‘Menolak Pembakaran Lahan Gambut demi Masa Depan yang Lebih Aman’

Aisya Az zahra

Oleh : Aisya Az zahra *)

PEMBUKAAN lahan gambut dengan cara membakar masih ditemukan hingga hari ini. Praktik ini sering kali dilakukan dengan alasan efisiensi biaya dan percepatan proses pembersihan lahan. Namun, dari sudut pandang lingkungan, kesehatan, dan hukum, tindakan tersebut tidak dapat dibenarkan dalam keadaan apa pun. Pembakaran lahan gambut adalah perbuatan merusak yang membawa konsekuensi jangka panjang bagi masyarakat dan negara.

Karena itu, masyarakat dan pemerintah harus berdiri tegas menolak praktik ini. Secara ekologis, gambut merupakan ekosistem yang sangat rapuh. Terbentuk dari tumpukan bahan organik selama ribuan tahun, lapisan gambut menyimpan cadangan karbon dalam jumlah besar dan berperan penting dalam menjaga keseimbangan hidrologis. Ketika dibakar, api tidak hanya menyala di permukaan, tetapi dapat menjalar hingga ke lapisan bawah tanah dan bertahan selama berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan.

Kondisi ini membuat kebakaran lahan gambut jauh lebih sulit dikendalikan dibandingkan tanah mineral. Dampak ekologisnya sangat destruktif. Pembakaran gambut merusak habitat flora dan fauna, menghilangkan keanekaragaman hayati, dan melepaskan emisi karbon dalam jumlah masif yang berkontribusi signifikan terhadap pemanasan global. Kerusakan ini tidak hanya dirasakan secara lokal, tetapi juga memengaruhi iklim regional dan global.

Dampak langsung juga dirasakan masyarakat. Setiap kali kebakaran gambut terjadi, kabut asap menjadi momok tahunan. Asap pekat yang mengandung partikel halus berbahaya (PM2.5) menyebabkan lonjakan kasus ISPA, asma, bronkitis, hingga pneumonia.

Pada puncak krisis asap beberapa tahun lalu, sekolah harus ditutup, aktivitas ekonomi terhenti, dan penerbangan dibatalkan. Jarak pandang yang menurun drastis turut meningkatkan risiko kecelakaan lalu lintas. Dampaknya tidak hanya jangka pendek, tetapi juga dapat menimbulkan penyakit kronis.

Secara ekonomi, pembakaran lahan yang dianggap “murah” justru memicu kerugian besar bagi negara. Pada tahun-tahun krisis kebakaran besar, kerugian nasional pernah mencapai ratusan triliun rupiah. Angka tersebut mencakup biaya penanganan kesehatan, kerusakan lingkungan, gangguan transportasi, penurunan produktivitas, hingga hilangnya peluang investasi.

Penghematan biaya oleh pelaku pembakaran sama sekali tidak sebanding dengan kerugian nasional yang ditanggung masyarakat.

Dari sisi hukum, Indonesia memiliki aturan tegas. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup melarang pembukaan lahan dengan cara membakar, dengan ancaman pidana hingga 10 tahun dan denda sampai Rp10 miliar.

UU Kehutanan juga memberikan sanksi berat bagi pelaku pembakaran, terutama bila dilakukan dengan sengaja.

Pertanggungjawaban pidana tidak hanya berlaku bagi individu, tetapi juga bagi korporasi. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016 memperkuat mekanisme pemidanaan terhadap badan usaha. Sementara Pasal 88 UU PPLH mengatur strict liability, memungkinkan perusahaan dijerat meskipun unsur kesengajaan sulit dibuktikan.

Sanksi administratif berupa pembekuan atau pencabutan izin usaha harus diterapkan secara konsisten untuk memberikan efek jera.

Sayangnya, penegakan hukum sering menghadapi berbagai tantangan, mulai dari lemahnya pembuktian, keterbatasan pengawasan, hingga kurangnya transparansi. Karena itu, publikasi identitas perusahaan pelanggar harus dilakukan sebagai langkah akuntabilitas publik.

Tindakan ini penting untuk memberikan tekanan sosial, sekaligus meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum.

Pada akhirnya, pembukaan lahan gambut dengan cara membakar tidak memiliki alasan pembenar apa pun. Dampaknya yang merusak lingkungan, mengancam kesehatan, serta menimbulkan kerugian ekonomi menjadikan praktik ini sebagai ancaman nyata bagi masa depan bangsa. Melindungi gambut berarti melindungi kehidupan generasi mendatang.

Penegakan hukum yang tegas dan upaya pencegahan yang konsisten menjadi kunci agar Indonesia terbebas dari bencana asap dan kerusakan lingkungan yang terus berulang. Membakar lahan gambut bukan hanya membakar hutan tetapi juga membakar masa depan kita. (BARITOPOST.CO.ID)

*) Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat

Related posts

Kerusakan Ekosistem Karena Ulah Manusia

Pengelolaan dan Pengaturan Pembukaan Lahan Gambut: Antara Larangan Pembakaran dan Kearifan Lokal di Indonesia

Membakar Lahan, Menjaga Gambut: Mencari Jalan Tengah antara Adat dan Negara