Sungai di Banjarmasin Tercemar Mikroplastik dan Rendah Oksigen

by baritopost.co.id
0 comment 3 minutes read

Banjarmasin, BARITO – Tim Ekspedisi Sungai Nusantara menyatakan kondisi air Sungai Martapura, Sungai Barito dan Sungai Kuin tergolong mengkhawatirkan karena didominasi mikroplastik dan rendahnya kadar oksigen dalam air.

Tim Ekspedisi Sungai Nusantara,
yang dimotori Prigi Arisandi dan
Amiruddin Mutaqqin, melakukan
penelitian di Sungai Martapura, Sungai Barito, dan Sungai Kuin, berkolaborasi dengan LSM Telapak Badan Teritori Kalimantan.

Tim Ekspedisi Sungai Nusantara,
dengan menggunakan sepeda motor, telah mengunjungi 68 sungai di Indonesia, mulai dari Sumatera,
Kalimantan hingga Papua.

“Kami menemukan minimnya sarana pengolahan limbah domestik. Akibatnya ditemukan kontaminasi mikroplastik di
sungai-sungai besar yang ada di
Banjarmasin. Berdasarkan hasil sampel yang kita ambil dari ikan, juga ditemukan mengandung mikroplastik,” papar Prigi Arisandi, yang bersama timnya menyusuri sungai-sungai besar di Banjarmasin dengan menggunakan perahu klotok.

“Ini ancamaan untuk daerah aliran
Sungai Martapura, Sungai Barito
dan Sungai Kuin, bahkan sungai-sungai lainnya, karena kontaminasi mikroplastik sudah masuk dalam air dan ikan,” lanjutnya.

Tidak hanya mikroplastik, tim ini juga menemukan rendahnya oksigen dalam air. “Rata-rata oksigen air sungai yang ada di Banjarmasin hanya 1,5 mg/liter. Sementara untuk kebutuhan ikan memerlukan oksigen 3mg/liter dan standar air minum 4 mg/liter. Sungai di Kalsel, khususnya Banjarmasin jauh dari bawah standar baku mutu,” beber Prigi.

Rendahnya kadar oksigen dalam air dan terkontaminasinya sungai oleh
mikroplastik, imbuh dia, merupakan ancaman bagi masyarakat yang mengonsumsi langsung maupun
menjadikan air sungai menjadi bahan baku air minum.

“Apabila air dengan kualitas demikian masuk ke dalam tubuh, makan dapat mengganggu sistem hormon reproduksi, hormon
metabolisme, dan memicu diabetes
melitus pada manusia,” terang Prigi.

Karena itu, Tim Ekspedisi Sungai Nusantara mengimbau Pemerintah
Pusat, Provinsi maupun Kota Banjarmasin mengambil langkah serius untuk mengendalikan sumber pencemaran limbah
domestik dari permukiman.

Langkah yang diambil, menurut Prigi adalah disetiap kelurahan harus disediakan tempat pembuan sampah (TPS). Kemudian, Pemerintah Daerah perlu mengambil sampah-sampah di sungai dan membangunan IPAL
Komunal.

Anggaran untuk pembersihan sungai itu perlu dialokasikan di
APBD provinsi atau kabupaten/kota. “Memang mahal tapi itulah konsekuensi Kota Seribu Sungai. Pelibatan produsen juga diperlukan,” ujarnya.

Selama perjalanan susur sungai, beber Prigi, timnya menjumpai sampah kemasan sachet dan botol
plastik di sungai, seperti produk Wings, Unilever, Indofood, Mayora, Danone, dan Cocacola.

Industri besar penyumbang sampah ini, menurut dia, harus dilibatkan untuk menyediakan perahu atau
tempat sampah khusus. “Seperti dalam Undang-undang Pengolahan Sampah Nomor 18 tahun 2008. Di situ sudah jelaskan, kalau ada sampah produsen yang tidak bisa diolah secara alami, maka tanggung jawab produsen,” ungkaprnya.

Dikatakannya, Banjarmasin sebagai Kota Seribu Sungai harus memberikan contoh bagaimana hidup harmoni dengan kearifan sungai. “Kita juga punya PP Nomor
22 tahun 2021 tentang Pengelolaan Penyelenggaraan Lingkungan Hidup, yakni disebutkan di atas sungai Indonesia tidak boleh ada
sampah,” terangnya.

Karena di Banjarmasin ini sungai nasional, lanjut Prigi, maka pihaknya mendorong Kementerian PUPR melakukan upaya untuk
menghambat sampah dari parit-parit, masuk ke Sungai Barito.

“Indonesia punya target di tahun 2030 bisa mengurangi jumlah sampah yang mengalir ke laut sampai 70%. Dari tahun 2015,
Indonesia penyumbang sampah plastik ke laut terbesar kedua setelah Cina, setiap tahun kita menghasilkan sekitar 3 juta ton
sampah plastik ke laut. Sumbernya 70% dari sungai. Maka dari sekarang sungai harus dikendalikan,” tutupnya.

Penulis : iman satria
Foto : iman satria

Baca Artikel Lainnya

Leave a Comment