Hutan Kalsel Kurang dari 30 Persen, Revolusi Hijau Melalui Green Public Procurement  

by admin
0 comment 3 minutes read

Banjarbaru, BARITO – Gerakan Revolusi Hijau yang dicanangkan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dilakukan melalui berbagai cara. Termasuk di dalamnya melalui penerapan belanja kebutuhan barang yang ramah lingkungan dan berbagai penghematan.

Pada ” Workshop Teknis Pengembangan Profesionalisme Green Public Procurement untuk Mendukung Revolusi Hijau bagi ASN  Pemprov Kalsel” di Gedung Ideham Chalid Setdaprov Kalsel kemarin, Guru Besar Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat, Gusti Muhammad Hatta menegaskan, komitmen pemerintah daerah tersebut harus didukung dan dipantau oleh media. Karena tanpa pemberitaan dan pemantauan media, maka program pemerintah tidak akan terlihat atau diketahui masyarakat luas.

“Tekad pemerintah daerah sudah bagus. Misalnya, mengurangi pemakaian kertas melalui pelayanan sistem online. Maka gerakan  perlu dilanjutkan. Dan, kalau perlu kita pantau, apakah sudah diterapkan atau belum, agar pemerintah benar-benar menjalankannya,” ujarnya kepada wartawan, kemarin.

Saat ini,  kata Hatta, hutan Kalsel sudah sangat kurang luasnya. Berdasarkan  data Badan Informasi Geospasial,  jelas dia,  hutan di Kalsel kurang dari 30 persen.

“Tetapi kalau dari segi tutupan lahan , luasnya 45 persen. Ini sudah cukup, karena menurut konsep tata ruang tutupan lahan  minimal 30 persen.  Artinya dari segi tutupan lahan,  Kalsel terpenuhi,’’ terangnya.

Cuma kalau bicara hutan, menurut Hatta, masih kurang.  ‘’Jadi hutan yang ada ini jangan dibuka lagi. Hutan hanya difungsikan untuk menjaga erosi supaya tidak banjir, menyerap gas beracun,” paparnya.

Sementara itu Gusmelinda Rahmi dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) mengungkapkan, target Revolusi Hijau tidak akan tercapai jika anggaran untuk pembelian barang dipakai untuk membeli barang tidak ramah lingkungan.

Berdasarkan Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP) Kalsel,  anggarannya untuk kegiatan sebesar Rp 3 triliun.

“Jika tiga triliun di SiRUP itu semuanya dipakai untuk beli barang-barang tidak ramah lingkungan,  maka bisa dipastikan target  Revolusi Hijau tidak akan tercapai.Memulainya harus kita sendiri. Pemerintah kalau punya program harus dimulai dari pemerintah itu sendiri. Jangan hanya menyuruh orang tetapi pemerintah tidak memulainya,” urainya.

Jika Pemprov Kalsel memiliki katalog daerah, maka dia menyarankan agar diisi dengan barang-barang ramah lingkungan.

Asisten Bidang Pembangunan Setdaprov Kalsel, Hermansyah mencontohkan  upaya penghematan oleh Pemprov Kalsel adalah menghemat penggunaan kertas. Kertas yang masih sedikit coretan sebaiknya jangan dibuang. Melainkan dipakai lagi pada bagian yang masih kosong (biasanya dibalik kertas).

Dalam sambutan Gubernur Kalsel Sahbirin Noor yang dibacakan oleh Hermansyah, Pembangunan Hijau Pemprov Kalsel salah sayunya melalui Green Publik Procurement.

Produk Green Procurement  harus menggunakan kayu yang tersertifikasi. Sehingga semua pengadaan barang berasal dari kayu yang legal. Tidak mengandung bahan berbahaya dan berbahan baku yang dapat didaur ulang.

“Juga tidak merusak lingkungan, menggunakan kemasan sederhana dan menyediakan produk isi ulang seperti belanja  menggunakan tas purun atau bakul yang merupakan kearifan lokal, hemat energi dan sumberdaya lainnya selama pemprosesan dan penjualan, green building, perpustakaan digital dan pengurangan buku dan penggunaan lampu LED serta mengganti backdrop atau layar printing dengan videotron atau layar digital,” bebernya.

Hermansyah juga menambahkan, rehabilitasi lahan kritis ditargetkan seluas 35 ribu hektar per tahun. Dengan target ini, dia yakin bahwa lahan rusak di Kalsel bisa ditutup dalam waktu 20 tahun.

“Kalau secara  konvensional baru bisa tertutup 200 tahun. Sekarang percepatannta bisa 20 tahun,” cetusnya.

Selain rehabilitasi lahan kritis, tukasnya, payung hukum juga telah ada yaitu  Perda Nomor 7 Tahun 2018 tentang Gerakan Revolusi Hijau.tya

Baca Artikel Lainnya

Leave a Comment