Tata Kelola Rotan Buruk, Kagamahut Kalsel Ajukan Rekomendasi Kebijakan dan Transparansi

by baritopost.co.id
0 comment 5 minutes read

Banjarbaru, BARITO – Tata kelola rotan di Kalimantan Selatan (Kalsel) dinilai masih carut marut. Diantaranya adalah tidak transparan dan sarat praktik monopoli.

Hal ini mengundang keprihatinan Pengurus Keluarga Alumni Universitas Gadjah mada Fakultas Kehutanan (Kagamahut) Kalsel dengan menggelar seminar daring, Kamis (11/6/2020).

Acara dilaksanakan melalui aplikasi Zoom Meeting itu bertajuk “Upaya Perbaikan Tata Kelola Rotan di Kalimantan Selatan”.

Seminar menghasilkan beberapa rekomendasi agar menjadi solusi bagi pemerintah.

“Kami mendorong Pemerintah Pusat agar  membuat sejumlah kebijakan khusus tentang ketentuan ekspor rotan dan produk rotan, serta membangun database yang terbuka, terintegrasi, dan sistematis dalam proses perdagangan rotan dari hulu hingga ke hilir.Jika kondisi ini terwujud, maka monopoli perdagangan dapat diminimalisir,” cetus Ketua Panitia Webinar Galeh Primadani, A.Md, alumni Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) 2014.

Rekomendasi Kagamahut Kalsel itu juga ingin mendorong industri dan perdagangan rotan serta menjamin keterbukaan informasi.

‘Agar rotan dapat menjadi bidang usaha yang sehat, sehingga kesejahteraan masyarakat yang terlibat di dalamnya termasuk petani rotan dapat meningkat, ekologi terjaga, pendapatan negara juga terdongkrak,” tandas alumni UGM 2014 itu.

Galeh mengatakan, tujuan utama webinar adalah sebagai sarana silaturahmi para rimbawan,  wadah saling sharing antara para pemangku kebijakan, akademisi, juga praktisi yang terlibat secara langsung di lapangan guna.

Yakni guna membantu menyelesaikan permasalahan terkait tata kelola rotan di Kalsel.

” Ide ini berawal dari rasa prihatin terhadap buruknya tata kelola rotan di Kalsel dan minimnya tingkat kepedulianperhatian semua stakeholder, baik pemerintah maupun swasta. Kondisi ini daerah berdampak pada kesejahteraan masyarakat petani, maupun tenaga kerja, dan  pada industri rotan,” jelasnya.

Dia yakin, masalah ini dapat diselesaikan dengan melibatkan semua pihak, baik regional maupun nasional.

Acara webinar diikuti peserta dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sumatera, hingga Papua.

Selain itu, dosen dan guru besar Fakultas Kehutanan UGM, UNTAN, ULM,UNHAS, peneliti LIPI, CIFOR, Litbang Hasil Hutan dan Pejabat UPT Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Perekonomian, Kementerian Keuangan, Dinas Perdagangan, Asosiasi Pengusaha Rotan, Asosiasi Pengusaha Mebel dan Kerajinan serta masyarakat umum berpartisipasi pada acara itu.

Empat pembicara meliputi Ir. Hary Budi Wicaksono, M.Si. (Kepala Kanwil Bea & Cukai Kalbagsel, kehutanan UGM ‘83), Dr. M. Zainal Arifin, S.Hut., M.Si. (Kepala BPDAS-HL Barito, Kehutanan UGM ‘90), Tri Wira Yuwati, S.Hut., M.Sc. (Peneliti Balai Litbang LHK Banjarbaru, kehutanan UGM ’95) serta dari bidang industri rotan Ir.Suwarni (PT. Sarikaya Sega Utama, kehutanan UGM ’85)

Keempat pembicara tersebut dimoderatori oleh Rohmatus Rizqy Kisna Yunanta, S.Hut.

Moderator merupakan alumnus Fakultas Kehutanan UGM 2009 yang saat ini berkarya di KLHK UPT Balai Pemantapan Hutan  Wilayah V Banjarbaru, sebagai Pengendali Ekosistem Hutan tingkat ahli.

 

Penghasil Rotan Terbesar

Narasumber pertama, Kepala Kanwil Bea dan Cukai Kalbagsel, Ir. Hary Budi Wicaksono, M.Si. memaparkan, Kalsel merupakan salah satu daerah penghasil rotan terbesar di Indonesia.

Terbitnya Permendag No. 35/M-DAG/PER/11/2011 Tentang Ketentuan Ekspor Rotan dan Produk Rotan dan Permendag No. 44/M-DAG/PER/7/2012 Tentang Barang Dilarang Ekspor menyebabkan terjadinya praktik ekspor rotan setengah jadi secara illegal ke luar negeri.

“Pasar rotan dalam negeri hanya menyerap 30% dari total rotan yang dihasilkan. Keberadaan kedua permendag tersebut justru menjadi boomerang bagi para petani rotan. Kanwil Bea Cukai Kalimantan Selatan menyusun MoU dengan stakeholders yaitu Pemprov Kalsel, Polda Kalsel, Pelindo untuk membangun tata kelola rotan di Kalimantan Selatan,” katanya.

Tata kelola bertujuan membentuk pusat konsolidasi rotan sehingga, agar terwujud keterbukaan dan validitas data tentang dan kapasitas produksi, jumlah rotan yang diserap pasar lokal, dan serta jumlah tidak terserap.

“Hal ini mempersempit ruang gerak penyelundupan rotan ke luar negeri. Penumpukan rotan yang tidak terserap pasar domestik akan diupayakan untuk mendorong pemerintah pusat membuka larangan ekspor dengan skema Pusat Logistik Berikat,” tambahnya.

Pembicara kedua, Dr. M. Zainal Arifin, S.Hut., M.Si. (Kepala BPDAS-HL Barito) memberikan pandangan bahwa rotan dapat menjadi salah satu alternatif tanaman untuk kegiatan RHL, baik di areal lahan kritis dalam kawasan hutan lindung, hutan produksi maupun untuk reklamasi areal bekas tambang. Kedepan, rotan akan mulai dibudidayakan baik di KBR maupun KBD.

Rotan Jernang

Sementara itu, Peneliti Balai Litbang LHK Banjarbaru Tri Wira Yuwati, S.Hut., M.Sc memaparkan salah satu rotan yang potensial dikembangkan, untuk diambil bijinya dan memiliki nilai ekonomi tinggi yaitu Rotan Jernang (Daemonorops draco). Rotan Jernang (Daemonorops draco) menghasilkan getah (dragon blood) yang sangat bermanfaat untuk bahan baku pewarna vernis, porselin, pewarna marmer, bahan baku lipstick dan pembeku darah. Rotan Jernang berbuah pada umur 5 tahun keatas dengan masa berbuah satu tahun sekali.

Setiap pohon dapat menghasilkan 2-3 tandan buah dengan, setiap tandan memiliki berat 0.5 – 1 Kg. Harga biji Rotan Jernang Rp. 125.000,00/kg.

Narasumber terakhir, Ir.Suwarni (PT. Sarikaya Sega Utama)  menuturkan dengan berjalannya waktu, kuota pasar Jepang menurun.

” Kondisi ini menyebabkan, banyak industri rotan banyak yang tutup. Jenis rotan yang dipakai adalah rotan sega diameter 8/12. Perusahaan berusaha berdamai dengan keadaan, yakni memaksimalkan potensi pasar yang ada dan berusaha menyerap sebanyak mungkin pasokan bahan baku mentah yang ada,” ungkapnya.

Namun, tukasnya, perusahaan menyadari bahwa industri rotan semakin sedikit.

Maka daya serap terhadap rotan bulat semakin berkurang.

Perusahaan berusaha menyikapi kondisi pasokan rotan mentah sebagai bahan baku ini. Termasuk harga karena memang kuota cukup besar.

“Walaupun bahan baku tersedia, namun karena pasar ekspor anjlok menjadikan industri rotan tak mampu bertahan lagi. Dari grafik kondisi pasar ekspor 10 tahun terakhir, trendnya cenderung menurun.

Ini otomatis berbanding lurus dengan serapan rotan bulat sebagai bahan bakunya.  Maka akan berdampak langsung terhadap perekonomian pelaku industri dan masyarakat petani rotan,” bebernya.

Penulis: Cynthia

Baca Artikel Lainnya

Leave a Comment