Jakarta, BARITOPOST.CO.ID – MUI (Majelis Ulama Indonesia) secara resmi menetapkan Fatwa Pajak Berkeadilan dalam Musyawarah Nasional (Munas) yang digelar pada 20–23 November 2025.
Baca Juga: Danrem 101/Ant Resmikan Renovasi Total TK Kartika V-18, Hadirkan Wajah Baru Pendidikan Usia Dini
Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof Asrorun Niam Sholeh menjelaskan, fatwa ini merupakan respon atas keluhan masyarakat terkait kenaikan PBB yang dinilai tidak sesuai prinsip keadilan.
“Fatwa ini ditetapkan sebagai respon hukum Islam tentang masalah sosial yang muncul akibat adanya kenaikan PBB yang dinilai tidak adil, sehingga meresahkan masyarakat. Fatwa ini diharapkan jadi solusi untuk perbaikan regulasi,” ujar Niam dalam keterangan tertulis..
Prof Niam menegaskan, objek pajak seharusnya hanya dikenakan pada harta yang memiliki potensi produktif atau termasuk kategori kebutuhan sekunder dan tersier. Karena itu, pungutan pajak atas kebutuhan pokok, termasuk sembako serta bumi dan bangunan yang dihuni, dinilai tidak mencerminkan asas keadilan.
Baca Juga: Danrem 101/Ant Resmikan Renovasi Total TK Kartika V-18, Hadirkan Wajah Baru Pendidikan Usia Dini
“Jadi pungutan pajak terhadap sesuatu yang jadi kebutuhan pokok, seperti sembako, dan rumah serta bumi yang kita huni, itu tidak mencerminkan keadilan serta tujuan pajak,” katanya.
Ia menambahkan, secara prinsip, pajak hanya dibebankan kepada warga negara yang memiliki kemampuan finansial minimal setara nishab zakat mal, yaitu 85 gram emas.
MUI juga menyampaikan sejumlah rekomendasi kepada pemerintah, DPR, dan pemerintah daerah. Pertama, perlunya peninjauan kembali beban pajak, terutama pajak progresif yang dianggap terlalu besar dan membebani masyarakat. Kedua, pemerintah diminta mengoptimalkan sumber kekayaan negara serta menindak tegas mafia pajak untuk meningkatkan kemakmuran rakyat.
Baca Juga: Danrem 101/Ant Resmikan Renovasi Total TK Kartika V-18, Hadirkan Wajah Baru Pendidikan Usia Dini
Selain itu, MUI meminta pemerintah dan DPR mengevaluasi berbagai aturan perpajakan yang dinilai tidak adil. Regulasi seperti PBB, PPn, PPh, PKB, dan pajak waris diminta ditinjau ulang agar tidak hanya berorientasi pada peningkatan pendapatan daerah, tetapi juga mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat.
Pemerintah juga diwajibkan mengelola pajak secara amanah dan menjadikan fatwa MUI ini sebagai pedoman dalam perbaikan kebijakan. Di sisi lain, masyarakat diimbau tetap menaati aturan pajak selama digunakan demi kemaslahatan umum.
Bunyi Fatwa, Berikut bunyi fatwa dari MUI soal pajak berkeadilan:
PAJAK BERKEADILAN
Ketentuan Hukum
- Negara wajib dan bertanggung jawab mengelola dan memanfaatkan seluruh kekayaan negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
- Dalam hal kekayaan negara tidak cukup untuk membiayai kebutuhan negara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat maka negara boleh memungut pajak dari rakyat dengan ketentuan sebagai berikut: a. Pajak penghasilan hanya dikenakan kepadawarga negara yang memiliki kemampuan secara finansial yang secara syariat minimal setara dengan nishab zakat mal yaitu 85 gram emas. b. Objek pajak dikenakan hanya kepada harta yang potensial untuk diproduktifkan dan / atau merupakan kebutuhan sekunder dan tersier (hajiyat dan tahsiniyat). c. Pajak digunakan untuk kepentingan masyarakat yang membutuhkan dan kepentingan publik secara luas. d. Penetapan pajak harus berdasar pada prinsip keadilan.
- Pengelolaan pajak harus amanah dan transparan serta berorientasi pada kemaslahatan umum (‘ammah).
- Pajak yang dibayarkan oleh wajib pajak, secara syar’i merupakan milik rakyat yang pengelolaannya diamanahkan kepada pemerintah(ulil amri), oleh karena itu pemerintah wajib mengelola harta pajak dengan prinsip amanah yaitu jujur, profesional, transparan, akuntabel dan berkeadilan.
- Barang yang menjadi kebutuhan primer masyarakat (dharuriyat) tidak boleh dibebanipajak secara berulang (double tax)
- Barang konsumtif yang merupakan kebutuhan primer, khususnya sembako (sembilan bahan pokok), tidak boleh dibebani pajak.
- Bumi dan bangunan yang dihuni (non komersial) tidak boleh dikenakan pajak berulang.
- Warga negara wajib ?menaati aturan pajak yang ditetapkan berdasarkan ketentuan sebagaimanadimaksud pada angka 2 dan 3.
- Pemungutan pajak yang tidak sesuai denganketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan 3 hukumnya haram.
9. Zakat yang sudah dibayarkan oleh umat Islam menjadi pengurang kewajiban pajaksebagaimana diatur dalam ketentuan angka 2 dan 3, (zakat sebagai pengurang pajak).