Soal Kisruh Reklame Bando, Ini Empat Kritikan Untuk Pemko Dari Pakar Hukum

Banjarmasin, BARITO – Polemik pembongkaran reklame bando yang dilakukan Pemko Banjarmasin yang berujung ke ranah hukum mendapat sorotan pakar hukum dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Profesor Dr HM Hadin Muhjad SH MHum.

Menurut pakar hukum pidana ini, polemik antara pengusaha reklame dan Pemko Banjarmasin seharusnya tidak terjadi. Dengan membaca banyak pemberitaan tentang kisruh tersebut, ia menyampaikam empat pandangan yang seharusnya diperhatikan pemerintah.

Yang pertama, dalam penataan kota pemerintah itu tidak baik menimbulkan konflik apalagi sampai menyebabkan le ranah hukum yang serius. Dalam kontek ini, reklame bando merupakan bagian dari penataan kota yang tentunya yang memberi izin adalah pemerintah itu sendiri.

Kemudian yang Kedua, pemerintah jangan sampai konflik. Pemerintahan yang konflik itu tidak baik. Pasalnya seperri yang yelah dibacanya dalam pemeberitaan yang dilakukan Ichwan tak sesuai dengan walikota. Bahkan hingga ditarik jabatan.

“Artinya konflik juga di dalam. Pemerintah yg berkonflik itu tentu tak baik, Ini namanya bukan membangun kota. tapi memnangun konflik,” tuturnya saat ditemui di kediamannya, Rabu (24/6).

Ia melanjutkan, Kota-kota besar saja bisa menjaga konflik, kenapa Banjarmasin tidak bisa. Surabaya contohnya, pemerintah disana tidak ingin konflik di masyarakat dalam pembangunan.

Kemudian Ketiga, pembongkaran itu apakah sangat genting atau sudah darurat. Apakah tidak ada kesempatan dialog atau musyawarah tanyanya?

Pembongkaran itu dinilainya begitu tergesak-gesak. Sedangkan soal penertiban bando tersebut juga sudah menghasilkan kesepakatan antara Pemko dan pengusaha dan saat itu masih berjalan.

Walikota juga disorotinya, bahwa pemimpin itu tidak boleh tidak tahu, terkait pembongkaran bando.

Terlebih yang membuatnya heran, pembongkaran itu dilakukan dini hari. Toh jika alasan alasan Ichwan Noor Chalik yang saat itu menjabat sebagai Plt Kasatpol PP pembongkaran secara sembunyi-sembunyi itu dilakukan untuk menghindari bentrok, menurutnya itu adalah sikap yang salah.

Sebab lanjutnya, bahwa tindakan itu sudah diketahui bakal menimbulkan konflik. Akan tetapi tetap saja dilakukan. “Apakah memang sudah terlalu gawat hingga tak bisa ditunda dulu. Kalau menghindari bentrok artinya sudah tau bakal jadi konflik,” bebernya.

Dan yang terakhir, dalam hukum itu ada substansi dan prosedural. Apakah sudah melalui tahapan. harusnya kondisi pandemi CoVID-19 atau virus corona yang saat ini terjadi juga menjadikan salah satu pertimbangan untuk menahan pembongkaran tersebut. Sebab, ujarnya otomatis para pengusaha harus memikirkan nasib karyawannya.

“Harusnya tindakan pembongkaran itu bisa dipikirkan lebih jauh lagi, belum lagi soal Permen PU yang mengatur itu sebelum dibangun reklame bando. Kalau begitu siapa yang salah,” tutupnya.

Penulis: Hamdani

Related posts

Cegah Radikalisme, BNPT Gelar Smart Indonesia Bersatu Bangsaku

Acil Odah Daftar ke Golkar Kalsel Maju Pemilihan Gubernur 2024

Arifin Noor Siap Maju Balon Wali Kota, Jargonnya ‘Banjarmasin Hijau Baiman’