Masyarakat HST Istighosah Selamatkan Meratus, Walhi Desak Izin Tambang Dicabut

by admin
0 comment 3 minutes read

Barabai, BARITO-Ratusan masyarakat Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) menggelar istighosah di halaman Masjid Agung Riadhusshalihin, Barabai, Kamis (11/10). Berbagai kalangan berkumpul memanjatkan doa bersama demi menyelamatkan pegunungan Meratus dari tambang batu bara.  Istighosah ini  merupakan bagian dukungan terhadap gerakan penolakan tambang batu bara di HST.

Istighosah dihadiri para ulama, pimpinan pondok pesantren, dan  organisasi keagamaan di HST, di antaranya ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) HST, Pimpinan Nahdlatul Ulama dan Pimpinan Muhammadiyah setempat.  Istighosah dan doa bersama dipimpin KH Mokhtar, pengasuh Pondok Pesantren Ibnul Amin Pamangkih.
Ketua Pelaksana Istighosah, Ali Fahmi, mengatakan, penyelenggaraan acara  ini bersifat partisipatif dan tidak ada unsur politis. “Ini murni gerakan masyarakat yang peduli pada kelangsungan kehidupan di Bumi Murakata. Mengapa Istighosah? Ini adalah langkah yang sesuai dengan ciri masyarakat Kalsel yang damai, menghindari kericuhan aksi massa,’’ ujarnya.

Dia mengatakan, masyarakat HST sangat peduli terhadap kelestarian lingkungan hidup, dan  berkomitmen menolak kegiatan tambang,  terutama di kawasan pegunungan Meratus. ‘’Meratus Hulu Barabai, satu-satunya wilayah di Kalsel tanpa tambang batu bara dan perekebunan sawit. Karena itu, masyarakat dan pemerintah daerah tegas menolak kedua industri (tambang dan kelapa sawit) itu,’’ ujarnya.

Namun, saat ini, tambang batu bara mengancam kawasan Meratus.  Pada 4 September 2017, Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) menerbitkan Surat Keputusan Nomor 441.K/30/DJB/2017 tentang izin operasi produksi tambang batu bara untuk PT. Mantimin Coal Mining di Kabupaten Tabalong, Balangan, dan HST.

Di HST SK ini mendapat penolakan. “Ada 37.000 tanda tangan petisi penolakan tambang batu bara di HST,” ujar Rumli, koordinator Gerakan Penyelamat Bumi Murakata (Gembuk) HST.

Rumli yang juga aktif di Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) menambahkan, gerakan sosial masyarakat ini menghendaki kawasan Meratus tetap lestari tanpa tambang batu bara dan perkebunan sawit.
Menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup HST Muhammad Yanni , kawasan pegunungan Meratus merupakan sumber kehidupan bagi banyak jiwa. ‘’Hutan Meratus memberikan oksigen dan menyediakan air bagi manusia. Lebih dari 10.000 hektaer lahan pertanian di HST airnya bersumber dari hutan pegunungan Meratus yang merupakan hutan hujan terakhir yang dimiliki Kalsel,’’ ujarnya.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Selatan, yang juga bagian dari gerakan #SaveMeratus, menempuh jalur hukum menggugat Menteri ESDM dan PT MCM.  “Tuntutan kami izin tambangnya dicabut. Meratus dan HST harus bebas dari batu bara dan sawit” ujar Kisworo Dwi Cahyono, Direktur Eksekutif Walhi Kalsel.

Menurut dia, gugatan Walhi ini adalah gugatan lingkungan. “Saat ini sudah 17 kali sidang. Pada 22 Oktober nanti Majelis Hakim PTUN Jakarta akan membacakan putusan. Kami berharap keadilan memihak pada rakyat dan kelestarian Meratus,” ujarnya.

Kisworo juga berharap, gerakan #SaveMeratus ini semakin luas, lintas kalangan dan semakin banyak yang mendukung.
Kalah atau menang, imbuh Kisworo, merupakan dua kemungkinan saat putusan sidang. ‘’Jika (gugatan Walhi) menang dan izin tambang dicabut, Pemerintah Daerah HST harus melaksanakan komitmennya dengan tetap tidak memasukkan tambang batu bara dalam penataan ruang wilayahnya,’’ ujarnya.

Walhi juga meminta, pemerintah  memberikan akses kelola wilayah kepada masyarakat agar mereka ikut menjaga wilayah dan kelestarian hutannya.

“Masyarakat harus diberdayakan, agar tidak ada keinginan untuk menyerahkan lahan ke perusahaan tambang, ujar Juliade, Direktur Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Adat (LPMA).
“Jika (gugatan) kalah, maka masih banyak kerja yang harus dilakukan berbagai pihak untuk menyelamatkan Meratus,” tandasnya.tya

Baca Artikel Lainnya

Leave a Comment