Banjarmasin, BARITOPOST.CO.ID — Sidang lanjutan kasus dugaan suap dan gratifikasi di lingkungan Dinas PUPR Provinsi Kalimantan Selatan kembali digelar di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Jumat (25/4). Salah satu saksi yang dihadirkan, Devi Triano—seorang kontraktor—mengungkap dirinya sempat diminta menyerahkan uang fee sebesar 0,5 persen dari nilai proyek yang dikerjakannya.
“Saya ditanya, kapan? Soalnya saya saja yang belum,” kata Devi menirukan ucapan Aris Anova yang menagih fee melalui sambungan telepon.
Devi mengaku pada 2024 dirinya mendapatkan proyek pembangunan kawasan pemakaman tokoh masyarakat Kalsel dengan nilai pagu sebesar Rp9,8 miliar. Ia mendapatkan proyek tersebut melalui sistem e-katalog.
Setelah proyek diperoleh, menurut Devi, Aris Anova menghubunginya dan menyampaikan bahwa atasannya, Yulianti Erlynah, meminta fee 0,5 persen dari nilai kontrak, atau sekitar Rp60 juta.
Saat ditanya oleh jaksa kapan uang tersebut diserahkan, Devi menjawab, “Sekitar akhir September atau awal Oktober 2024. Saya lupa tepatnya.”
Sementara itu, Buyung Ramadhan, sopir Ahmad Solhan, dalam kesaksiannya mengaku beberapa kali diminta untuk mengantarkan uang ke H. Ahmad, baik sendiri maupun bersama Agustya Febry Andrean.
Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dibacakan jaksa, Buyung menyebutkan bahwa uang yang diantarkannya bernilai antara Rp1 miliar hingga Rp3 miliar. “Tapi dari mana dan untuk apa uang itu, saya tidak tahu. Saya tidak pernah menanyakan, baik ke Febry maupun H. Ahmad,” ungkap Buyung.
Jaksa juga mengungkap adanya aktivitas keuangan di rekening Buyung, termasuk setoran terakhir sebesar Rp560 juta. Buyung menjelaskan bahwa uang tersebut adalah milik Solhan yang sering menggunakan rekeningnya, baik di Bank Mandiri maupun BSI, untuk kebutuhan sehari-hari.
Menanggapi kesaksian tersebut, Ahmad Solhan membenarkan bahwa ia kerap meminjam rekening Buyung. “Uang itu biasanya untuk keperluan dinas seperti baju-baju dan kebutuhan mendadak lainnya. Hanya untuk mempermudah saja,” kata Solhan.
Sementara itu, Yulianti Erlynah membantah keras tuduhan bahwa dirinya pernah meminta fee proyek sebesar 0,5 persen. “Tidak pernah saya bilang begitu,” ujarnya dalam sidang.
Untuk diketahui, kasus dugaan suap dan gratifikasi di lingkungan Dinas PUPR Kalsel mencuat setelah KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Banjarbaru pada 6 Oktober 2024.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan enam orang sebagai tersangka. Dua di antaranya, Sugeng Wahyudi dan Andi Susanto selaku kontraktor, telah divonis bersalah. Sementara empat tersangka lainnya adalah Ahmad Solhan (Kepala Dinas PUPR Kalsel), Yulianti Erlynah (Kabid Cipta Karya), H. Ahmad (bendahara Rumah Tahfidz Darussalam dan pengepul fee), serta Agustya Febry Andrean (Plt Kabag Rumah Tangga Pemprov Kalsel).
Penulis: Filarianti
Editor Mercurius
Follow Google News Barito Post dan Ikuti Beritanya