Abdul Wahid  : “Saya Tidak Pernah Mengarahkan Fee” Sebut Uang Miliaran Titipan Maliki

by baritopost.co.id
0 comment 3 minutes read

Banjarmasin, BARITO – Dihadirkan sebagai saksi atas perkara OTT, Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) non aktif Drs H Abdul Wahid, mengaku tidak pernah mengarahkan anak buahnya dalam hal ini Plt Kadis PUPRP Kabupaten HSU Maliki untuk meminta komitment  fee  disetiap proyek.

“Saya tidak pernah mengarahkan, baik 5 persen, 10 persen, hingga 15 persen,” ujar Abdul Wahid pada kesaksiannya dengan terdakwa Fachriadi selaku Direktur CV Kalpataru dan Marhaini  Direktur CV Hanamas, pada sidang Rabu (12/1).

Pertemuan dengan  aparat PUPRP lanjut Abdul Wahid  semuanya membicarakan masalah rencana pembangunan bukan menyangkut masalah komitmen fee.

Mengingatkan sebelumnya saksi Maliki mengakui kalau penunjukan kepada dua terdakwa untuk melaksanakan proyek yang dipermasalahkan tersebut atas persetujuan Abdul Wahid dengan ketentuan fee sebanyak 15 persen. Dengan pembagian 10 persen untuk Abdul Wahid dan sisaya 5 persen untuk Plt Kadis PUPRP.

Kemudian, menyangkut floting 8 paket pekerjaan yang sebelumnya diakui Maliki kalau dia yang menunjuk pihak ketiga termasuk perusahan kedua terdakwa sebelum lelang, kemudian diusulkan ke saksi. Dan menurut saksi laksanakan saja asal sesuai fee, juga dibantah Abdul Wahid.

“Saya tidak tahu masalah fee, itu kewenangan Maliki,” ketusnya

Abdul Wahid yang kini dijadikan tersangka oleh KPK RI juga membantah telah menerima uang Rp500 juta dari Maliki untuk jabatan sebagai Plt Kadis PUPRP.

“Saya tidak tahu itu,” ujarnya singkat.

Keterangan Wahid nampak membuat JPU dan majelis hakim mengingatkan saksi soal memberikan keterangan palsu. “Saya ingatkan saudara untuk tidak memberikan keterangan palsu, sebab mungkin saudara sudah tahu konsekuensinya,” ingat JPU Titto Zaelani SH MH.

Walaupun diingatkan, Abdul Wahid dalam keterangannya selalu mengatakan tidak tahu dan bukan dia menyuruh.

Tapi ujar ketua majelis hakim Jamser Simanjuntak SH MH,  fakta persidangan dan menurut keterangan beberapa saksi yang sudah diperiksa, soal komitment fee di HSU merupakan hal yang tidak rahasia lagi, dan berakhirnya pada bupati

“Saya tidak tahu dan tidak pernah memerintahkan Maliki atau yang lainnya  untuk minta fee,” bantah saksi lagi.

Menyangkut barang bukti di rumah Abdul Wahid berupa 33 item uang dengan besaran mulai puluhan dan ratusan juta, hingga miliaran, serta uang ribuan US dolar, apakah menurut jaksa ada keterkaitannya dengan uang fee?

Menjawab Abdul Wahid mengatakan kalau uang itu adalah titipan dan honor dia dari Maliki yang selalu diserahkan ke anak buah atau ajudannya. “Ajudan saya biasanya bilang titipan dari Maliki. Ya sudah saya terima dan simpan. Titipan apa saya tidak tahu,” ucapnya.

Jawaban Abdul Wahid nampak membuat pertanyaan menggelitik salah satu anggota majelis hakim Arif Winarno SH.

“Titipan yang tidak pernah dikembalikan ya pa?  Dan masa sebagai pimpinan bapak mendapat honor dari anak buah,” tanya hakim anggota Arif dan nampak Abdul Wahid tidak bisa menjawab.

Kedua terdakwa tersebut menurut dakwaan mengadakan pertemuan dengan Plt Kadis PUPRP Kabupaten HSU Maliki. Dalam pertemuan tersebut disepakati kalau kedua terdakwa masing masing akan memperoleh proyek  tetapi menurut Maliki pihak Bupati minta  fee sebesar 15 persen dari nilai proyek.

Proyek yang aan dikerjakan tersebut di tahun 2021, diantaranya ada pekerjaan rehabilitasi jaringan irigasi daerah irigasi rawa (DIR) Kayakah Desa Kayakah Kecamatan Amuntai Selatan dengan nilai pagu Rp2 miliar.

Untuk menggolkan proyek tersebut atas persetujuan Abdul Wahid akhirnya perusahaan terdakwa CV Kalpataru ditunjuk sebagai pemenang pekerjaan dengan nilai pekerjaan sebesar Rp1.555.503.400.

Dan berdasarkan kesepakatan, CV Kalpataru menyerahkan fee sebesar Rp70 juta pada tahap pertama, dan Rp170 juta pada tahap kedua yang diserahkan melalui ajudan bupati M Mujib Rianto kepada Abdul Wahid melalui Maliki.

Demikian juga  Marhaini selaku Direktur CV Hanamas juga memberikan fee secara bertahap dengan nilai keseluruhan Rp300 juta kepada Abdul Wahid.

Atas persetujuan Abdul Wahid perusahaan terdakwa yakni CV Hanamas ditunjuk sebagai pemenang pekerjaan dengan nilai pekerjaan sebesar Rp1.971.579.000.

Keduanya diancam dengan pasal 5 ayat (1) huruf a UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi  sebagaimana telah diubah  dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHPidana.

Dan dakwaan kedua  pasal 13 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi  sebagaimana telah diubah  dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang pemberanatsan tindak pidana korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHPidana.

Penulis: Filarianti
Editor : Mercurius

Baca Artikel Lainnya

Leave a Comment