Primadona Turunan Kelapa Sawit  Menambah Devisa, Petani pun Sejahtera

PABRIK SAWIT-Manajer Kebun PT CPKA Eko Priyanto di Kecamatan Jorong Kabupaten Tanah Laut (Kalsel) saat menjelaskan kepada puluhan wartawan dalam Fellowship Journalist & Training Batch II Tahun 2021 yang digelar BPDPKS, Kamis  (11/11/2021).(foto:sum/brt)

Banjarmasin, BARITOPOST.CO.ID – Salah satu  ekspor Indonesia yang menjadi primadona Indonesia setelah batu bara adalah komoditas Sawit, karena menjadi penopang perekonomian nasional.  Karena dari ekspor di tahun 2020 tadi mencapai sebesar 22,97 Miliar US Dollar (sumber data BPS, GAPKI, dan APBROBI).  Tahun 2019 lalu sebesar 20,22 Miliar US Dollar.

Ini menandakan setiap tahun terus meningkat minyak sawit dan turunannya yang dihasilkan dari petani plasma maupun kebun rakyat. Karenanya sumbangannya mencapai 65 persen dibandingkan kebun negara atau perusahaan.

Begitu juga perkembangan perkebunan kelapa sawit dalam lima tahun terakhir ini di    Kabupaten Tanah Laut (Tala) Kalimantan Selatan ada delapan pabrik perkebunan yang beroperasi. Petani pun dengan mudah menjual hasil panennya kepada pabrik, baik melalui koperasi maupun tengkulak atau langsung dengan perusahaan setempat.

Di tempat berbeda petani generasi kedua, bernama Golda M dari Kalimantan Tengah  (Kalteng) ini mengaku, meski berjuang secara mandiri keluarga tetap semangat mempertahankan kebunnya. Karena kebun sawit yang menghasilkan Tandan Buah Segar (TBS) yang dijual dengan harga cukup stabil sekitar Rp2.500/Kg

“Ya saya hanya meneruskan kebun ayah yang dimulai dari nol, walau pun luasnya hanya beberapa ha namun cukup untuk bertahan dalam menjual hasil tandan dimasa pandemi Covid-19 ini.  Meskipun dalam pengelolaan secara mandiri dan tak ada binaan dari pihak terkait baik perusahaan dan dinas setempat,”sebut perepmpuan ini  via zoom meeting dalam Fellowship Journalist & Training Batch II Tahun 2021 yang digelar BPDPKS, Jumat (12/11/2021).

Kegiatan Journalist yang digagas oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) itu juga meninjau Perusahan kebun PT Citra Putra Kebun Asri (CPKA) di Kecamatan Jorong Kabupaten Tanah Laut (Tala), Kamis (12/11/2021). Di sana Manejer Kebun PT CPKA, Eko Priyanto mengatakan, TBS dapat dipanen setelah pohon berumur 2,5 tahun.

Mereka membeli dari petani TBS itu lalu dipilah dan disortir guna menjadikan Crude Palm Oil (CPO). Beroperasi diatas lahan 3000 ha Hak  Guna Usaha (HGU) pihaknya menghasilkan 22.000/Ton pertahun. “TBS segar dipasok lebih besar dari kebun petani sebesar 60 – 70 persen, sedangkan sisanya dari kebun inti CPKA,”bebernya.

Sedangkan tenaga kerja yang diserap PT CPKA yang berdiri sejak tahun 2014 itu mencapai 600 orang. Sedangkan bibit didatangkan dari Sumatra Utara, kemudian dibuat di polybak selama satu tahun, baru dapat ditanam di kebun.   Sementara saat ditanya isu sawit rakus dan limbahnya, dengan singkat hal itu dibantahnya.

“Jadi sawit ini silakan dibuktikan, toh debit sungai di dekat sungai tidak berkurang. Itu hanya isu dari NGO atau LSM terutama dari luar negeri pesaing ekpor. Sedangkan turunan banyak dapat dimanffatkan kembali, seperti untuk pupuk padat dan cair yakni dari Janjang kosong. Bahkan dapat dibuat bahan kertas jenis kardus.

Belum lagi Cangkangnya untuk bahan baku listrik yang menghasilkan uap 2,8 Bar. Hal itu juga diutarakan Achmad Anshori, pihaknya sangat tergantung listrik dari Boiler yang bahannya dari pecahan biji TBS itu. Bahkan ampas lainnya dapat menjadi biogas dan Bio diesel. Limbah yang alami yang tidak berbahaya itu juga dimanfaatkan oleh pabrik Indomie di Tala sebagai bahan bakar pengganti batu bara, karena gas esmisi rendah.

Ketua Bidang Komunikasi Gabungan Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawit Indonesian (GAPKI), Tofan Mahdi menambahkan dalam  Fellowship Joernalist yang diikuti puluhan wartawan se Kalimantan itu, dengan  peningkatan ekspor ini  terutama dalam bentuk olahan minyak sawit atau turunannya banyak diolah untuk bahan produk lainnya.

“Ini berarti  program Indonesia tercapai  target ekspor komoditas kelapa sawit, terutama  sektor produk turunannya mencapai 60 persen. Dan bukan lagi ekspor sawit mentahnya,” sebut Tofan Mahdi.

Dia mengatakan, industri sawit ini sudah melibatkan sebanyak   2,3 juta berbagai usaha petani dan mempekerjakan 4,4 juta orang. Padat karya itu banyak dilibatkan tidak seperti perusahaan batu bara. Karena semua tak memerlukan pendidikan khusus, namun lebih banyak pada angkutan, produksi dan lapangan.

Bukan saja Tenaga Kerja yang sejahtera, pihak pabrik juga menghemat listrik dari pengolahan sawit dan turunannya itu. Sebab ampas janjangnya dapat dijadikan sebagai bahan bakar boiler yang menghasilkan listrik dannuapnya.

Dengan energi terbarukan atau turunan sawit itu dapat membuat penghematan devisa negara sebesar 3,4 US Dolar atau sekitar Rp 51,73 Triliun melalui mandatori B-20.  “Jadi untuk mandatori B30 ini diperkirakan menghemat sebesar 8 Miliar USD atau sekitar Rp116 Triliun,”pungkasnya.

Penulis : Arsuma

Related posts

Ahli Pidana Tegaskan di Sidang Korupsi Perumda Tabalong: “Yang Bertanggung Jawab Adalah Pemberi Perintah”

Zebra Intan 2025 Berhasil Turunkan Pelanggaran & Kecelakaan Lalu Lintas di Kalsel

Kurir 500 Gram Sabu, Warga Kasturi Banjarbaru Dituntut 10 Tahun Penjara