Bertahan Hidup Dari Pandai Besi Di Tengah Pandemi Covid-19

by baritopost.co.id
0 comment 2 minutes read

Banjarmasin, BARITO – Suara pukulan godam yang diayunkan Chaidir (54) guna membentuk besi menjadi pisau dapur terus terdengar setiap hari. Hal itu dilakukannya beberapa kali setelah besi dibakar diatas bara yang terus ditiup angin dari blower kecil.

Saat ditemui Barito Post di gubuk samping jembatan Jalan Musium Perjuangan atau Sungai Awang Kelurahan Sungai Jingah Banjarmasin Utara. Ayah dua anak itu sedang istirahat usai makan siang melanjutkan pekerjaannya yang ditekuni sejak masa sma di Negara Kabupaten HSS, Jumat (4/12/2020) siang.

Sambil minum kopi pembuat pisau dan parang dari besi ini mengaku, hanya bisa bertahan hidup dari usaha turun temurun keluarganya.”Memang ada dampaknya, penurunan orang beli pisau maupun parang sejak pandemi Covid-19 ini,”bebernya dibantu anak buahnya bernama Arkani (62) sebagai tukang pukul dengan godam.

Ironisnya Chaidir yang terus mengolah pisau dapur dan parang bungkul maupun lais itu tidak pernah dibantu dinas terkait. Selama ini dia membuat hanya lima hingga tujuh pisau, karena jarang sekali orang beli sampai belasan jumlahnya.

“Yang beli biasanya ibu-ibu ke sini, saya tidak pernah jualan ke luar. Walaupun ada beberapa pedagang beli dalam jumlah banyak, namun kecuali sudah habis jualannya baru ke sini lagi, “sebut Chaidir tidak tahu menahu soal pandemi virus Corona.

Tanpa mengenakan masker dan tak tahu jaga jarak maupun mencuci tangan, lantaran dia jarang pergi keluar. Dalam sehari tidak pasti orang beli, kadang orang datang hanya untuk minta mempertajam pisau dengan biaya Rp10.000-20.000, “ujarnya jaranh pergi ke pasar atau kerumunan.

Chaidir menambahkan, harga jual Parang dari 50.000-100.000 terrgantung panjang pendek dan bengkoknya. Sementara untuk pisau harganya Rp 25.000-Rp35.000.

Sedangkan bahan baku cukup mudah dibeli di Jalan Kuin Kampung besi berkas Banjarmasin Barat. Selanjutnya untuk modal ataupun keperluan mendesak lainnya dia mengandalkan pinjaman dua koperasi yang dibayar perhari.

Begitu juga soal kayu arang, sehari satu karung habis diperlukan membuat pisau dan parang. Sementara kalau beli diantar dari Lianganggang Banjarbaru setengah pikap, biasanya untuk dua pandai besi selain dirinya dan teman satu profesi di dekat jembatan Benua Anyar.

“Mungkin pandai besi tidak bisa berkembang maju, karena penjualan tidak seperti sembako atau sistem online. Apalagi dua anak perempuan saya, yang satu sudah kawin dan satunya lagi masih kecil kelas tuga SD, tidak mungkin ikut membantu membuat pisau dan parang ini, “bebernya tak soal terkait Protokol Kesehatan.

Ia berharap wabah menular Covid-19 ini cepat berlalu, sehingga penjualan bisa kembali normal sampai belasan hingga puluhan. “Kalau mengharapkan pembuatan tombak besi ada untuk buat pagar, tapi itu hanya mengandalkan upah, “terangnya dulu sempat pindah sewa tanah guna mendirikan rumah sederhana.

Penulis. : Arsuma

Baca Artikel Lainnya

Leave a Comment