Membedah Pejuang Mustafa Ideham Pemimpin Perang Batakan dan Pendiri Uniska MAB

by baritopost.co.id
0 comment 4 minutes read
Antropolog Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Nasrullah memberikan materi, dalam bedah buku Mustafa Ideham Kisah Gerilya hingga Dunia Pendidikan, di ruang seminar FISIP Uniska Muhammad MAB Banjarmasin, Sabtu (17/6/2023). (foto : iman satria/brt)

Banjarmasin, BARITOPOST.CO.ID – Setelah melalui riset hingga membukukan dalam durasi waktu dua tahun penulisan, buku berjudul Mustafa Ideham Kisah Gerilya hingga Dunia Pendidikan terbit pada April 2023.

Buku yang ditulis oleh Nasrullah dan Pahri Rahman, dibedah di ruang seminar FISIP Universitas Islam Kalimantan (Uniska) Muhammad Arsyad Al Banjari (MAB) Banjarmasin, Sabtu (17/6/2023).

Pahri Rahman mengungkapkan sosok Mustafa Ideham sangat layak diabadikan dalam sebuah buku. Sebab, Mustafa Ideham merupakan pendiri Universitas Islam Kalimantan (Uniska), pemimpin perang Batakan, Kewedanaan Puruk Cahu, pendiri Kerukunan Keluarga Bakumpai (KKB), pendiri Kabupaten Barito Kuala (Batola) dan pengurus legiun veteran.

“Dalam penulisan sebuah biografi, agar lebih variatif saya memilih soft news. Terlebih, sosok Mustafa Ideham yang banyak perjalan hidup dan lika-liku perjuangan. Tentu banyak human interest yang terlihat, akhirnya setelah dua tahun  penulisan buku ini diterbitkan,” papar Pahri Rahman.

Sementara itu, Nasrullah mengatakan sosok Mustafa Ideham memiliki peran dan fungsi sosial yang sangat tinggi di masyarakat. Salah satunya latar belakang berdirinya Uniska MAB memiliki kaitan dengan peristiwa besar nasional pasca perjuangan mempertahankan Republik Indonesia oleh Mustafa Ideham.

Gerakan infiltrasi rahasia ada delapan. Dua di antaranya dilakukan oleh Mustafa Ideham, dalam buku Sejarah Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (Periode perang kemerdekaan 1945-1950), ekspedisi menggunakan kapal layar bertolak dari Tuban pada Februari 1946 dan mendarat di Batakan pada April 1946.

Sementara itu, dalam buku Sejarah Perjuangan Rakyat Menegakkan Kemerdekaan Republik Indonesia di Kalimantan Selatan (periode 1945-1949) dilakukan pada Oktober 1947 berangkat dari Tuban menggunakan dua buah perahu menuju Sungai Kapuas. Selanjutnya, satu perahu menuju ke Banjarmasin.

“Setelah perjuangan mempertahankan kemerdekaan yang terjadi adalah banyak mantan pejuang tidak diakui status kepejuangannya. Jadi, perlu legalitas administrasi publik bermain tetapi catatan perjuangannya tidak ada,” papar Antropolog Universitas Lambung Mangkurat (ULM) ini.

Nasrullah mengungkapkan ketika ada surplus tentara setelah Indonesia merdeka yang disebut pemerintah demobilisasi, sehingga menjadi persoalan baru. Di Kalimantan Selatan, diperlukan 10 ribu tentara. Sementara jumlah tentara ada 40 ribu orang, ada 30 ribu tentara yang harus disisihkan. Yang terjadi adalah 40 perwira ALRI  Divisi 4 Kalimantan lulus dalam pendidikan, sebagian besar banyak minta kembali ke masyarakat.

Baca Juga: Warga Desa Pelajau Baru Puji Blusukan Paman Yani Serap Aspirasi Masyarakat

Nasrullah mengatakan berdasar catatan Letnan Jenderal Purn Zaini Azhar Maulani, tokoh  militer Indonesia dan Kepala Badan Intelijen Negara pada Kabinet Reformasi Pembangunan.

“Beliau mengatakan, saudara sepupu saya seorang pemimpin gerilya yang sangat disegani Kapten Mustafa Ideham mengundurkan diri dengan kehendak sendiri,” cerita mahasiswa doktoral (S3) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta ini.

“Artinya ini ada sindiran kenapa mengundurkan diri. Yang terjadi terjadi ALRI Divisi 4 dilikuiditas menjadi Divisi Lambung Mangkurat, akhirnya Letkol Hasan Basri tidak bisa menjadi panglima, kemudian Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) dari Koninklijk Nederlands-Indische Leger (KNIL) naik pangkat satu tingkat,” beber Nasrullah lagi.

Nasrullah menyebut para pejuang ALRI Divisi 4 diturunkan pangkat satu tingkat. Belied itu ternyata menimpa Mustafa Ideham yang seharusnya mendapat kenaikan pangkat dari Kapten ke Mayor. Justru, malah diturunkan menjadi Letnan Satu. “Dari sini Mustafa Ideham berpikir kalau tidak kuliah tidak bakalan naik pangkat,” katanya.

Kaitannya dengan Uniska MAB, Nasrullah mengatakan sosok Mustafa Ideham menggunakan jangka panjang. Hal  ini sesuatu yang tidak diucapkan Mustafa Ideham, namun Nasrullah dan Pahri Rahman mencoba membentangkan benah merah.

“Ini artinya beliau menyadari karena kekecewaan. Sebagian besar dari demobilisasi yang menjadikan likuidasi ALRI Divisi 4 dan penurunan pangkat,” beber Nasrullah.

“Yang tak terucap namun dilakukan Mustafa Ideham adalah mendirikan Uniska MAB. Tujuannya, agar republik menghargai para putra daerah, untuk mendapatkan penghargaan itu harus menuntut ilmu yang perlu diwadahi dengan mendirikan sebuah perguruan tinggi,” imbuh aktivis Hapakat Bakumpai itu.

Mewakili keluarga, Dr Wahyudin Nor menyampaikan kehadiran buku ini luar biasa karena banyak menemukan hal dari Mustafa Ideham. Pun, terkait dengan berdirinya Uniska MAB, di buku ini sudah bisa menjelaskan secara lebih jernih.

“Apresiasi tinggi kami sampaikan kepada Nasrullah dan Pahri Rahman atas terbitnya buku ini, sehingga bisa dinikmati anak cucunya dan mungkin bisa dibaca oleh adik-adik mahasiswa, sebagai bentuk dan ingin mengetahui bagaimana sejarah terkait perjuangan beliau dan pendirian Uniska MAB,” imbuh Wahyudin Nor.

Atas peran luar biasa dan nama besar Mustafa Ideham tentunya layak diabadikan. Setidaknya menjadi nama gedung di salah satu bangunan, semua kembali kepada mahasiswa-mahasiswi Uniska MAB.

Hadir dalam acara yang digelar oleh Himpunan Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Publik (HMPAP) FISIP Uniska MAB, Ketua Yayasan Uniska H Budiman, Dekan FISIP Uniska Hj Dewi Merdayanty, Wakil Dekan I FISIP Junaidy, Wakil Dekan II Lieta Dwi Novianti, Wakil Dekan III FISIP Uniska MAB M Agus Humaidi.

Penulis : iman satria

Follow Google News Barito Post dan Ikuti Beritanya

Baca Artikel Lainnya

Leave a Comment