Peran dan Tanggungjawab Pemuda dalam Pewarisan Kebudayaan

by baritopost.co.id
0 comment 3 minutes read

Banjarmasin, BARITO – Pusat Kajian Kebudayaan Banjar, menggelar diskusi kebudayaan dengan mengusung tema “Pewarisan Kebudayaan dan Tanggungjawab Pemuda” di Jalan Pramuka, Komplek Semanda, Perum Bumi Pramuka Asri, Blok D, No 19, Rt 21, Banjarmasin, Rabu (5/1/2022) malam.

Sekapur sirih, Datuk Taufik Arbain mengatakan malam ini adalah malam bergembira dalam atmosfir keilmuan dan kebudayaan, ucapan terimakasih disampaikan kepada narasumber yaitu Profesor Irwan Abdullah, Antropolog UGM dan Gibran Irfani Abdullah, pemuda peduli budaya serta pemerhati gamelan Banjar yang di daulat menjadi moderator yakni Novyandi Saputra.

“Hal ini menjadi penting, kita meramaikan kebudayaan, bagaimana membangun atmosfir keilmuan mumpung Profesor Irwan Abdullah ada di Banjarmasin, jadi kita daulat untuk berbagi ilmu dan berdiskusi dengan kita, terkait pewarisan kebudayaan dan tanggungjawab pemuda,” ucapnya.

Dikatakan Taufik, tantangan kebudayaan itu adalah siapa yang mewaris dan siapa pewaris, maka inilah problem yang mesti dibicarakan malam ini, menurutnya apakah pewaris itu akan tetap dipertahankan atau dikembangkan?

“Pewarisan kebudayaan di Kalsel beragam, jadi kalau soal sastra luar biasa meningkat, begitu juga dengan kebudayaan permainan tradisional serta gamelan Banjar, inilah yang menarik di Kalsel terkait dengan kebudayaan,” paparnya.

Profesor Irwan Abdullah menyebut pewaris kebudayaan sangatlah diperlukan dalam sebuah tradisi yang turun terumurun hingga sekarang, tantangan paling pokok adalah mengubah kearifan lokal menjadi kearifan kolektif, sehingga pewarisan bukan dari orang tua, tapi kepada kominutas atau komunalisme.

“Jadi diwariskan secara komunal, tokoh-tokoh itu mewariskan kebudayaan secara komunal, seperti kita hari ini sebenarnya mewariskan sebuah tradisi belajar, tradisi kita memperbincangkan kebudayaan yang mudah-mudahan akan terus tumbuh dimana-mana, bukan hanya disini,” jelasnya.

Selanjutnya Masalah kompetisi kebudayaan, menurut Antropolog UGM ini kebudayaan kita sekarang dihadap-hadapkan, seperti kebudayaan Jawa dengan non Jawa, kebudayaan desa dengan kota, tradisional modern, budaya lokal global, sehingga satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain tidak bisa saling belajar.

“Akhirnya kebudayaan tidak bisa menciptakan ruang bersama dan menjadi ruang kontestasi, jadi selalu melihat budaya lain secara berbeda, yang ditekankan selalu perbedaan, saya ingin mengatakan budaya kita itu tumbuh diruang politik, bukan diruang budaya, sehingga dia di reproduksi untuk kepentingan-kepentingan politik,” katanya.

Sementara itu Pemuda Peduli Budaya, Gibran Irfani Abdullah memandang bahwa falsafah dan hakikat kebudayaan itu berada di dapur, sementara aktivitas budayanya berada di ruang tamu, sehingga apabila melirik pewaris budaya, dia melihat anak muda sekarang masih berada di ruang tamu tersebut dan sebagaimana hiburan singkat saja.

“Mereka memandang hanya hiburan belaka dalam tataran kebudayaan itu,” pungkas pemuda berusia 25 tahun itu.

Pengembangan kebudayaan itu perlu, karena selera pun bertumbuh dengan kondisinya sendiri, lanjutnya. Kesenian akrab dengan kreativitas, dan terkait kreativitas pun mengalami kebosanan dan memerlukan inovasi.

“Jadi, kita menghubungkan sejarah masa lalu dengan hari ini, kemudian kami meneruskan kembali terkait wawasan masa depan dihadapan sana,” tutupnya.

Diskusi menjadi sangat menarik, dilanjutkan dengan pertanyaan-pertanyaan dari peserta yang hadir langsung, maupun yang bertanya melalui tayangan live di channel youtube Pusat Kajian Kebudayaan Banjar.

Penulis: iman satria
Foto   : iman satria

Baca Artikel Lainnya

Leave a Comment