Banjarmasin, BARITO – Komitmen fee sebesar 15 persen yang harus diberikan pihak ketiga untuk mendapatkan pekerjaan dikatakan merupakan aturan dari Bupati HSU Abdul Wahid.
“Kalau menurut Plt Kadis PUPRP Maliki sih itu aturan Pa Bupati,” ujar saksi Didi dan Sulaiman yang merupakan para kontraktor di HSU.
Pernyataan itu dikatakan Didi dan Sulaiman diketika ditanya penasehat hukum Maliki terdakwa OTT di HSU, Mahyudin SH, siapa yang membuat aturan komitmen fee 15 persen, pada sidang Rabu (26/2).
Para saksi juga mengatakan karena aturan merekapun menurut saja. Apalagi ujar para saksi kalau mereka tidak memberikan komitmen
fee maka dipastikan tidan akan mendapat pekerjaan lagi.
“Dari awal mendapatkan pekerjaan di sumber daya air, Maliki sudah memberitahukan kalau kami harus memberikan komitmen fee 15 persen kepada bupati,” ujar mereka.
Mereka juga mengatakan komitmen fee diberikan kepada Bupati Abdul Wahid melalui Maliki.
“Apa engga pernah nanya sampai tidak sama bupati,” tanya ketua majelis hakim Jamser Simanjuntak SH.
Ditanya keduanya mengatakan percaya sama Maliki saja.
Pengalaman, permintaan komitmen fee yang dilakukan bupati masih menurut para saksi dilakukan sejak tahun periode bupati menjabat yakni tahun 2013.
Saksi lainnya Marwoto yang merupakan Kabid Sumber Daya Air PUPRP HSU mengatakan kalau dia memang pernah dipanggil Bupati Abdul Wahid. Malah pernah tengah malam dipanggil ajudan untuk menghadap bupati.
“Saya sudah tidur, dipanggil bupati ke rumah dinas. Disana sudah ada beberapa kabid,” ujarnya.
Saat pertemuan, bupati mengatakam siapapun bisa mengerjakan proyek di sumber daya air, asal sesuai fee yakni 6 plus 5 persen.
Enam persen menurut bupati waktu itu katanya untuk jakarta dan 5 persen untuknya. Namun ditengah jalan berubah menjadi 8 plus 5 persen.
Dikejar JPU KPK RI Tito SH. Jakarta siapa? Saksi menjelaskan untuk menggolkan anggaran di jakarta.
Dalam dakwaanya JPU antara lain menyebutkan kalau terdakwa telah menerima uang dari Marhain selaku Direktur CV Hanamas sebesar Rp300 juta dan dari Direktur CV Kalpataru Fahriadi sebesar Rp240 juta . Pemberian tersebut terkait adanya dua proyek sumber daya air agar kedua perusahaan tersebut dapat mengerjakannya. Pembayarananya tersebut dilakukan secara bertahap.
Pemberian ini sudah diatur dalam komitmen fee antara kedua pemborong tersebut untuk mendapatkan pekerjaan atas persetujuan Bupati HSU Abdul Wahid.
Dimana fee yang disepakati adalah 15 persen dari pagu anggaran. Fee tersebut di peruntukan untuk Bupati dan sebagian dinikmati terdakwa sendiri.
Kedua pimpinan perusahaan yang disidang secara terpisah tersebut terpaksa menyetujui pemberian fee ini agar memperoleh pekerjaan. Proyek yang dikerjakan tersebut di tahun 2021, diantaranya ada pekerjaan rehabilitasi jaringan irigasi daerah irigasi rawa (DIR) Kayakah Desa Kayakah Kecamatan Amuntai Selatan dengan nilai pagu Rp2 Miliar dikerjakan CV Hanamas. Sementara CV Kalpataru ditunjuk sebagai pemenang pekerjaan DIR di Banjang dengan nilai pekerjaan sebesar Rp1.555.503.400
Atas perbuatan terdakwa yang melanggar ketentuan selaku pejabat negara, JPU dalam dakwaannya pertama melanggar pasal 12 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP jo pasal 64 ayat 1 KUHP. Atau kedua melanggar pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Penulis: Filarianti Editor: Mercurius