Ahli : H. Ahmad  Berpeluang Bebas dalam Perkara Gratifikasi OTT KPK di Dinas PUPR Kalsel

by baritopost.co.id
0 comments 3 minutes read
Ahli hukum dari FH ULM Anang Shophan Tornado, SH, MH saat menjadi saksi meringankan pada perkara gratifikasi yang menyeret Bendahara Tahfis Al'quran Darussalam Martapura H.Ahmad.


Banjarmasin, BARITOPOST.CO.ID – Sidang perkara dugaan suap dan gratifikasi di lingkungan Dinas PUPR Provinsi Kalsel kembali digelar pada Rabu (28/5), dengan menghadirkan ahli hukum pidana dari Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (FH ULM) Banjarmasin, Dr. Anang Shophan Tornado, SH, MH.

Ahli dihadirkan sebagai saksi meringankan dari salah satu terdakwa dugaan gratfikasi hasil OTT KPK di Dinas PUPR Kalsel. H. Ahmad  yang merupakan bendahara Rumah Tahfis Qur’an Darussalam Martapura.

Dalam keterangannya di hadapan majelis hakim yang diketuai Cahyono Riza Adrianto,SH ahli menyatakan bahwa terdakwa H. Ahmad berpeluang kuat untuk dibebaskan dari seluruh dakwaan.

Menurut Anang Shophan,  tidak terdapat bukti yang sah dan meyakinkan bahwa sebagai orang swasta  H.Ahmad melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b, Pasal 11, maupun Pasal 12B juncto Pasal 65 ayat (1) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Penuntut umum lanjut dia tidak menempatkan sebagai pelaku utama, melainkan sebagai pihak yang diduga turut serta. Namun, untuk membuktikan turut serta, harus ada kerja sama sadar dan erat antara terdakwa dengan pelaku utama,

Ia menjelaskan, peran orang swasta dalam perkara ini  hanya sebatas dimintai bantuan menyimpan uang, tanpa mengetahui atau terlibat dalam perjanjian gratifikasi tersebut.
“Tidak ada ‘meeting of minds’ atau niat bersama untuk melakukan kejahatan. Terdakwa hanya menerima titipan uang, bukan bagian dari kesepakatan atau pelaksanaan tindak pidana,” jelas Anang lebih lanjut .

Ditanya penasehat hukum terdakwa Sabri Noor Herman SH MH, mengenai kemungkinan penerapan Pasal 11 dan Pasal 12B UU Tipikor, Anang menegaskan bahwa H. Ahmad bukan pegawai negeri atau penyelenggara negara, dan tidak memiliki posisi strategis dalam pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR Kalsel. Oleh karena itu, unsur esensial dalam pasal-pasal tersebut tidak terpenuhi.
“Pasal 12B mensyaratkan adanya gratifikasi kepada penyelenggara negara, yang dalam kasus ini bukan H. Ahmad. Dia hanya seorang pengurus madrasah, bukan subjek hukum yang relevan dalam pasal tersebut,” tambahnya.

Dengan mempertimbangkan semua fakta hukum tersebut, Anang Shophan menyimpulkan bahwa terdakwa H. Ahmad seharusnya dibebaskan dari segala dakwaan (vrijspraak), atau setidak-tidaknya dilepaskan dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle rechtsvervolging)..

Sementara saksi meringankan yang dihadirkan oleh terdakwa lainnya, Febry Andrean, Prof. DR Basuki Winarno SH MH menekankan, gratifikasi tidak bisa dikaitkan dengan pasal 55 atau turut serta, karena itu lebih ke personil dan yang namanya gratifikasi berhubungan dengan jabatan yang ada padanya.
“Yang namanya gratifikasi itu merupakan person, dan  pasti ada hubungannya dengan jabatan yang dimiliki, sedangkan uang yang dititipkan tanpa ada hubungannya dengan jabatan yang dimiliki tidak bisa dikaitkan dengan pasal 55 dan itu harus dibebaskan,” ujar dosen di Universitas Airlangga Surabaya ini.

Sekadar mengingatkan perkara suap/Gratifikasi di lingkup Dinas PUPR Kalsel ini sendiri mencuat, setelah KPK menggelar OTT di Banjarbaru pada 6 Oktober 2024

Tercatat ada sebanyak enam tersangka yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, yakni Sugeng Wahyudi dan Andi Susanto selaku kontraktor yang diduga menyuap (telah Divonis).

Kemudian empat tersangka lainnya dalam perkara ini adalah Ahmad Solhan (Kepala Dinas PUPR Kalsel), Yulianti Erlynah (Kabid Cipta Karya Dinas PUPR Kalsel), H Ahmad (Bendahara Rumah Tahfidz Darussalam sekaligus pengepul uang/fee) dan Agustya Febry Andrean (Plt Kabag Rumah Tangga Pemprov Kalsel).

Penulis: Filarianti
Editor: Mercurius

Follow Google News Barito Post dan Ikuti Beritanya

Baca Artikel Lainnya

Tinggalkan komentar