Sri Mulyani Jawab Tudingan Pemerintah Goblok Usai Ambil Freeport

by admin
0 comment 7 minutes read
Presiden Jokowi umumkan Indonesia sah miliki 51 persen saham Freeport di Istana Merdeka, Jakarta. (Foto: Jihad Akbar/kumparan)

Menteri Keuangan Sri Mulyani angkat suara atas kritik yang dialamatkan kepada pemerintah usai berhasil membeli 51,2 persen saham PT Freeport Indonesia (PTFI) dengan nilai USD 3,85 miliar.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini pun teringat pesan sang ibu tentang kritik yang diterima oleh pemerintahan Presiden Jokowi terkait keputusan divestasi PTFI.

“Kalau ada pengamat menyampaikan bahwa yang diperjuangkan dan dilakukan oleh pemerintah dibawah Presiden Jokowi adalah tindakan dan keputusan goblok, saya hanya ingat nasihat almarhum Ibu saya: Seperti pohon padi, semakin berisi semakin merunduk, semakin kosong semakin jumawa,” tulis Sri Mulyani di akun Facebook-nya, Kamis (27/12).

Proses negosiasi untuk memiliki 51 persen saham PTFI bukan perkara mudah. Apalagi di dalam negosiasi terdapat klausul pembangunan smelter, kepastian penerimaan negara dan investasi, serta perpanjangan operasi 2X10 tahun melalui Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK)

Sri Mulyani mengaku proses negosiasi ini melibatkan beberapa lintas kementerian lembaga, termasuk PT Inalum (Persero) sebagai holding BUMN pertambangan.

PT Indonesia Asahan Alumunium, Freeport McMoran Inc, dan PT Rio Tinto Indonesia menandatangangani Sales Purchase Agreement (SPA). (Foto: Resya Firmansyah/kumparan)

Kementerian ESDM di bawah komando Ignasius Jonan melakukan negosiasi dari aspek pengalihan Kontrak Karya (KK) menjadi IUPK dan kontrak pembangunan smelter.

Menteri BUMN Rini Sumarno dan jajaran BUMN beserta Kemenkeu, menangani struktur transaksi divestasi 51 persen, dimulai dari pembentukan holding pertambangan Inalum. Kemudian menunjuk Dirut Inalum Budi Gunadi Sadikin untuk meneliti kontrak Freeport McMoran (FCX) dengan Rio Tinto untuk melakukan valuasi yang adil dan transparan, sehingga dapat diterima oleh semua pihak di dalam dan luar negeri.

Lanjut Sri Mulyani, Menteri BUMN dan Inalum juga mengusulkan dan menyelesaikan struktur transaksi pengambilalihan antara Rio Tinto-FCX dan FCX-Inalum, juga pembagian porsi yang akan dimiliki oleh Pemerintah Daerah (Provinsi Papua dan Kabupaten Mimika).

“Menteri BUMN dan Menkeu mengawal penerbitan obligasi Inalum untuk pembelian saham 51 persen, termasuk penanganan Rating Agency Moodys dan Fitch untuk mendapatkan rating obligasi global dari Inalum agar mendapat rating terbaik sesuai dengan rating Sovereign RI. Menkeu beserta jajaran DJP meneliti transaksi Rio Tinto-FCX dan Inalum untuk menetapkan status kewajiban perpajakannya,” tuturnya.

Sri Mulyani juga menyebut Tim Hukum Kemenkeu bersamaan Tim Kemenkumham dan BKPM juga harus mencari jalan bagaimana menjalankan Undang-undang 4 Tahun 2009 yang menetapkan pemakaian “prevailing law”, namun dilain pihak penting untuk memberikan kepastian investasi dan penerimaan negara hingga 20 tahun mendatang.

Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLH) Siti Nurbaya dan jajaran Kementerian KLH melakukan negosiasi aspek lingkungan, meneliti praktik dan persetujuan masa lalu, namun harus menjamin operasi ke depan yang lebih baik dari segi lingkungan.

“Saya menghitung sejak pertengahan 2017 hingga Desember, lebih dari 34 kali pertemuan dan rapat di internal Kemenkeu, antar Kementerian dan Lembaga dan Pemda Papua dan Mimika, dengan pihak FCX dan Rio Tinto, Lembaga Rating dll. Belum rapat di internal ESDM, BUMN, KLH, dan rapat di tingkat Menko,” sebutnya.

Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan Republik Indonesia. (Foto: PRAKASH SINGH / AFP)

Dalam proses perundingan 4 poin dengan PTFI, Sri Mulyani menyebut Presiden Jokowi memberi arahan yang jelas. Pemerintah ingin memperjuangkan sebesar-besar kepentingan bangsa dan negara, termasuk kepentingan rakyat Papua. Tidak ada kepentingan pribadi atau kelompok yang boleh menunggangi.

“Sungguh suatu perintah yang sangat jelas dan memberikan kekuatan moral dan politik kepada para menteri untuk bernegosiasi secara tegas, fokus, berwibawa, dan konsisten tanpa konflik kepentingan dan unsur korupsi. Tidak ada perundingan melalui pintu belakang,” sebutnya.

Rencana divestasi PTFI telah dilakukan beberapa kali sebelum era Presiden Jokowi, namun hasilnya tidak mencapai titik temu. Proses negosiasi terdahulu, ungkap Sri Mulyani, selalu terbentur dengan sensitif politik, hukum, ekonomi, sosial, dan keamanan. Kemudian, berbagai kepentingan sudah mengakar tidak hanya dari dalam negeri, namun juga menyangkut perusahaan global FCX yang listed di New York Amerika Serikat.

Bahkan, FCX sudah melakukan kerja sama operasi dalam bentuk participating interest dengan Rio Tinto, sebuah perusahaan pertambangan global yang terdaftar di bursa saham Australia, London (Inggris), dan New York (AS).

“Divestasi pernah dicoba dilakukan pada masa lalu, namun gagal dan hanya menguntungkan segelintir pihak. Pembangunan smelter juga sudah diupayakan semenjak masa lalu, namun tidak pernah terjadi dengan berbagai alasan,” tegasnya.

Sri Mulyani kembali menekankan solidnya tim negosiasi pemerintah dan BUMN untuk memperjuangkan penguasaan saham mayoritas PTFI. Tim ini bekerja keras menghadapi tim PTFI yang juga tangguh-tangguh. Setelah proses panjang, akhirnya saham mayoritas PTFI dikuasai Indonesia. Termasuk kesepakatan pembangunan smelter dalam kurun 5 tahun ke depan dan perpanjangan operasi 2X10 tahun melalui rezim IUPK.

“Saya bangga sebagai anak bangsa Indonesia yang ikut berjuang dalam proses yang tidak mudah dan penuh tantangan. Saya bangga dengan kepemimpinan Presiden Jokowi yang memberikan arahan lurus, jujur, dan tegas,” tutupnya.

 

sumber: kumparan.com

Baca Artikel Lainnya

Leave a Comment