Banjarmasin, BARITO – Sengketa ibukota Provinsi Kalimantan Selatan semakin serius. Mahkamah Konsitusi menyampaikan undangan dengan agenda mendengarkan keterangan Presiden dan DPR RI pada 12 Juli mendatang.
Menurut Staf Ahli Wali Kota Bidang Hukum, Politik dan Pemerintahan Kota Banjarmasin, Dr Lukman Fadlun. Jadwal tersebut baru didapatkanya dari MK yang disampaikan melalui surat bernomer 309.59/PUU/PAN.MK/PS/06/2022.
“Acaranya mendengarkan keterangan Presiden atau Pemerintah Pusat dan DPR RI terkait undang-undang provinsi yang sudah disahkan,” katanya saat ditemui di Banjarmasin, Sabtu (25/6).
Lukman menyampaikan lagi, proses sidang yang akan datang ini memang cukup panjang. Dan nanti sidang dilaksanakan seperti biasanya yakni secara online. “Cukup lama setengah bulan lebih, atau habis Hari Raya Idul Adha sidang ini dilanjutkan. Mudahan perjuangan ini membuahkan hasil dan kiprah Banjarmasin masih menjadi ibukota Provinsi,” katanya.
Terpisah, Forum Kota Banjarmasin dalam ini yang diwakili Direktur Borneo Law Firm M Fazri, mengaku optimis judicial Review UU Nomor 8 Tahun 2022 Provinsi Kalimantan Selatan yang diperjuangkan Mendapat hasil yang diharapkan yakni membatalkan pemindahan ibukota provinsi Kalimantan. Artinya ibukota masih pada Kota Banjarmasin.
Pihaknya yang sama menerima surat dari MK prihal agenda keterangan Presiden dan DPR pada 12 Juli itu. Meyakinkannya semakin optimis dan pada saat keterangan DPR dan Presiden nanti semoga terbongkar dugaan oknum yang menyelundupkan Pasal dan Kepentingannnya.
“Kita optimis, sidang 12 Juli nanti . Semoga saja terbongkar,” katanya.

Ditanya apakah bila terbukti tentang dugaan penyelundupan pasal itu ada sanksi tegas yang didapati oknum?
Pazri menyatakan, hal itu selesai dengan perdata, ia mengira tidak ada hal yang mengarah pidana. Namun, ia mengecualikan, kalau tujuan penyelundupan ada hal suap-menyuap atau hal kepentingan lainnya, tentu akan berbeda dalam kasus sengketa ini.
“Hemat kami UU Provinsi Kalsel tersebut jelas bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, dan pembentukannya juga bertentangan dengan UUD karena dari tahap perencanaan, Penyusunan, Pembahasan, Pengesahan, dan Pengundangan tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan beserta perubahannya,” tutupnya.
Sekedar diketahui inti dari gugatan ini adalah Bahwa dalam Naskah Akademik Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2022 tentang Provinsi Kalimantan Selatan tidak ada melakukan pengkajian dan menelaah perpindahan ibu kota Provinsi Kalimantan Selatan dari Kota Banjarmasin ke Kota Banjarbaru. Oleh sebab itu Pemko Banjarmasin dan Forum Kota Banjarmasin menganggap Undang-undang tersebut cacat formil dan prosedur.
Alasannya akademis Rancangan Undang-Undang Provinsi Kalimantan Selatan tidak memuat kajian terhadap persyaratan pemindahan ibu kota sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2012 tentang Pedoman Pemberian Nama Daerah, Pemberian Nama Ibu Kota, Perubahan Nama Daerah, Perubahan Nama Ibu Kota, dan Pemindahan Ibu Kota.
Bahwa Naskah akademis pemindahan ibukota seharusnya disusun oleh Gubernur atau Bupati/Wali Kota.
Penulis : Hamdani