Tak Puas Hasil Pilkada, Hak Calon Gugat ke MK

by baritopost.co.id
0 comment 3 minutes read

Banjarmasin, BARITO – Menyikapi dinamika politik pasca Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 9 Desember 2020. Bagi pasangan calon (paslon) kepala daerah dan wakil kepala daerah yang merasa tidak puas dengan hasil pilkada, maka bagi paslon mempunyai hak yang sama untuk melakukan gugatan sebagai pemohon ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Khusus untuk gugatan pada Pilkada Tahun 2020 sebagaimana UU Nomor 6 Tahun 2020 tentang Perpu Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pilkada Serentak sebagai perubahan dari UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, termasuk terkait bahaya kesehatan karena pandemi virus Corona (Covid-19) dan jadwal kegiatan Pemilukada, yang salah satunya adalah batas waktu gugatan terhadap sengketa di Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur ditetapkan jadwalnya dari tanggal 16 Desember 2020 sampai dengan 6 Januari 2021 dengan materi gugatan yang dilakukan terkait selisih perhitungan suara dan batasan selisih perhitungan sampai dengan 1,5 persen.

Kondisi pasca Pilkada 2020 ini lah yang dicermati Pengamat Politik Banua H Puar Junaidi, S.Sos melalui rilisnya kepada wartawan di Banjarmasin, Rabu (16/12/2020).

Puar mengungkapkan, untuk mengajukan permohonan gugatan itu, maka bagi pasangan calon mengajukannya ke Mahkamah Konstitusi (MK), karena MK adalah lembaga yang memiliki kewenangan di dalam penanganan sengketa Pilkada pasca perhitungan suara sesuai UU Nomor 7 Tahun 2017.

Disebutkan Puar, putusan MK dapat berupa, yakni 1. putusan bisa tidak diterima karena (eksepsi) sanggahan atau bantahan tergugat. 2. gugatan bisa ditolak dan 3. gugatan dapat dikabulkan.

“Pihak yang bersengketa adalah antara pemohon (paslon) melawan Komisi Pemilihan Umum (pengacara negara/kejaksaan),” sebut Puar.

Lanjut Puar, KPU dapat melakukan sanggahan, yakni 1. bahwa dalam perhitungan suara mulai dari tingkat TPS tidak ada permasalahan yang timbul dan semua saksi dari masing-masing pasangan calon telah menandatangani hasil perhitungan suara serta ada kehadiran Bawaslu dan saksi-saksi yang lain yang melihat jalannya perhitungan suara oleh petugas TPS. 2. demikian juga pada saat perhitungan suara di tingkat kecamatan diikuti oleh saksi pasangan calon, Bawaslu dan yang melihat menyaksikan jalannya perhitungan suara serta aparat dari Babinsa dan Binmas setempat, sehingga tidak ada celanya dan cacat dari hasil verifikasi dan diapresiasi oleh lembaga yang kompeten. 3. jika terkait dengan tidak adanya saksi, baik di tingkat TPS atau pada tingkat kecamatan sampai pada perhitungan tingkat kabupaten dan provinsi, itu murni merupakan kesalahan pasangan calon yang tidak menggunakan haknya karena undang-undang telah memberikan kesempatan yang sama kepada pasangan calon untuk menggunakan hak-haknya di dalam menempatkan saksi, baik pada TPS, KPPS dan seluruh tahapan yang dilaksanakan KPU dan 4. apabila pemohon melakukan gugatan termasuk terhadap laporan yang telah ditolak oleh Bawaslu, baik di daerah maupun Bawaslu Pusat, itu bukan ranah kewenangan dari sengketa yang ditangani oleh MK.

Karena itu Puar Junaidi menegaskan, hak-hak tergugat yang merasa dirugikan atas gugatan itu dari pasangan calon dapat melakukan gugatan balik secara hukum, apabila penggugat (pemohon) ditolak oleh MK atas gugatannya.

Puar menambahkan, selain itu pasangan calon dapat melakukan gugatan atas pemberitaan-pemberitaan di media sosial atau elektronik atau cetak dengan pernyataan-pernyataan ada kecurigaan.

“Terjadi kecurangan ini sudah merupakan perbuatan yang tidak menyenangkan, karena tidak memiliki dasar secara administrasi dari lembaga yang berkompeten atas kecurigaan itu, yang tujuannya melakukan pembusukan atau pembunuhan terhadap karakter pasangan calon dapat dilakukan gugatan, baik pidana atau perdata,” pungkasnya.

 

Rilis/Sopian

Baca Artikel Lainnya

Leave a Comment