Banjarmasin, BARITOPOST.CO.ID – Sidang perkara dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan terdakwa Malisa Alima kembali digelar di ruang sidang Kartika Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin, Rabu (20/8).
Sidang dengan nomor perkara 275/pid.sus/2025/PN Bjm tersebut menghadirkan saksi meringankan yang diajukan oleh penasihat hukum terdakwa, Henny Puspitasari SH MH.
Dalam persidangan yang dipimpin hakim ketua Indra Meinantha Vidi SH saksi Zulfian mengatakan mengetahui kasus Malisa vs Ramlah dari media sosial. Ia juga mengaku mengenal Fitriannor terpidana kasus investasi bodong yang sempat viral di Kalimantan Selatan.
Zulfian bahkan mengaku sebagai salah satu korban dari kasus investasi tersebut dengan kerugian sekitar Rp200 juta.
Menurutnya, jumlah korban mencapai 300 orang, namun hanya sekitar 60 orang yang melapor ke Polda Kalsel. “Waktu itu kami para korban membuat grup WhatsApp. Setahu saya, tidak ada nama Ramlah dalam daftar pelapor,” ujarnya.
Padahal, berdasarkan informasi yang beredar, Ramlah disebut mengalami kerugian cukup besar yakni lebih dari Rp2 miliar. Saksi juga menyebut pernah melihat postingan Ramlah yang memamerkan pendapatan hingga Rp1 miliar per bulan.
Usai mendengarkan keterangan saksi, penasihat hukum terdakwa Malisa, Henny Puspitasari, menyatakan masih akan menghadirkan saksi lain. “Rencana hari ini ada dua orang saksi meringankan, tetapi satu berhalangan hadir. Jadi, sidang berikutnya akan kami hadirkan,” ucap Henny.
Majelis hakim kemudian menunda persidangan dan akan melanjutkan agenda pekan depan dengan pemeriksaan saksi tambahan.
Kasus ini bermula dari unggahan Malisa di akun TikTok miliknya pada 23 Maret 2024. Terdakwa mengunggah ulang foto milik Ramlah yang diambil dari Instagram, lalu diedit dengan menambahkan tulisan bernada tuduhan terkait investasi bodong. Unggahan itu disertai caption “Hanyut banar ih dayang nya bungkam kayapa kisah #fypviral #investasibodong” yang kemudian viral.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai unggahan tersebut menyerang kehormatan Ramlah di ruang publik digital. Ahli bahasa Dr. Tititk Wijanarti menyebut, tulisan yang diunggah terdakwa berpotensi merugikan nama baik seseorang. Sementara Ahli ITE Teguh Arifiyadi menegaskan, tindakan terdakwa tergolong kesengajaan karena untuk mengunggah konten di media sosial dibutuhkan proses login dengan identitas pribadi.
Atas perbuatannya, terdakwa Malisa didakwa melanggar pasal 45 ayat (4) UU Nomor 1 tahun 2024 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Penulis: Filarianti
Editor: Mercurius
Follow Google News Barito Post dan Ikuti Beritanya