Jurnalisme Bukan Kejahatan, Jurnalis Bukan Penjahat

by admin
0 comment 4 minutes read

Kotabaru, BARITO  – Bujino A Salan, Penasihat Hukum jurnalis Diananta Putera Sumedi alias Nanta (35), membacakan pembelaan bagi kliennya tersebut dalam sidang kedua di Pengadilan Negeri (PN) Kotabaru, Senin 15/6/2020.

“Jurnalis bukan penjahat,” tandas Bujino,”dan jurnalisme bukan kejahatan,” sambungnya.

Kata-kata itu juga yang menjadi judul pembelaannya pada Nanta, membantah dakwaan Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dibacaka Jaksa Muda Erlia Hendrasta pada 8 Juni lalu.
Karena itu, Bujino menegaskan semestinya tidak ada kasus yang menjerat Nanta ini, sebab mekanismenya sudah selesai di Dewan Pers, lembaga yang diberi wewenang oleh Undang-Undang Pers Nomor 40/1999 untuk menyelesaikan sengketa pers.

“Bukannya malah terus bergulir di kepolisan dan kemudian kejaksaan hingga ke persidangan sekarang,” kata Bujino.

Dewan Pers menyelesaikan kasusnya dengan merujuk kepada etika jurnalistik dan menuangkannya dalam lembar Pendapat, Penilaian, dan Rekomendasi (PPR)
Dalam PPR itu Dewan Pers mewajibkan kumparan/banjarhits.id, media tempat Nanta bekerja, untuk memuat hak jawab dari Sukirman, Ketua Majelis Umat Kepercayaan Kaharingan Indonesia (MUKKI).

Sukirman inilah yang melaporkan Nanta ke ke Polda Kalsel, dan belakangan juga ke Dewan Pers. Menurut Sukirman, ia tidak pernah berbicara seperti yang ditulis Nanta di berita ‘“Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel”, dalam link URL https://kumparan.com/banjarhits/tanah-dirampas-jhonlin-dayak-mengadu-ke-polda-kalsel-1sDL0bxLvva.

“Semua rekomendasi Dewan Pers sudah dikerjakan klien kami. Hak jawab dimuat, berita yang dipersoalkan diturunkan, jadi sudah selesai,” kata Hafiedz Halim, anggota Tim Penasihat Hukum Nanta.

Lebih jauh lagi, mengacu kepada Pasal 50 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sendiri, seseorang yang menjalankan undang-undang tidak dapat dipidana. Jurnalis adalah orang yang bekerja mencari informasi untuk kepentingan masyarakat luas di bawah naungan UU Pers.

Selanjutnya Pasal 4 ayat 1 UU Pers menyebutkan kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. Kemudian di ayat 3 disebutkan pers berhak mencari, mengolah, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.

Eksepsi alias bantahan juga dilancarkan penasihat hukum pada kewenangan PN Kotabaru mengadili kasus ini. Dalam dakwaannya pekan lalu, ditegaskan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Erlia, “Sebab mengingat tempat terdakwa ditahan dan kediaman sebagian besar saksi yang dipanggil lebih dekat pada tempat Pengadilan Negeri Kota Baru. Ini sesuai Pasal 84 ayat (2) KUHAP.”

Saat ini Nanta ditahan di Polres Kotabaru sebagai tahanan titipan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kotabaru. Pun dia menjadi tahanan di Polres setelah menjalani proses verbal di Polda Kalsel di Banjarmasin.

“Kalaupun memaksakan ini juga menjadi kasus, maka persidangan mestilah di Banjarmasin, atau di Martapura,” terang Ade Wahyudin dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers yang juga anggota Tim Penasihat Hukum Nanta.

Sidang di Banjarmasin sebab perbuatan sebagai melawan hukum yang dituduhkan pada Nanta terjadi di Banjarmasin. Nanta mewawancarai Sukirman, orang yang kemudian melaporkannya sebab tak berkenan dengan berita yang ditulisnya, di kantor hukum Bujino A Salan di Jalan Jahri Saleh, Sungai Jingah, Banjarmasin.

Kemudian Nanta menuliskan berita itu di rumah kontrakannya yang masuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Gambut, Kabupaten Banjar. Martapura, 40 km timur Banjarmasin, adalah ibukota kabupaten terluas di Kalimantan Selatan itu.

Kotabaru sebagai wilayah hukum PN Kotaaru, dalam hal ini, hanyalah tempat berlangsungnya perisitiwa konflik lahan yang diberitakan Nanta dalam beritanya yang terbit pada laman kumparan.com/banjarhits.id, “Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel”. Nanta menghubungi Kapolres Kotabaru Andi Adnan Syafruddin untuk perimbangan berita yang dibuatnya juga dari Banjarmasin, termasuk menghubungi Humas PT Jhonlin Agro Raya Andi Rudi.

“Alasan utama penetapan tempat sidang adalah locus delicti atau tempat kejadian perkara,” tangas Hafiedz Halim, pengacara muda asal Kotabaru.

Sidang kedua ini masih secara online untuk memenuhi protokol pencegahan wabah COVID-19. Berada di PN Kotabaru Mejelis Hakim yang dipimpin Hakim Elisabeth Batara Randa dan Tim Penasihat Hukum Nanta. Jaksa membacakan dakwaan dari Kejaksaan Negeri Kotabaru di kantornya sementara Nanta ada di Ruang Tahanan Polres Kotabaru, Kalimantan Selatan.

KRONOLOGI KASUS
Nanta ditetapkan sebagai tersangka sebab beritanya yang berjudul ‘Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel’. Konten ini diunggah melalui laman banjarhits.id, pada 9 November 2019 lalu.

Pengadu atas nama Sukirman dari Majelis Umat Kepercayaan Kaharingan Indonesia.
Sukirman menilai berita itu menimbulkan kebencian karena dianggapnya bermuatan sentimen kesukuan.

Pada saat yang sama masalah ini juga telah dibawa ke Dewan Pers. Diananta dan Sukirman datang ke Sekrerariat Dewan Pers di Jakarta, pada Kamis, 9 Januari 2020 lalu guna proses klarifikasi.

Dewan Pers kemudian mengeluarkan lembar Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) yang mewajibkan banjarhits selaku teradu melayani hak jawab dari pengadu dan minta maaf. PPR diterbitkan Dewan Pers pada 5 Februari 2020.

Merujuk kepada UU Nomor 40/1999 tentang penanganan sengketa pers, maka PPR tersebut sudah menyelesaikan semua masalah. Hak jawab pengadu sebagai kesempatan untuk menjelaskan duduk persoalan versi pengadu sudah diberikan. Media, yaitu banjarhits sudah pula meminta maaf dan menghapus berita yang dipersoalkan.

Namun demikian penyidikan polisi terus berlanjut dengan surat panggilan kedua dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalsel, pada tanggal 25 Februari 2020, hingga penahanan Nanta pada 4 Mei 2020. Polisi menjeratnya dengan Pasal 28 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang berisikan ancaman hukuman 6 tahun penjara.
Pada 24 Mei penahanan Nanta dipindahkan ke Kotabaru dan dititipkan di Polres Kotabaru hingga persidangan mulai masuk jadwal persidangan sejak 8 Juni 2020. *

Tim Media dan Publikasi, Koalisi Masyarakat Adat dan Kebebasan Pers

Baca Artikel Lainnya

Leave a Comment