Dugaan Penerbitan Surat Sporadik Bodong di Sungai Lulut Kian Meruncing, Pelapor Ungkap Bukti Baru

Banjarmasin, BARITOPOST.CO.ID – Dugaan penerbitan surat keterangan sporadik palsu (bodong) oleh pihak Kelurahan Sungai Lulut terus memanas.

Kasus ini bahkan telah dilaporkan secara resmi kepada Wali Kota Banjarmasin, dan kini pelapor kembali memunculkan bukti baru yang memperkuat dugaan adanya pemalsuan dokumen tanah.

Kepada Barito Post, Kamis (13/11/2025), pelapor Muhammad mengungkap bahwa surat perjanjian ikatan jual beli tertanggal 24 Agustus 2011 yang dibuat oleh Fakhrudin diduga palsu. Dalam surat itu tercantum nama Didi Saberi sebagai penjual sekaligus ahli waris almarhum Saberi bin H. Yusuf. Namun, menurut Muhammad, tidak ada dokumen pendukung seperti buku nikah, surat kematian, maupun akta waris resmi yang membuktikan status tersebut.
“Kalau dasar hukumnya saja tidak ada, berarti surat perjanjian dan sporadik itu juga bodong,” tegasnya.

Muhammad menambahkan, surat kematian yang dijadikan dasar pembuatan akta kematian di Disdukcapil pun patut dipertanyakan keasliannya. “Kita mempertanyakan tanggal dan keaslian surat kematian tersebut. Jika surat itu diduga palsu, maka seluruh dokumen turunannya otomatis tidak sah,” ujarnya.

Selain itu, ditemukan pula perbedaan identitas dalam sejumlah dokumen. Dalam salinan KTP, tanggal lahir Didi tercatat 7 Agustus 1975, sedangkan dalam dokumen sporadik tertulis 7 Mei 1975. Perbedaan ini, menurut Muhammad, mengindikasikan adanya rekayasa data untuk memperkuat klaim kepemilikan tanah.

Ia juga menegaskan bahwa penggunaan nama “Didi” diduga merupakan bentuk pemalsuan nama ahli waris. “Nama itu digunakan oleh kelompok mafia tanah untuk menguasai lahan di wilayah Kelurahan Sungai Lulut. Sedangkan tanah milik keluarga Saberi bin H. Yusuf secara hukum fiktif, faktanya tidak ada segelan atas nama Saberi bin H. Yusuf,” ungkapnya.

Diketahui, dugaan pemalsuan pada Sporadik Nomor 45 dan 46/SP KSL/XI/2022 tertanggal 18 November 2022, yang diduga diterbitkan oleh Lurah Sungai Lulut berdasarkan dokumen identitas dan tanah palsu, telah dilaporkan ke Wali Kota Banjarmasin.

Selain Fakhrudin dan Didi, nama Ir. Erham Gazali juga disebut dalam laporan. Ia diduga berperan sebagai koordinator kelompok pengapling tanah bernama YAKKADA, yang hingga kini belum dapat menunjukkan dokumen perjanjian asli. Beberapa surat jual beli tanah tahun 1978 yang dijadikan dasar hukum juga diduga palsu karena tidak sesuai dengan tanda tangan pejabat resmi pada masa itu—mestinya Lurah Sungai Lulut, bukan Kepala Kampung Pengambangan.

Lebih lanjut, pelapor menyoroti kejanggalan pada Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 6156, yang dijadikan dasar penerbitan sporadik. Berdasarkan salinan buku tanah, sertifikat tersebut diduga hasil pemalsuan dari SHM lama No. 98/1981 atas nama Saberi bin H. Yusuf, yang seharusnya berlokasi di Desa Pengambangan, bukan di Kelurahan Sungai Lulut.

“Artinya, secara hukum SHM 6156 yang dijadikan dasar batas tanah atas terbitnya sporadik itu tidak sah dan berpotensi merugikan banyak pihak,” pungkas Muhammad.

Kasus dugaan pemalsuan sporadik ini kini mendapat perhatian luas dari masyarakat. Warga berharap Pemerintah Kota Banjarmasin dan aparat penegak hukum segera menindaklanjuti laporan tersebut agar persoalan tidak semakin meluas.

Penulis: Filarianti
Editor: Mercurius

Follow Google News Barito Post dan Ikuti Beritanya

Related posts

DPRD Batola Konsultasi ke DPRD Kalsel Untuk Kejelasan Status Klinik Utama Setara

Setwan Kalsel Fasilitasi Bappeda Banten Selama Wisata Rakor

Kalsel Jangan Menunggu Bencana, Sumatera Sudah Jadi Contoh