Fenomena Pelaku Kekerasan Seksual dan Unsur Keadaan Psikis dalam Pertanggung Jawaban Pidana

by baritopost.co.id
0 comment 4 minutes read

Oleh: Daddy Fahmanadie SH. LL.M

Membahas mengenai Pelaku kekerasan Seksual dan Tindakan kekerasan seksualnya adalah menarik saat ini apalagi dalam sebuah ruang dan waktu serta kajian baik bidang hukum pidana maupun kajiann gender kerapkali menimbulkan perdebatan baik pro dan kontra dimasyarakat bahkan kalangan akademis atau aktivis sekalipun cenderung terbelah dalam memandang atau mencermati persoalan kekerasan seksual ini.

Akan menarik jika sedikit kita ulas mengenai sudut pandang pelaku  dan perbuatan terutama bagaimana Unsur keadaan Pelaku dikaitkan dengan fenomena pelaku kekerasan seksual ini tentu dimensi ini adalah pertanggungjawaban pidana yang merupakan unsur syarat untuk dihadapkan nya seseorang kedalam sebuah tanggung jawab hukum atas konsekwensi dari suatu tindakan pelaku tersebut.

Saat ini kerapkali juga pelaku kekerasan seksual lepas dari jeratan hukum dikarenakan aspek unsur materiil yang dinilai lemah dan aspek formil terutama alat bukti yang cendrung juga lemah atau tidak dapat menjadi penguat untuk mendukung menjerat pelaku  jika kita cermati bagaimana kasus korban NW yang berujung dengan kematian korban bunuh diri serta kasus VDPS di Provinsi Kalimantan Selatan  yang menjadi trending di medsos adalah pukulan telak terhadap masalah tindak pidana kekerasan seksual.ironi dari kasus-kasus tersebut membuat gambaran bahwa begitu peliknya kasus yang menimpa korban sebab dimensi kasus yang betul-betul menjadi privat dan bahkan sesuatu yang di diri pribadi korban tentu bertalian dengan kehormatan.

Pertanggung Jawaban Pidana dan Unsur Keadaan Psikis .

Jika mengacu kepada pendapat ahli hukum Simons, maka tanggung jawab pidana di artikan beliau sebagai suatu keadaan psikis , sehingga penerapan suatu ketentuan pidana  dari sudut pandang umum dan pribadi dianggap patut , oleh karenanya oleh simons  dasar tanggung jawab dalam hukum pidana  adalah keadaan psikis tertentu pada orang yang melakukan perbuatan pidana  dan adanya hubungan antara keadaan tersebut dengan perbuatan yang dilakukan  yang sedemikian rupa sehingga seorang pelaku tersebut dapat dicela karena perbuatan.

Bahwa kemudian inti pertanggungjawaban pidana adalah keadaan psikis atau jiwa seseorang  kemudian adalah hubungan  antara keadaan psikis dengan perbuatan yang dilakukan. Jika kita  untuk di cermati sebab substansi untuk mempertanggungjawabkan pelaku ke meja hijau .

Problema kasuistis terkadang menjadi hambatan yang mendasar bagaimana pelaku untuk dipertanggungjawabkan pidananya.

Ketika dihadapkan pada unsur keadaan psikis seseorang  karena tidak semua juga memiliki unsur keadaan psikis yang nyata misalnya si seseorang atau pelaku kejahatan ini mampu  memahami secara sungguh sungguh  akibat dari perbuatan nya sebagaimana dikatakan oleh Van Hamel  sebagai elemen dari pertanggungjawaban pidana atas pelaku .

Ketika pelaku pelaku atau oknum berdalih misalnya memiliki kekuasaan dengan memanfaatkan koban melalui abuse of power nya misalnya ini tentu menjadi rasio bahwa sungguhpun korban terjebak dalam keadaan relasi kuasa itu misalnya dalam kasus oknum Dekan Unri  yang kemudian diputus bebas dalam jeratan hukum oleh pengadilan, sementara dilain sisi pada aspek diri pelaku keadaan psikisnya sadar kalau dia melakukan Tindakan atau mampu memahami sungguh-sungguh akan akibat perbuatannya  sebagai kemampuan untuk bertanggungjawab .

Elemen keadaan psikis pelaku sangatlah bertalian dengan bagaimana seseorang ini dinilai corak berbuatnya seseorang yang melakukan pengulangan dalam kekerasan seksual cendrung dikatakan terganggu keadaan psikisnya tentu membutuhkan penilaian ahli kejiwaan jikapun sebagai sesuatu gangguan mental atau penyakit mental pada diri pelaku sehingga hal demikian apakah menjadi pertanggung jawaban atau tidak ataukah harus dilakukan Tindakan penyembuhan ini menarik sebab mengenai hukuman kebiri atas pelaku kekerasan seksual pun masih menjadi fenomena perdebatan , pada keadaan psikis yang memang tidak bisa dipertanggungjawabkan tentu kita memahami bahwa pelaku tidak bisa di pidana atau dihukum misalnya sesorang tersebut gila maka berlakulah penerapan dalam hukum pidana pasal 44 KUHP  tetapi bagaiman kalau unsur keadaan psikis terpenuhi maka tentu seseorang pelaku harus dipertanggung jawabkan, sebab terkadang pelaku dengan dimensi kasusnya memiliki modus-modus atau motif tertentu untuk memenuhi perbuatannya jadi memang dimensi pertanggungjawaban harus dianalisa bagaimana konteks peristiwa atau bagaimana rentetan Tindakan yang membuat pelaku ini berbuat melakukan perbuatan tersebut .Tentu pada keadaan keadan yang membuat perbuatan terjadi atau pada keadaan psikis dimana pelaku memang menghendaki tujuaan perbuatan dilakukan meskipun samar samar tetapi keadaan psikis sangat bisa atau patut diduga kepada seseorang , sebab ketiga kemampuan yaitu pertama , mampu memahami secara sungguh-sungguh akibat dari perbuatannya.

Kedua, mampu untuk menginsyafi bahwa perbuatan itu bertentangan dengan ketertiban masyarakat.

Ketiga, mampu untuk menentukan kehendak berbuat. Ketiga kemampuan ini  bersifat kumulatif , artinya salah satu kemampuan bertanggungjawab tidak terpenuhi maka seseorang dianggap tidak dapat dipertanggung jawabkan.

Kelemahan jerat Hukum

Antisipasi ini penting untuk dipahami bahwa pelaku memanfaatkan kecendrrungan alibi untuk membuat pelaku lolos dari jerat hukum  baik materiil maupun formil sehingga banyak masih persoalan pelaku kejahatan seksual yang lolos  jerat hukum . bahwa minimnya barang bukti kemudian saksi – saksi yang mengetahui bahwa terjadi kekerasan seksual  terkadang pelaku juga menyamarkan modus bujuk rayu kepada korban padahal dia memahami bahwa korban akan cenderung dikuasai sehingga ada dalam titik lemah penguasaan pelaku berbagai kasus menunjukkan juga bahwa cenderung ada rekayasa peristiwa dan rekayasa oknum penegak hukum untuk memediasi kearah yang tidak seimbang sehingga cendrung korban mengalami posisi yangtersudut belum lagi kondisi penegakan hukum yang belum berkeadila dimana putusan hakim terhadap pelaku kekerasan seksual sangatlah variatif dan dirasakan belum memenuhi keadilan korban.

Oleh karenanya melalui tulisan ini setidaknya kita mencermati bahwa kejahatan kekerasan seksual adalah perilaku yang sangat immoral kita sepakati. Akan tetapi kita juga harus menekan kan bahwa penegakan hukum terhadap korban kekerasan seksual sudah seharusnya dikawal oleh semua elemen sebab kerumitan peristiwa  dan kerumitan kasus terkadang membutuhkan energi untuk mengungkap suatu peroistiwa pidana menjadikan terang siapa pelaku yang harus dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum pidana.

 

*penulis adalah Dosen Bidang Hukum pidana dan co founder Klinik Hukum DF

Baca Artikel Lainnya

Leave a Comment