SH, dan Akhmad Perdana Alamsyah, SH — menyampaikan enam poin keberatan utama.
Salah satu kuasa hukum Pemohon, Khairil Fadli, SH, menyoroti bahwa penetapan tersangka terhadap klien mereka melanggar hukum dan cacat prosedur. “Tidak ada SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) yang disampaikan kepada para tersangka, padahal itu diatur dalam Perkap No. 6 Tahun 2019 dan diperkuat oleh putusan MK No. 130/PUU-XIII/2015,” tegasnya.
Selain itu, menurut tim hukum Pemohon, penyitaan dilakukan tanpa izin pengadilan dan terdapat intervensi terhadap perkara perdata yang seharusnya diprioritaskan, mengingat sudah terdaftar secara sah di pengadilan.
Menariknya, Pemohon juga menyoroti penerbitan DPO yang menurut mereka baru dilakukan setelah permohonan praperadilan diajukan. “Permohonan kami masuk pada 14 Mei dan diregistrasi pada 15 Mei. Tapi DPO baru diterbitkan 2 Juni. Ini justru kami nilai sebagai upaya menggagalkan proses praperadilan dan membangun opini publik yang menyesatkan,” ujar Khairil.
Ia juga menilai panggilan kedua terhadap para tersangka tidak sah. “Sesuai KUHAP, ada tenggang waktu tiga hari kerja antara pemanggilan dan pemeriksaan. Tapi ini dipanggil Rabu, diperiksa Jumat. Seharusnya Kamis. Maka dari itu, dasar penerbitan DPO kami anggap tidak sah,” tambahnya.
Pihak Pemohon juga mempertanyakan proses penahanan dua dari empat tersangka yang diduga melebihi batas waktu penangkapan tanpa penetapan dari pengadilan.
Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pembuktian dari kedua belah pihak.
Penulis: Filarianti
Editor: Mercurius
Follow Google News Barito Post dan Ikuti Beritanya