Banjarmasin, BARITO – Ombudsman RI Perwakilan Kalimantan Selatan menyarankan agar kuota untuk jalur prestasi ditambah. Penambahan untuk jalur prestasi tersebut terutama pada jenjang SMA.
“Prosentasi jalur prestasi pada tingkat SMA sebaiknya ditambah. Karena pada tahap ini siswa sudah ingin mengembangkan minat, bakat dan kompetensinya, sehingga memiliki peluang pada sekolah yang dia tuju,” kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Kalimantan Selatan (ORI Kalsel), Noorhalis Majid, Rabu (10/7).
Ombudsman melihat, prosentase jalur prestasi tingkat SMA terlalu kecil. Sehingga anak yang berprestasi, malahan tidak berani memanfaatkan jalur tersebut.
“Termasuk juga dapat menimbulkan rasa frustasi bagi yang ingin memilih sekolah yang dapat menunjang prestasinya. Mereka khawatir tidak lulus akibat prosentasinya yang kecil,” tegasnya.
Seperti diketahui, ORI Kalsel melakukan pemantauan pendaftaran peserta didik baru ( PPDB) Online 2019 tingkat SMA, dari tanggal 1-3 Juli 2019 lalu.
Sebelumnya, pemantauan juga dilakukan pada PPDB Online tingkat SMP.
Beberapa catatan ORI Kalsel terhadap PPDB Online 2019 diantaranya adalah masih kuatnya anggapan adanya sekolah-sekolah favorit. Anggapan sekolah favorit tersebut sangat kuat di masyarakat terutama sebelum penerapan sistem zonasi.
Hingga kini, imbuh Noorhalis, beberapa sekolah masih dianggap masyarakat ada yang terbaik ada yang biasa saja.
Penyebab masih adanya anggapan sekolah unggulan /favorit menurutnya karena sistem zonasi belum dibarengi dengan kebijakan pemerataan. Misalnya pemerataan guru dan redistribusi guru secara merata.
“Pemerataan fasilitas sekolah, sarana prasaranan, pemerataan kurikulum penunjang, dan sebagainya yang mengarah pada keadilan kesempatan untuk maju. Dampak dari semua ini, tidak bisa dihindari ada sekolah yang masih menjadi rebutan dan ada sekolah yang tidak diminati,” bebernya.
Catatan ORI Kalsel lainnya berkait PPDB online 2019 adalah tidak meratanya distribusi sekolah dan jumlah penduduk.
Hal itu dianggap dapat memberi peluang ada sekolah yang kelebihan pendaftar, ada sekolah yang kekurangan.Sehingga zonasi dengan sistem online ini belum dapat memberikan pemerataan distribusi siswa. Di kota Banjarmasin saja, Ombudsman mendata, untuk tingkat SMP, terdapat kekurangan sejumlah 1.160 siswa.
Disamping itu, tambah Noorhalis, jalur offline setelah online, baik dalam satu zonasi, ataupun lintas zonasi terdekat berpotensi pungli, dan merugikan sekolah swasta. “Karena siswa yang sudah masuk sekolah swasta kemudian menarik diri dan mendaftar ke sekolah negeri. Untuk itu diperlukan pengawasan lebih intensif,” saran Noorhalis Majid.
Selain itu, masalah lainnya pada PPDB online adalah persyaratan harus berdomisili paling sedikit 6 bulan. Hal itu menurut Ombudsman Kalsel, dapat menghambat untuk memilih sekolah terdekat dengan rumah.
Atas beberapa catatan tersebut, Ombudsman menyampaikan agar dinas pendidikan melakukan evaluasi lebih komprehensif untuk perbaikan tahun depan.
“Selain itu, beberapa persoalan yang masih mungkin untuk diperbaiki atau diselesaikan, segera diambil kebijakan yang arif untuk menyelesaikannya,” kata Noorhalis yang juga aktif di Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kalsel itu.
Bagi Ombudsman, hemat dia, waktu tiga tahun penerapan PPDB online sistem zonasi sudah cukup untuk masa beradaptasi. Diharapkan tahun depan sistemnya sudah harus lebih baik dan tidak menimbulkan masalah, apalagi kegaduhan dan polemik.tya