Banjarmasin, BARITOPOST.CO.ID – Rakorda (Rapat Koordinasi Daerah) MUI (Majelis Ulama Indonesia) Wilayah V Kalimantan yang berlangsung 18-20 Juli 2025 di Banjarmasin ditutup secara resmi oleh Sekjen MUI Pusat MUI Dr Amirsyah Tambunan, pada Minggu (20/7/2025).
Di Hotel Arya Barito Banjarmasin menjadi lokasi penutupan kegiatan, dan sejumlah petinggi MUI se-Kalimantan menyampaikan pesan dan kesan selama mengikuti kegiatan.
Dimulai dari MUI Kalimantan Barat, yang nantinya pada Tahun 2026 akan menjadi tuan rumah, dilanjutkan dengan MUI Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Utara.
Semua perwakilan MUI tersebut menyampaikan pujian terhadap MUI Kalimantan Selatan, dalam menggelar Rakorda Wilayah V Kalimantan tahun ini. Kemudian, dalam Rakorda itu menghasilkan beberapa rekomendasi cukup menarik dari komisi-komisi untuk disampaikan ke MUI pusat.
Rekomendasi tersebut yang sangat substansial terkait masalah pertambangan. “Sebab semua daerah di Kalimantan ini selalu ada tambang sumber alam,” ucap Sekretaris MUI Kalsel Nasrullah.
“Walaupun di tingkat pusat sudah ada fatwa terkait pertambangan itu, tapi bermunculan usulan-usulan dari kawan-kawan se Kalimantan,” ujarnya.
Sekretaris Jenderal MUI pusat Dr Amirsyah Tambunan menyebutkan, MUI Pusat sudah mengeluarkan Fatwa Nomor 22 Tahun 2011 tentang Pertambangan Ramah Lingkungan, menetapkan bahwa kegiatan pertambangan bisa dihukumi haram jika tidak memenuhi prinsip-prinsip ramah lingkungan dan tidak memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar.
“Fatwa ini menekankan pentingnya keseimbangan antara pemanfaatan sumber daya alam untuk kemaslahatan dan pelestarian lingkungan,” ujarnya.
Dalam Fatwa itu sudah sangat jelas, dimana kegiatan pertambangan harus mendatangkan kemaslahatan (kebaikan) dan bukan kerusakan bagi lingkungan dan masyarakat. Maka dari itu, pelaksanaan pertambangan harus sesuai dengan perencanaan tata ruang, perizinan yang berkeadilan, dan studi kelayakan yang melibatkan pemangku kepentingan.
Kemudian, pertambangan harus dilakukan secara ramah lingkungan, menghindari kerusakan dan pencemaran, serta melakukan reklamasi, restorasi, dan rehabilitasi pasca-pertambangan. Dilahirkan fatwa itu, maka hasil tambang harus dimanfaatkan untuk mendukung ketahanan nasional dan kesejahteraan masyarakat.
Selanjutnya, jika kegiatan pertambangan yang tidak sesuai dengan persyaratan dan tidak memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar, hukumnya haram. “Kalau Kita lihat UUD 1945 pasal 33 ayat 1, 2, 3 dan 4, bahwa kekayaan alam dikuasai oleh negara untuk kesejahteraan rakyat di seluruh nusantara dari Sabang sampai Merauke,” ucapnya.
Namun, kenyataannya sekarang, tambang-tambang itu hanya dikuasai oleh sekelompok orang. Ketika dikuasai sekelompok orang dan tidak didistribusikan untuk kesejahteraan rakyat melalui lembaga yang diamanatkan UU itu. Misalnya diberikan ke ormas Muhammadiyah dan NU, itu harus dikelola secara profesional. Supaya bisa menghasilkan tambang yang tujuannya untuk kemaslahatan umat jangan hanya untuk kepentingan sekolompok orang.