Awasi Konten, Polisi Virtual Dapat Bersinergi dengan Ahli Hukum Pidana 

by baritopost.co.id
0 comment 3 minutes read

Banjarmasin, BARITO – Kehadiran polisi virtual dari Polri untuk mengawasi konten dunia maya menjadi bahasan diskusi Departemen Kajian Islam dan Opini Hukum (KIH), Kelompok Studi Islam (KSI) Al-Mizan Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Jum’at (26/3) siang.

Diskusi melalui aplikasi Zoom Meeting itu merupakan agenda bulanan KIH KSI Al-Mizan ULM sebagai wadah musyawarah dan pengembangan ilmu dari para akademisi mahasiswa, dosen, maupun aktivis.

Pada diskusi yang diikuti sekitar 45 peserta itu, mengemuka gagasan bahwa polisi virtual seharusnya juga melakukan jajak pendapat dengan para ahli dalam hukum pidana.

Hal itu karena setiap orang juga memiliki kebebasan untuk mengeluarkan pendapat sesuai hati nuraninya. Namun tetaplah harus memperhatikan hak orang lain.

Salah satu narasumber ,Daddy Fahmanadie, S.H., LL.M yang merupakan dosen FH ULM berpendapat, kehadiran Polisi Virtual bisa menjadi sarana positif.

“Tetapi bisa pula malah menjadi sarana menambah masalah jika tidak diakomodir dan keseimbangan kepastian hukum yang jelas,” cetus Daddy.

Daddy melihat, sendi-sendi penegakan hukum harus dilakukan dengan cara berdaulat, adil dan sesuai koridor keadilan. “Memang penegakan hukum tidak dilatih tetapi esensi penegakan hukum itu ialah bagaimana supaya tidak merenggut hak asasi manusia,” beber dosen hukum pidana itu.

Sementara itu, Ahmad Mukhallish Aqidi Hasmar, mahasiswa FH ULM yang juga menjadi narasumber mengatakan,

Polisi Virtual bukanlah salah satu sumber ketakutan paling mendasar untuk mengkritisi atau mengomentari kebijakan dari pemerintah. Polisi Virtual, imhuhnya, menjadi tolak ukur bagi warga untuk menyampaikan kritik dan pendapat, bukan hanya sebatas “nyinyir” semata.

“Suatu pendapat harus ada dasar, ada alasan, ada kekuatan dari teori-teori pendukung, sehingga tidak bisa dinilai pernyataan ini menghina, pernyataan ini menghujat dan sebagainya, karena pernyataan kita didasari alasan yang kuat,”katanya.

Sedangkan Diananta, yang bekerja sebagai jurnalis menyarankan agar keberadaan Polisi Virtual harus lebih dipopulerkan dan lebih diperdebatkan lagi.

Bahkan, ujar Diannta, harus diuji dengan pemikiran agar mendapat pemahaman yang utuh mengenai pembahasan UU ITE ini.

“Untuk bisa atau tidaknya UU ITE ini dipersempit agar bisa terhindar dari yang namanya multitafsir, tentulah bisa karena UU ITE ini bukanlah kitab suci, dan dibuat oleh manusia. Kita semua jangan pernah takut untuk berekspresi di media sosial asalkan itu sesuai dengan fakta dan data yang ada,” ungkapnya.

Sementara itu, dosen UNISKA Muhammad Arsyad Al Banjary Banjarmasin, Uhaib As’ad menegaskan agar mahasiswa jangan hanya aktif di ruang kelas. Mahasiwa, tekan dia,  bukan hanya sekedar mengisi presensi dan mengisi kursi kosong dikelas.

“Sebagai mahasiswa selain sebagai agent of change, akan tetapi juga sebagai penjaga nilai dan penjaga moral untuk di negara ini. Kita terbuai oleh libido demokrasi yang dikultus dan digaung-gaungkan, nyatanya demokrasi tidak semanis ucapan politisi, dengan kepentingan kapital, termasuk oleh pemodalnya hari ini,” tandasnya.

Kemudian Direktur WALHI Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono menambahkan, Polisi Virtual maupun UU ITE memiliki sisi positif untuk meminimalisir kejahatan di dunia online.

“Akan tetapi tetaplah harus diatur dengan kepastian hukum yang bijak bukan “picak”. Tujuan hukum adalah untuk keadilan, manfaat dan kepastian hukum. “Polisi tidur saja bikin susah, apalagi kalau bangun”. Tetap selalu mengingatkan dan saling menguatkan,” sarannya.

Fitria Ananda selaki moderator kemudian menyimpulkan isi dari diskusi yang berlangsung hingga pukul 16.30 WITA itu.

Fitria menuturkan, demi tertibnya kehidupan bermasyarakat dan sosial, terbuka selalu kemungkinan untuk menambah, mengurangi, mengubah untuk penyempurnaan UU ITE itu sendiri atau Polisi Virtual.

“Maka dibutuhkan suatu payung hukum yang memadai untuk menjaga dan mengawal ruang digital kita agar digunakan untuk hal-hal yang aman, bersih, kondusif, produktif, dan bermanfaat bagi masyarakat. Di sisi lain, harus mampu menjamin pemenuhan rasa keadilan masyarakat,” pungkasnya.

Penulis: Cynthia

Baca Artikel Lainnya

Leave a Comment