Dimensi Yuridis Kisruh Partai Demokrat

by baritopost.co.id
0 comment 5 minutes read

OLEH: RAHMAD IHZA MAHENDRA

Kekisruhan Partai Demokrat menjadi sorotan publik dengan adanya isu kudeta, kemudin muncul dualisme kepengurusan usai perhelatan Kongres Luar Biasa (KLB) di Sibolangit, Deli Serdang, Sumatara Utara. Dua kubu saling klaim sebagai pengurus Partai Demokrat yang sah. Pertama, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), yang dipilih dalam Kongres 2020. Kedua, Moeldoko yang ditetapkan sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dalam Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang.

Kekisruhan dimulai dari perebutan kekuasaan internal partai politik,sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Partai Politik bahwa apabila terjadi perselisihan sengketa internal partai politik maka diselesaikan oleh internal partai politik yang telah diatur di dalam AD dan ART, penjelasan pada ayat (2) nya bahwa yang berwenang menyelesaikan perselisihan sengketa internal partai politik dilakukan oleh suatu mahkamah partai politik atau sebutan lain yang dibentuk oleh partai politik, dan di tegaskan pada ayat (5) nya bahwa keputusan dari mahkamah partai politik itu bersifat final dan mengikat.Artinya dikatakan secara jelas pada Pasal 32 ini, yakni yang berwenang untukmenyelesaikan permasalahan sengketa internal partai politik adalah mahkamah partai sebagaimana yang telah diatur dalam AD dan ART setiap masing-masing partai politik, dan putusan dari mahkamah partai itu secara tegas dinyatakan Bersifat final dan mengikat, implikasinya adalah tidak ada lagi upaya hukum dari putusan mahkamah partai tersebut.

Problem menjadi muncul ketika kepengurusan KLB mengajukan permohonan keabsahan kepada Kemenkumham. Di sinilah komitmen dari Pemerintah akan diuji, dimana Menkopolhukam Mahfud MD menyatakan Pemerintah tidak akan melakukan intervensi terkait dengan perselisihan kepengurusan Partai Demokrat. Memang Pemerintah akan mengkaji persyaratan administratif yang diajukan oleh kubu KLB. Namun demikian, keputusan yang akan diambil oleh Pemerintah akan melahirkan resiko berat.

Langkah yang menjadi opsi Pemerintah adalah meminta untuk menyelesaikan perselisihan internal melalui mekanisme yang ditentukan dalam UU Parpol. Yang jadi masalah ketika kedua kubu sama-sama bersikukuh tidak mau menyelesaikannya melalui jalur hukum, dengan alasan kepengurusan mereka sah jika dilihat pada AD/ART Partai Demokrat. Tentu ini juga akan membuat Pemerintah pada posisi yang sulit. Jika Pemerintah tidak mengakui salah satu dari dua kepengurusan dari Partai Demokrat, maka dapat dipastikan akan terjadi dualisme kepengurusan Partai Demokrat terus berlanjut.

Adapun wewenang pemerintah dalah hal ini adalah Kemenkumham untuk menyelesaikan persoalan ini tertuang dalam Dalam Pasal 1 angka 2 dan 3 Permenkumham Nomor 3 Tahun 2017 disebutkan pendaftaran partai politik adalah pendaftaran pendirian dan pembentukan untuk mendapat pengesahan sebagai Badan Hukum Partai Politik. Badan hukum partai politik adalah subjek hukum berupa organisasi partai politik yang telah mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

Pasal 2 ayat (1) Permenkumham Nomor 3 Tahun 2017 berbunyi Pendirian Badan Hukum Partai Politik, perubahan AD Partai Politik dan/atau ART Partai Politik, dan perubahan kepengurusan Partai Politik wajib didaftarkan kepada Menteri melalui permohonan Pasal 2 ayat (1) Permenkumham Nomor 3 Tahun 2017. Pendaftaran dilakukan dengan cara mengisi format pendirian Badan Hukum Partai Politik secara elektronik yang memuat data Pemohon; data isian; dan dokumen persyaratan. Misalnya, data isian memuat nama Partai Politik; lambang atau tanda gambar yang tidak mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, atau tanda gambar yang telah dipakai secara sah oleh Partai Politik lain; kepengurusan tingkat pusat; kepengurusan setiap daerah provinsi dan paling sedikit 75% dari jumlah daerah kabupaten/kota pada daerah provinsi yang bersangkutan dan paling sedikit 50% dari jumlah kecamatan pada daerah kabupaten/kota yang bersangkutan; dan lain-lain.

Dokumen persyaratan, seperti surat permohonan yang ditandatangani Pemohon sesuai AD dan ART Partai Politik; satu salinan sah akta notaris tentang pendirian Partai Politik; Surat Keputusan tentang kepengurusan tingkat pusat, daerah provinsi, daerah kabupaten/kota dan kecamatan; dan lain-lain. Menteri melalui Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum melakukan pemeriksaan dan/atau verifikasi terhadap permohonan yang telah dilengkapi dengan dokumen fisik. Seperti dalam pasal 6, Pemohon harus menyampaikan dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) secara fisik kepada Menteri paling lambat sebelum pendaftaran pendirian Badan Hukum berakhir.

Dalam Pasal 21 ayat (1) Permenkumham Nomor 34 Tahun 2017 ini disebutkan secara eksplisit untuk dapat mengajukan permohonan perubahan kepengurusan Partai Politik, Pemohon wajib mengunggah surat keterangan tidak dalam perselisihan internal Partai Politik dari mahkamah partai yang sesuai dengan AD Partai Politik dan/atau ART Partai Politik. Permohonan ini wajib dilakukan pemeriksaan dan/atau verifikasi.

Substansi yang sangat perlu dalam Pasal 22 ayat (1) disebutkan, bila hasil pemeriksaan dan/atau verifikasi dinyatakan bahwa status Partai Politik sedang dalam perselisihan internal,

Menteri tidak memberikan Hak Akses kepada Pemohon. Sebaliknya, bila hasil pemeriksaan dan/atau verifikasi dinyatakan bahwa status Partai Politik tidak sedang dalam perselisihan internal, Menteri memberikan Hak Akses kepada Pemohon.

Menilik dari beberapa kasus sebelumnya, putusan dari pemerintah berujung gugatan ke PTUN, karena dianggap berat sebelah atau syarat akan kepentingan politik dan kekuasaan. Terutama dalam kisruh partai Demokrat saat ini dimana yang berkonflik sendiri adalah Agus Harimurti yudhoyono yang bisa dibilang saat ini oposisi karena berada diluar pemerintahan versus Moeldoko yang posisinya sekarang adalah orang dalam pemerintahan tepatnya kepala staff kepresidenan.

Mengutip pendapat Thompson yang mengungkapkan bahwa peran aktor dalam pelaksanaan suatu kebijakan atau program dipengaruhi oleh kekuatan (power) dan kepentingan (interest) yang dimiliki oleh aktor tersebut. Kebijakan dengan demikian hanya dipandang menjadi milik sekelompok orang atau elit yang mengatasnamakan masyarakat untuk merealisasikan kepentingan 3publik. Awal dari keadaan paradoksal nilai-nilai ini bermula dari kekuasaan (power), kekuasaan untuk memerintah dan mengelola publik dan membuat kebijakan-kebijakan untuk publik. Pemerintah sebagai pengelola kunci bagi negara dan masyarakat seringkali melupakan esensi dari kekuasaan yang dimilikinya. Pembagian kekuasaan (power sharing) seringkali mewujud dalam konteks formalitas dan kalaupun terdapat sharing kekuasaan untuk melakukan aktivitas dan kebijakan publik terkandung pertanyaan keadilan di sana.

Jika dikaitkan dengan kekisruhan ini, keputusan yang dipengaruhi kekuatan dan kepentingan maka pihak Moeldoko sangat memiliki opportunity yang besar untuk mendapatkan pengesahan oleh pemerintah, mengingat pihak AHY adalah orang luar pemerintahan dan enggan untuk berkoalisi. Dengan pengesahan KLB yang menjadikan Moeldoko sebagai ketua maka akan memungkinkan merapatkan partai Demokrat ke dalam koalisi yang mungkin saja merencanakan agenda politik kedepannya.

*) Peneliti Pusat Studi Hukum Dan Demokrasi Banjarmasin (PUSDIKRASI Banjarmasin)

Baca Artikel Lainnya

Leave a Comment