FGD Serukan Reformasi Peradilan Militer Terbuka dalam Kasus Pembunuhan Wartawati Juwita

by baritopost.co.id
0 comments 2 minutes read
Tujuh narasumber saat Focus Group Discussion (FGD) mengawal kasus tewasnya wartawati Juwita di Kota Banjarbaru oleh terpidana Jumran, anggota TNI AL Balikpapan, berharap reformasi peradilan militer lebih terbuka dan transparan. Kegiatan berlangsung di UNISKA MAB, Sabtu (9/8/2025) siang. (foto: sum/brt)

Banjarmasin, BARITOPOST.CO.ID – Kasus pembunuhan berencana wartawati Juwita (23) di Banjarbaru oleh prajurit TNI AL Jumran memang sudah diputus dengan hukuman penjara seumur hidup dan pemecatan pada 16 Juni 2025. Namun, keluarga korban dan pengamat hukum menilai proses peradilan militer yang berjalan cenderung tertutup dan tidak memihak korban.

Menanggapi hal itu, BEM Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari (UNISKA MAB) menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertema “Reformasi Hukum Militer dan Keadilan Substantif: Kajian atas Putusan Pengadilan Militer Nomor 11-K/PM.I-06/AL/IV/2025”.

Acara menghadirkan tujuh narasumber, yaitu:

Lena Hanifah, S.H., LL.M, Ph.D – Akademisi Hukum Perlindungan Hak Perempuan

H Hairansyah, S.H., M.H – Praktisi Hukum dan HAM Kalsel

Uli Parulian Sihombing Rianto – Komnas HAM

Wicaksono – Tenaga Ahli LPSK RI

Dr. Iwan Aflanie, dr., M.Kes., Sp.F, MH – Akademisi Kedokteran Forensik Kehakiman

Dr. Akhmad Munawar, S.H., M.H – Akademisi Hukum Pidana Khusus

Rendy Tisna Aji – Peneliti

Dr. Akhmad Munawar menegaskan, perkara yang melibatkan korban sipil seharusnya disidangkan di peradilan umum, bukan peradilan militer. “UU No. 32 Tahun 1997 memang mengatur peradilan militer, tetapi akses publik sangat terbatas.

Reformasi harus membatasi kewenangan peradilan militer hanya untuk perkara murni militer,” ujarnya.

Kuasa hukum korban, Fazri S.H., M.H, menyoroti fakta forensik bahwa DNA yang ditemukan bukan milik Jumran, serta dugaan adanya pelaku lain. Ia juga memprotes pemindahan terpidana dari Lapas Banjarbaru ke Balikpapan tanpa pemberitahuan keluarga.

Dr. Iwan Aflanie menambahkan, sisa sampel sperma dari tubuh korban seharusnya bisa diperiksa lebih lanjut, misalnya di laboratorium Universitas Airlangga. “Jika masih ada sisa sampel, pemeriksaan lanjutan akan membantu mengungkap fakta baru,” ujarnya.

FGD ini sepakat bahwa regulasi peradilan militer harus direformasi agar lebih transparan, berpihak pada korban, dan memungkinkan keterlibatan peradilan umum dalam kasus pidana yang dilakukan anggota militer terhadap warga sipil.

Penulis: Arsuma
Editor: Mercurius

Follow Google News Barito Post dan Ikuti Beritanya

Baca Artikel Lainnya

Tinggalkan komentar