Menko PMK: Tak 100% Berhasil, Bukan Gagal
Banjarmasin, BARITO – Meskipun pemerintah telah melarang masyarakat mudik pada Hari Raya Idulfitri 1442 H, pada kenyataannya masih banyak mereka yang tetap merayakan lebaran di kampung halaman. Mobilitas masyarakat secara lokal juga tinggi.
Anggota Tim Pakar Universitas Lambung Mangkurat (ULM) untuk Percepatan Penanganan Covid-19 Hidayatullah Muttaqin SE, M.Si, Pg.D mengungkapkan, larangan mudik tahun ini faktanya tidak mengurangi mobilitas penduduk selama bulan puasa atau menjelang lebaran.
‘’Berdasarkan data dari Apple Maps dan Google, kebijakan pemerintah (melarang mudik) tersebut belum dapat menekan mobilitas penduduk lebih baik dari situasi di tahun 2020,’’ ujarnya di Banjarmasin, akhir pekan lalu.
Muttaqin menyebut, indeks tren mobilitas Apple Maps mobilitas penduduk dengan menggunakan kendaraan roda dua dan empat sebelum lebaran tahun 2021 jauh lebih tinggi dibandingkan tahun 2020. Perbedaannya mencapai 40 hingga 60 persen.
Sementara dengan menggunakan data mobilitas penduduk di pusat transportasi umum dari google, imbuh dia, mobilitas penduduk pada Ramadhan 2021 lebih tinggi 20 hingga 50 persen dibandingkan tahun 2020.
“Saat pelarangan mudik dari 6 Mei 2021 mobilitas penduduk menggunakan kendaraan dan angkutan umum memang menurun drastis. Tetapi masyarakat sudah mengantisipasi dengan mudik lebih awal, khususnya sejak dilakukannya pembatasan perjalanan dari 22 April,” bebernya.
Alhasil, kata Muttaqin, data Google dan Apple Maps menunjukkan adanya peningkatan signifikan perjalanan menggunakan kendaraan dan angkutan umum hingga sebelum 6 Mei. ‘’Begitu pula mobilitas penduduk di udara mengalami peningkatan yang sangat tajam,’’ ujarnya.
Menurut Muttaqin, larangan mudik hanya menyebabkan menurunnya mobilitas penduduk antarpulau dan antardaerah.
‘’Sebaliknya masyarakat memberikan respon atas larangan mudik tersebut dengan meningkatnya mobilitas lokal,’’ katanya.
Berdasarkan data Google, hal itu ditunjukkan semakin menurunnya durasi mobilitas di area permukiman. Artinya pergerakan masyarakat di luar rumah semakin tinggi.
Sebagai contoh, sebut Muttaqin, mobilitas penduduk ke pasar tradisional, supermarket, toko bahan makanan dan apotek untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga melonjak tinggi melebihi baseline atau situasi normal sebelum pandemi.
“Berdasarkan alasan ini, dapat dikatakan pemerintah belum berhasil mengendalikan mobilitas penduduk sebelum lebaran, sehingga menyebabkan potensi penularan Covid-19 yang lebih tinggi,” paparnya.
‘’Apalagi jumlah kasus baru di bulan Ramadan 2021 naik 11 kali lipat dibandingkan Ramadan 2020. Jadi potensi ledakan kasus Covid-19 di Indonesia pascalebaran juga besar,’’ sambungnya.
Karena itu, Muttaqin menyarankan, testing Covid-19 harus lebih masif seiring tingginya mobilitas masyarakat di momen Lebaran Idulfitri tahun ini.
“Sasarannya penduduk yang bergejala dan pernah melakukan kontak erat. Hal ini penting untuk menekan laju penyebaran dengan melakukan isolasi atau perawatan sebanyak-banyaknya bagi yang dikonfirmasi positif Covid-19,” ujarnya.
Menurut Muttaqin, potensi ledakan kasus tersebut sangat bergantung pada jumlah dan sasaran testing. Jika tingkat testing PCR masih rendah, sebagaimana yang terjadi pada bulan Maret hingga Mei ini, maka jumlah kasus konfirmasi positif Covid-19 hanya berada di sekitar angka 5.000 kasus per hari.
Tetapi jika dilakukan testing lebih masif, maka potensinya akan menjaring lebih banyak orang yang terinfeksi Covid-19.
Tidak menaikkan testing hanya menyebabkan tidak terjadinya lonjakan kasus di atas kertas saja. Dia mengingatkan, kondisi ini menggambarkan keadaan dan penurunan semu yang kemudian akan menjadi bom waktu dengan ledakan yang lebih masif disebabkan banyaknya kasus penularan yang tidak tertangani dan tidak diisolasi.
“Jika itu terjadi, daya tampung rumah sakit rujukan Covid-19 akan jebol sehingga kasus kematian juga melambung tinggi,” katanya.
Sebelumnya, anggota Tim Pakar ULM untuk Percepatan Penanganan Covid-19 Prof Dr dr Syamsul Arifin MPd mengatakan, yang harus menjadi perhatian pemerintah terkait larangan mudik lokal, yaitu kesiapan petugas di lapangan dalam rangka mengamankan kebijakan tersebut.
Menurutnya, jika tidak ada kesiapan petugas lapangan yang matang, kemungkinan larangan mudik lokal malah menjadi faktor yang memperburuk terjadinya penularan Covid-19 karena terjadinya kerumunan-kerumunan pemudik di pos pemeriksaan.
“Banyaknya kerumunan akan menyebabkan pemudik tidak bisa menjaga jarak dengan ketat, sehingga malah semakin memperburuk kondisi terjadinya penularan Covid-19,” beber Guru Besar Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran ULM itu, sebagaimana dilansir Antara, Jumat (14/5).
Di samping aspek kesehatan masyarakat, imbuh Syamsul, petugas di lapangan juga harus menjadi perhatian. Karena jika beban petugas meningkat yang berakibat pada tingkat kelelahan maka dapat berpotensi menurunkan imunitas yang pada akhirnya rentan terpapar Covid-19.
“Diperlukan kematangan dalam perencanaan kebijakan. Jika tidak malah akan menjadi bumerang terhadap upaya-upaya pencegahan penularan Covid-19 itu sendiri. Semoga hal ini dapat menjadi pengalaman berharga untuk menyiapkan kebijakan lainnya terkait pandemi,” katanya.
Sementara itu, Dinas Perhubungan Kota Banjarmasin melaporkan 100 ribu lebih kendaraan keluar masuk di perbatasan Banjarmasin dan Barito Kuala, di wilayah Kayu Tangi dan Handil Bakti, pada libur Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriah.
“Pemantauan sejak pada H plus satu lebaran Idul Fitri, setiap hari,” kata Plt Kepala Dinas Perhubungan Kota Banjarmasin Endri, Ahad (16/5).
Menurut dia, kendaraan yang keluar masuk di daerah perbatasan Banjarmasin-Batola itu didominasi roda dua.
‘’Meskipun arus lalulintas di daerah perbatasan itu cukup tinggi, kondisinya bisa dikatakan masih lancar,” ujarnya.
Menurut Endri, pemantauan kelancaran arus lalulintas di daerah perbatasan memang sudah dilakukan Dishub sebelum lebaran. ‘’Karena adanya larangan mudik lebaran dari pemerintah ini, intensitasnya tidak terlalu padat. Apalagi sebelumnya lebaran, penjagaan diperbatasan diperketat, intensitas keluar masuk sangat berkurang,” ujarnya.
Namun, imbuh Endri, setelah H+1 lebaran hingga kini arus keluar masuk kendaraan di perbatasan kembali tinggi. “Karena sebagian masyarakat kembali beraktivitas kerja,” tuturnya.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengakui kebijakan peniadaan mudik Lebaran 2021 tak sepenuhnya berhasil. Namun, menurutnya, kebijakan larangan mudik Lebaran 2021 ini tidak berarti gagal sama sekali.
“Memang kebijakan peniadaan mudik ini tidak berhasil 100%, tapi bukan berarti gagal sama sekali. Secara umum sudah bagus. Kita juga betul-betul memanfaatkan data historis penanganan peniadaan mudik tahun lalu, termasuk kita perketat jalur-jalur tikus dan kita pelajari secara detail. Kemudian modus operandi mereka yang nekat dengan cara-cara yang menurut mereka kreatif. Tapi sebetulnya itu tidak terbukti juga, sudah kita antisipasi,” kata Muhadjir dalam dialog di sebuah televisi nasional, Ahad (16/5).
Muhadjir mengungkapkan berdasarkan data kepolisian, jumlah pemudik tahun ini berkisar 1 juta orang. Jumlah tersebut berkurang signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Hal itu, imbuh dia, menandakan aturan larangan mudik berjalan cukup efektif.
Di samping itu, pemerintah juga menyiapkan fasilitas tambahan seperti tempat tidur rumah sakit, ruang ICU, serta ketersediaan oksigen. Kementerian Kesehatan juga telah menambah jumlah pelacak (tracer) dari 5.000 menjadi 100 ribu orang.
“Mudah-mudahan ini akan bisa lebih mengefektifkan untuk mencegah terjadinya penyebaran varian baru yang sudah berada di Singapura, Malaysia, Filipina, dan mudah-mudahan tidak sampai seperti yang terjadi di negara yang sangat parah,” ujar Muhadjir.ant/dya
Editor: Dadang Yulistya