Implementasi Digipay – Sistem Marketplace Pemerintah Dan Pemberdayaan UMKM

Oleh: Heru Sofjanto

by baritopost
0 comment 5 minutes read

BARITOPOST.CO.ID

Seiring perkembangan teknologi informasi dewasa ini, transaksi belanja pemerintah dengan Uang Persediaan (UP) yang sebelumnya dengan tunai didorong untuk dilaksanakan secara chasless dengan Kartu Kredit Pemerintah (KKP) dan Virtual Account (VA) pada instansi pemerintah.

Dalam perjalanannya, implementasi KKP dan VA mengalami kendala karena satuan kerja (satker) dan vendor belum sepenuhnya terfasilitasi sistem pembayaran digital yang terintegrasi dengan platform belanja online dan perpajakan. Untuk menyelesaikan kendala tersebut serta mendorong Program Bangga Produk Buatan Indonesia dan Digitalisasi UMKM yang dicanangkan Pemerintah, Kementerian Keuangan mengembangkan sebuah platform Digital Payment Marketplace yang dinamakan Digipay.

Digipay merupakan sistem aplikasi pembayaran digital menggunakan Kartu Kredit Pemerintah (KKP) dan/atau CMS Virtual Account yang dikembangkan oleh Kementerian Keuangan bekerja sama dengan Bank Himbara. Ekosistemnya terbentuk dari Satker pengelola Uang Persediaan (UP) APBN dan vendor/toko/warung’/dll (UMKM) dengan berbasis rekening pada suatu bank yang sama. Digipay yang di kembangkan oleh Himbara ini adalah DigiPay002 untuk Bank BRI, DigiPay008 untuk Bank Mandiri, dan DigiPay009 untuk Bank BNI,

Digipay memberikan manfaat kepada beberapa pihak yang terlibat seperti Satuan Kerja (Satker), Vendor UMKM, Bank, Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) dan Auditor. Bagi Satker, manfaat Digipay akan menjadikan seluruh proses yang dijalankan secara otomatis dan lebih efektif, integrasi pengadaan, pembayaran, perpajakan dan pelaporan, simplikasi SPJ dan akan menghilangkan moral hazard. Sedangkan untuk Vendor UMKM, adanya digipay akan menghasilkan kepastian pembayaran, memberikan peluang jadi rekanan di banyak Satker, serta sebagai pinjaman bagi vendor dari bank mitra.

Di masa pandemi, Digipay menjadi solusi bagi UMKM untuk dapat tetap menjalankan Usahanya secara digital, aman dan terpercaya. Digipay mengubah cara pembayaran dari konvensional menjadi cashless (non tunai), mengintegrasikan pengadaan, perpajakan, meningkatkan efesien waktu dan biaya, mengurangi penggunaan kertas, mengurangi interaksi instansi pemerintah dan vendor sehingga meminimalisasi timbulnya moral hazard, serta meningkatkan kaloborasi sektor publik dan privat dalam digitalisasi belanja pemerintah dan pemberdayaan UMKM.

Implementasi Digipay ditandai dengan terbitnya Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan nomor PER 20/PB/2019 tentang Uji Coba Penggunaan Uang Persediaan Melalui Sistem Marketplace dan Digital Payment Pada Satuan Kerja. Sejak dimulainya implementasi Digipay/Marketplace Pemerintah pada bulan April 2021 sampai dengan akhir November 2022, jumlah realisasi belanja pemerintah melalui Digipay secara nasional sebanyak 29.311 transaksi dengan nilai transaksi sebesar Rp56,20 Miliar, terdapat 8.558 Satker pengguna Digipay, dan jumlah vendor yang telah bergabung sebanyak 3.948.

Sedangkan progres implementasi Digipay pada Provinsi Kalimantan Selatan pada penode yang sama, tercatat realisasi sebanyak 5.629 transaksi dengan nominal mencapai Rp6,31 Miliar, 500 Satker yang telah menggunakan Digipay dan 374 vendor yang telah bergabung. Berdasarkan data tersebut, Provinsi Kalimantan Selatan memiliki jumlah transaksi terbanyak tingkat nasional, diikuti Bali dan DKI Jakarta. Sedangkan realisasi jumlah transaksi nominal Provinsi Kalimantan Selatan berada posisi vga besar setelah Bali dan DKI Jakarta.

Namun demikian, implementasi Digipay tidak terlepas adanya sejumlah tantangan. Pertama, mindset yang belum sepenuhnya mau beralih ke transaksi non tunai. Umumnya satuan kerja dan vendor (UMKM) masih memilih bertransaksi secara tunai. Kedua, permasalahan rekening dimana satuan kerja dan vendor harus memiliki rekening yang sama pada salah satu Bank Himbara. Ketiga, aplikasi yang masih dinilai tidak user friendly. Keempat, keterbatasan SDM satker dan vendor yang belum sepenuhnya memahami IT. Kelima, tantangan lainnya antara lain vendor yang tergabung pada Digipay harus memikki beberapa user, padahal terdapat keterbatasan karyawan. Selam itu, di beberapa tempat pilihan barang terbatas dan harga lebih mahal dari harga di pasar.

Dalam rangka menindaklanjuti berbagai kendala tersebut, Direktorat Jenderal Perbendaharaan telah menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor Per-7/PB/2022 tentang Penggunaan Uang Persediaan Melalui Digipay pada Satuan Kerja Kementerian Negara/Lembaga disertai launching aplikasi Digipay Satu.

Dalam penggunaan Digipay Satu, pembeli barang/jasa adalah Kementerian/Lembaga, vendor merupakan UMKM, menggunakan dana Uang Persediaan (UP) milik Satker, opsi pembayaran melalui CMS VA rekening Bendahara atau KKP, metode pembayaran adalah cash on delivery, maksimal transaksi sebesar Rp50 juta jika menggunakan VA dan Rp200 juta jika menggunakan KKP sepanjang terdapat Surat Penanjian Kerja (SPK).

Selanjutnya, kunci keberhasilan implementasi Digipay disamping pengembangan Aplikasi Digipay Satu di atas, diperlukan penguatan SDM berupa sosialisasi dan pendampingan intensif oleh Ditjen Perbendaharaan di daerah (Kanwil DJPb dan KPPN) bersama pihak

Perbankan kepada Satker maupun vendor (UMKM) sehingga dapat memahami dan friendly terhadap mekanisme operasionalisasi sistem Digipay.

Oleh karena itu, diperlukan sinergi dan koordinasi dari berbagai pihak dari pemerintah pusat dan daerah, Bank, Satker maupun UMKM. Pihak perbankan diharapkan dapat memberikan dukungan lebih dalam peningkatan kualitas infrastruktur dan sosialisasi ekonomi digital. Satker sangat diharapkan dengan mulai membiasakan diri untuk bertransaksi menggunakan Digpay. Sedangkan UMKM sendiri juga diharapkan untuk lebih terbuka terhadap budaya bertransaksi secara non tunai. Hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah untuk memberdayakan UMKM secara masif dan membenkan peluang besar bagi pengembangan UMKM sekaligus dapat menaikkan kelas.

Salah satu bentuk dukungan pemerintah adalah dengan simplifikasi persyaratan pendaftaran dokumen UMKM yattu: Nomor Induk Kependudukan (NIK). Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP): jenis rekening yang digunakan tabungan atau giro: Nama bank dan nomor rekening: Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) atau surat keterangan usaha dari kelurahan/RW/RT setempat: dan jenis produk barang/jasa yang akan dijual.

Dengan demikian, sangat diharapkan kepada vendorf, toko, warung (UMKM) untuk memanfaatkan peluang ini sebaik-baiknya untuk segera bergabung menjadi mitra Digipay dengan mendaftarkan diri kepada satuan kerja setempat. Sebaliknya, proaktif dari satuan kerja sangat diharapkan untuk mendorong dan mendaftarkan UMKM langganannya untuk bergabung Digipay.

Hal-hal tersebut diharapkan dapat mendukung terwujudnya cashless society yang merupakan budaya bertransaksi non tunai pada belanja pemerintah. Akhirnya, sukses Digipay, menjadi sukses pengembangan UMKM dan pengelolaan APBN yang efektif dan efisien.

(Kepala Seksi Supervisi Teknis Aplikasi, Bidang SKKI Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Kalimantan Selatan)

Baca Artikel Lainnya

Leave a Comment