Sekda Mengaku Banyak Tidak Tahu

by baritopost.co.id
0 comment 3 minutes read

Banjarmasin, BARITO – Kendati dicecer berbagai pertanyaan oleh jaksa maupun majelis hakim,  Sekretaris Daerah Kabupaten Hulu Sungai Utara HM Taufik  yang dihadirkan sebagai saksi lebih banyak mengatakan tidak mengetahui, khususnya soal anggaran.

Berkali-kali Taufik mengatakan tidak tahu apalagi yang berkaitan erat dengan kedua terdakwa, yakni Fachriadi selaku Direktur CV Kalpataru dan Marhaini  selaku Direktur CV Hanamas.

Dia mengakui bahwa baru tahu adanya OTT setelah mendengar kabar dari luar, kalau KPK melakukan OTT di Amuntai termasuk pengeledahan rumah dinas bupati.

Karena banyak tidak mengetahui termasuk kinerja Dinas Pekerjan Umum Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPRP) HSU, JPU menilai cukup sangat menyedihkan.

“Saya kira warga HSU  sangat sedih punya sekda seperti  bapak,” ketus  JPU dari KPK Budi Nugraha.

Saksi juga mengakui kalau dirinya merupakan adik Bupati Abdul Wahid yang menjadi tersangka, begitu juga terhadap Anisah Rasyidah yang merupakan isteri tersangka Abdul Wahid, merupakan Kepala Dinas  Kependudukan dan Keluar Berencana HSU serta anak Wahid yang menjadi Ketua DPRD HSU.

Karena tidak puas terhadap jawaban saksi, JPU KPK yang di komandoi Budi Nugraha SH akan melakukan konprontir keterangan saksi ini dengan saksi lainnya.

Dibagian lain saksi juga menyebutkan bahwa dirinya tidak mengenal dengan kedua terdakwa.

Kesaksiaan ini disampaikan pada sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin, Rabu (8/12), dihadapan majelis hakim yang dipimpin hakim Jamser Simanjuntak, dengan terdakwa yang disidang secara terpisah dan virtual.

Taufik juga mengatakan bahwa kediaman pribadinya juga di geledah oleh petugas KPK dengan membawa uang miliknya sekitar Rp100 juta.

Sementara Hj Hairiah salah seorang saksi lain dari empat saksi yang diajukan, selaku Kasi Sumber Daya Air pada Dinas PUPRP HSU, lebih banyak menguraikan masalah proses pelelangan maupun anggaran yang digunakan untuk proyek yang bermasalah.

Pemenang tender yang dilakukan secara online tersebut, menurut saksi keduanya telah memenuhi syarat baik secara administrasi maupun tehnis.

Soal fee 15 persen, katanya, ia mengetahui dari Maliki selakukan Plt Kepala Dinas PUPRP.

Namun saksi mengaku pernah  menerima uang sebesar Rp34.5000.000 dari Mujib yang merupakan orang suruhan sebagai tanda terima kasih kedua kontraktor tersebut dan uang tersebut sudah dikembalikan kepada penyidik KPK.

Keduanya menurut JPU, diancam dengan hukuman terendah setahun penjara dan tertinggi lima tahun, sesuai dengan pasal 5 ayat (1) huruf a UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi  sebagaimana telah diubah  dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHPidana.

Dakwaan kedua  pasal 13 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi  sebagaimana telah diubah  dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang pemberanatsan tindak pidana korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHPidana.

Kedua terdakwa tersebut menurut dakwaan mengadakan pertemuan dengan Plt Kepala PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara Maliki, dalam pertemuan tersebut disepakati kalau kedua terdakwa masing masing akan memperoleh proyek  tetapi menurut Maliki pihak Bupati minta  fee seebar 15 persen dari nilai proyek. Proyek yang akan dikerjakan tersebut di tahun 2021, diantaranya ada pekerjaan rehabilitask jaringan irigasi daerah irigasi rawa (DIR) Kayakah Desa Kayakah Kecamatan Amuntai Selatan dengan nilai pagu Rp2 Miliar.

Atas persetujuan Abdul Wahid akhirnya perusahaan terdakwa CV Kalpataru ditunjuk sebagai pemenang pekerjaan dengan nilai pekerjaan sebesar Rp1.555.503.400

Dan berdasarkan kesepakatan, setelah pencairan uang muka sebesar Rp346.453.030. terdakwa melalui Mujib Rianto menyerahkan fee pertama sebesar Rp70 juta kepada Abdul Wahid melalui Maliki.

Demikian juga setelah pencairan termin I sebesar Rp1.006.017.752 terdakwa melalui M.Mujib Rianto juga menyerahkan uang fee sebesar Rp170.000.000.kepada Abdul Wahid melalui Maliki.

Sementara Marhaini selaku Direktur CV Hanamas juga memberikan fee secara bertahap dengan nilai keseluruhan Rp300 juta kepada Abdul Wahid.

Atas persetujuan Abdul perusahaan terdakwa yakni CV Hanamas ditunjuk sebagai pemenang pekerjaan dengan nilai pekerjaan sebesar Rp1.971.579.000. Penyerahan uang Rp300 juta tersebut juga dilakukan terdakwa

secara bertahap, sesuai kesepakatan setelah uang  pencairan uang muka sebesar Rp526.949.297 terdakwa melalui M.Mujib Rianto menyerahkan uang fee sebesar Rp125 juta kepada Abdul Wahid melalui Maliki.

Demikian juga setelah pencairan termin I sebesar Rp676.071.352 terdakwa melalui M Mujib Rianto telah menyerahkan uang fee sebesar Rp175 juta kepada Abdul Wahid.

Penulis: Filarianti
Editor : Mercurius

Baca Artikel Lainnya

Leave a Comment