Tabalong, BARITOPOST.CO.ID – Deru alat berat masih membekas di ingatan warga Desa Muang, Kecamatan Jaro, Kabupaten Tabalong
Bagi mereka, suara itu bukan lagi tanda kemajuan, tapi tanda berakhirnya penghidupan yang telah mereka rawat bertahun-tahun.
Salah satunya adalah Zaino, petani sederhana yang menanam buah keminting di atas lahan hampir satu hektare. Tanaman itu dulu tumbuh subur dan menjadi sumber nafkah keluarganya.
Kini, yang tersisa hanya tanah gundul dan beberapa batang pohon yang patah diterjang buldoser pembuka jalan.
“Saya cuma bisa melihat saja waktu alat berat datang. Tidak ada yang kasih tahu, tidak ada musyawarah. Semua langsung dihancurkan,” ujarnya lirih sambil menatap hamparan tanah kosong yang dulu penuh hijau.
Nasib serupa dialami Imam, warga lain yang kehilangan hampir seluruh lahannya. “Hancur semua. Sekitar 98 persen tanaman habis. Tidak ada surat pemberitahuan, apalagi ganti rugi,” katanya dengan nada getir.
Kuasa hukum warga, Andi Mahmudi, S.H. dari kantor hukum Hartin & Partners, menegaskan bahwa ratusan batang pohon produktif milik warga kini tinggal kenangan. “Setiap pohon bisa menghasilkan dua ton buah setiap musim. Mereka sudah menanam dan merawat selama tiga tahun, tapi semuanya diratakan tanpa dasar hukum yang jelas,” ujar pria yang juga dikenal sebagai ustad ini saat menemani wartawan berjalan ke lokasi pembangunan jalan baru yang medan nya harus mendaki tanah yang terjal
Menurutnya, pembangunan jalan baru ini justru menimbulkan pertanyaan. “Kalau jalan lama masih bisa digunakan, kenapa harus membelah gunung dan menghancurkan kebun masyarakat? Siapa yang bertanggung jawab atas kerugian ini?” tegas Andi.
Lebih jauh, ia memaparkan bahwa sebagian warga penggugat memiliki Surat Keterangan Tanah (SKT) yang diterbitkan oleh Kepala Desa Muang sebelumnya, sebagai bukti administratif atas kepemilikan sah.
Namun setelah pergantian kepala desa, muncul pengumuman agar seluruh SKT diserahkan untuk diperbarui tanpa penjelasan hukum yang jelas.
“Kebijakan itu menimbulkan keresahan. Warga takut SKT-nya disalahgunakan atau bahkan tidak dikembalikan,” ujar Andi.

Inilah jalan baru yang mesti membelah gunung dan menghancurkan kebun yang dipertanyakan warga,padahal jalan lama sudah ada (Foto Mercy)
Sebagai langkah antisipasi, para warga kemudian membuat “Surat Pernyataan Kesaksian Kepemilikan Tanah”, ditandatangani saksi-saksi yang mengetahui langsung batas dan sejarah lahan mereka.
Dokumen ini menjadi dasar hukum tambahan untuk memperkuat bukti penguasaan dan kepemilikan tanah, sesuai dengan hukum acara perdata.
Kini, warga Desa Muang menempuh jalur hukum dengan menggugat Pemerintah Kabupaten Tabalong.
Mereka menilai proyek jalan yang dilakukan tanpa musyawarah dan ganti rugi layak itu telah melanggar hak dasar warga atas tanah mereka sendiri.
“Kami tidak menolak pembangunan. Tapi jangan sampai hak kami diinjak. Kami cuma ingin keadilan,” tutur Suryanto, putra Zaino, yang kini ikut menjadi penggugat.
Sementara itu, Kepala Desa Muang H. Mujahidin yang coba dikonfirmasi wartawan di kantornya, menurut staf desa, sedang tidak berada di tempat karena menghadiri acara di Koramil.
Upaya konfirmasi lanjutan melalui pesan WhatsApp ke nomor +62 813-489*** hingga berita ini diterbitkan juga belum mendapat tanggapan.
Di bawah langit Jaro yang mulai memerah senja, lahan keminting yang dulu subur kini tinggal debu dan batang patah.
Namun di hati warga Muang, harapan untuk keadilan dan pengakuan hak masih tetap tumbuh—meski di tengah tanah yang telah kehilangan akarnya.
Penulis/ Editor: Mercurius
Follow Google News Barito Post dan Ikuti Beritanya