Dicari Dokter Inovatif Indonesia (Hari Dokter Indonesia, 24 Oktober)  

by admin
0 comment 4 minutes read

oleh Pribakti B *)

Inovatif. Sebuah kata yang tidak asing kita dengar. Inovatif per definisi adalah sebuah kata sifat yang mengarisbawahi sebuah pembaharuan, baik dalam sebuah pemikiran atau metode, ataupun merujuk pada sebuah penemuan. Sayangnya  kata ”inovatif” dalam konteks dunia kedokteran tidak dapat sesederhana itu dideskripsikan karena harus diakui menjadi dokter inovatif  dipercayai sebagai hal yang tidak mudah. Hal tersebut dibuktikan bahwa ”create” menempati urutan tertinggi dalam proses berpikir .

 

Artinya , mereka yang telah mencapai tingkatan membuat adalah mereka yang sudah melewati tingkatan mengingat, memahami dan menjalani sesuatu secara prosedural. Hal ini juga berlaku dalam profesi kedokteran. Melalui teori ini, inovatif merupakan suatu bentuk kesengajaan dan bukti dedikasi yang tinggi dalam menjalankan profesi sehingga apresiasi yang layak sangat diperlukan.

 

Ada yang berpendapat bahwa dokter  inovatif adalah dokter yang banyak melakukan penelitian. Mereka yang memiliki talenta dalam mengolah ide dan menuangkannya dalam bentuk tulisan ilmiah yang dibuktikan melalui kaidah ilmiah pula.

Pandangan ini memiliki kebenarannya sendiri, karena mereka yang memiliki pemikiran yang kritis terhadap situasi yang ada, serta mampu menggagaskan sebuah ide baru yang pada akhirnya mereka perdalam  dan buktikan dalam bentuk penelitian. Jika demikian , apakah menjadi dokter inovatif dapat serta merta kita lihat dari seberapa banyak penelitian yang telah ia publikasikan?

Pertanyaannya, bukankah mengembangkan serta mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran secara aktif merupakan sebuah kewajiban kita sebagai seorang dokter seperti yang tertulis dalam Kode Etik Kedokteran  Indonesia pada pasal 21 ayat 5 c yang berbunyi ” secara aktif melakukan penelitian kedokteran atau kesehatan ? Apakah melakukan sesuatu yang sudah menjadi kewajibannya dapat dianggap sebagai perbuatan yang inovatif?

 

Di sisi lain dokter inovatif juga bukan sekadar impian atau julukan, melainkan mandat atas konsep ”lifelong learning”. Dokter inovatif diartikan aktif sebagai ”pembuat” dan bukan sekadar  pasif menerima dan mengaplikasikan sebuah ilmu atau informasi.

Sebab cita-cita untuk menjadi seorang dokter inovatif ternyata tidak terbatas pada dokter yang mampu membuat terapi baru suatu penyakit, tetapi juga perlu diberikan kepada dokter yang mampu membuat sistem penanggulangan penyakit atau sistem pelayanan kesehatan yang lebih efektif.

Pemahaman ini dapat membuka definisi dokter inovatif menjadi lebih luas dan diterima oleh masyarakat. Jadi mungkin lebih tepat yang disebut dokter inovatif adalah dokter yang mampu memperbaiki, mengembangkan atau kapan menemukan sesuatu yang dapat memajukan kesehatan dan atau pelayanan kesehatan layak mendapatkan predikat inovatif. Artinya berani mengeksplorasi, mengritisi sistem , membuka pikiran dan jika diperlukan menentang arus ”status quo dokter” pada umumnya demi memajukan keilmuan  kedokteran serta kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

 

Masalahnya apresiasi kepada dokter-dokter inovatif yang masih kurang di Indonesia sehingga membuat para dokter atau calon dokter tidak tahu dan tidak termotivasi untuk memiliki cita-cita menjadi dokter inovatif.

Apresiasi yang minim dari pemerintah berdampak pada kurangnya motivasi dan semakin kurangnya dokter inovatif di indonesia. Padahal dokter inovatif Indonesia sudah dikenal sejak zaman dulu, seperti dokter Soetomo, dokter Tjiptomangoenkoesoemo dan lainnya. Invovatif mereka menjadi kontribusi yang bermanfaat di masyarakat.

 

Adapun panduan mengenai cara menjadi dokter inovatif sesungguhnya sangatlah sederhana, terutama pada era keterbukaan informasi seperti sekarang ini. Berdasarkan teori Bloom, cara menjadi dokter inovatif adalah belajar atau memperkaya wawasan. Para responden juga sepakat bahwa belajar dan terbuka terhadap informasi adalah kuncinya. Dengan belajar , ilmu yang dipelajari akan semain detail dan mendalam.

Dalamnya ilmu yang dikuasai sejatinya akan menciptakan penghayatan dan intuisi sehingga inovasi akan semakin mudah dilahirkan. Kesempatan menjadi dokter inovatif juga terbuka bagi mahasiswa kedokteran maupun para dokter. Ini karena dokter merupakan seorang profesional yang dipercaya dan dihargai oleh masyarakat karena segudang ilmu yang dimilikinya.

Pada era perubahan seperti revolusi industri 4.0 dengan keterbukaan informasi yang tidak terbatas, masyarakat akan memiliki informasi yang cukup untuk mengetahui kondisi kesehatannya sehingga gap pengetahuan antara dokter dan masyarakat  akan semakin sempit.

Oleh karena itu jika tetap menjadi dokter dengan konsep yang sama di zaman yang telah berlalu, maka profesionalitas dokter dan kepercayaan masyarakat akan menurun,  untuk itu konsep ”lifelong learning”  benar-benar harus dihayati dan disiapkan oleh seorang dokter.

 

Apalagi di era industri 4.0 dengan big data, artificial intelligence, ‘robotics’ dan internet of things yang berkembang secara integratif  mendukung layanan dan kenyamanan hidup manusia secara berkelanjutan.

Di sektor medis, kehadiran industri 4.0 ini pun akan turut memberikan perubahan signifikan (terutama dari sisi teknologi medis). Bahkan menurut Asian Hospital & Healthcare Management 2018, perangkat medis kedepannya akan  membentuk the internet of medical things (IoMT).

Suatu teknologi perangkat medis dan aplikasi yang saling terintegrasi dan mampu mempersonalisasikan perangkat medis khusus yang tepat bagi pasien baik untuk deteksi dini penyakit pencegahan dan perawatan, sampai pada proses bedah yang dibantu oleh robot.

 

Akhirnya,  menjadi seorang dokter memang bukan pilihan yang mudah, terlebih menjadi seorang dokter inovatif. Dokter memang sudah berkontribusi di masyarakat melalui pelayanan, namun lebih dari itu, masyarakat juga menantikan kontribusi dan karya –karya dari seorang dokter inovatif untuk kehidupan dan kesehatan yang lebih baik dimasa kini dan masa depan. Selamat Hari Dokter Indonesia, 24 Oktober!

 

Dosen FK Universitas Lambang Mangkurat dan dokter RSUD Ulin Banjarmasin

 

 

Baca Artikel Lainnya

Leave a Comment