Adaptasi Kebiasaan Baru Saat Pandemi

by admin
0 comment 6 minutes read

oleh Pribakti B *)

Tahun 2020 tahun dengan pandemi Covid-19 akan dikenang oleh generasi sekarang dan menjadi sejarah bagi generasi mendatang. Bagaimana tidak , tidak hanya  di Indonesia, tapi juga hampir diseluruh belahan dunia , virus corona sudah melanglang buana dan menggemparkan umat manusia. Virus yang ditengarai berasal dari kelelawar ini , mulai menyapa dunia di China atau tepatnya dikota Wuhan pada penghujung tahun 2019. Dari negara tirai bambu, corona mulai menyebar seiring aktivitas perpindahan manusia ke seluruh negara. Hampir semua , ia singgahi. Pada 2 Maret 2020, virus corona menyapa Indonesia, dan untuk pertama kalinya langsung menyapa warga Depok.

Bak jamur di musim hujan, virus corona langsung menyebar ke seluruh masyarakat, dan mulai meresahkan serta membuat khawatir banyak orang. Jakarta sebagai kota yang terdekat dengan Depok, mulai banyak warganya yang terdampak. Tidak hanya Jakarta, berbagai kota di Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jogjakarta mulai disinggahi si mungil tak kasat mata ini. Pada medio Maret, virus mulai masuk ke ujung timur pulau jawa, Jawa Timur. Arek Suroboyo yang terkenal bonek, harus luluh dengan corona. Pun begitu halnya dengan Beberapa masyarakat luar Surabaya. Tidak hanya di pulau Jawa, pulau Kalimantan, pulau Sulawesi, virus corona menyerang dari Sabang sampai Meruke.

Corona tak hanya menumbangkan masyarakat biasa, banyak petugas medis yang notabene merupakan garda depan juga ikut terkena. Banyak dari mereka gugur di medan pandemi baik dari dokter maupun perawat. Bahkan ada pula pejabat pemerintah yang kena. Virus ini menyerang tak pandang bulu, tak pandang gender, apalagi usia. Para lansia, anak-anak dan seseorang dengan penyakit penyerta merupakan yang rawan dan paling berisiko kena Covid-19.

Covid-19 ditandai dengan munculnya gejala batuk pilek, flu, demam, gangguan pernapasan, namun ada juga yang tidak nampak/muncul gejalanya, dan dalam kondisi parah bisa menyebabkan gagal napas dan berakhir pada kematian. Penularannya melalui droplets atau percikan batuk atau bersin.Virus dapat berpindah secara langsung melalui percikan batuk atau bersin dan napas orang yang terinfeksi yang kemudian terhirup orang sehat. Virus juga dapat menyebar secara tidak langsung melalui benda-benda yang tercemar virus akibat percikan atau sentuhan tangan yang tercemar virus. Virus bisa tertinggal di permukaan benda-benda dan hidup selama beberapa jam hingga beberapa hari, namun cairan disinfektan dapat membunuhnya.

Penyakit ini belum ada obat/vaksinnya dan sudah menjadi pandemi yang menyebabkan banyak kematian di dunia maupun di Indonesia dan sampai saat ini kasusnya masih terus meningkat. Untuk melawan virus hal utama yang perlu kita lakukan adalah melakukan tindakan pencegahan seperti: sering cuci tangan pakai sabun, menerapkan etika batuk/pakai masker, meningkatkan daya tahan tubuh, menjaga jarak dan hindari kerumunan.  Harus selalu berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Kelihatannya hal ini sepele, tetapi kenyataannya masih cukup banyak yang tidak melakukan hal tersebut.

Sejak akhir tahun 2019 hingga menjadi pandemi, dampak Covid-19 sangat luar biasa pada pelbagai sektor kehidupan di masyarakat. Berdasarkan data dari WHO tertanggal 9 Juni 2020, terdata kasus pandemi Covid-19 ada di 216 negara, 7.039.918 kasus terkonfirmasi, dan 404.396 kasus yang meninggal. Adapun data perkembangan pandemi Covid-19 di Indonesia berdasarkan data dari gugus tugas, terdata ada 33.076 kasus yang terinfeksi, 11.414 kasus sembuh, dan 1.923 kasus meninggal. Bahkan saat ini di Indonesia masih terus ada penambahan kluster baru penyebaran Covid-19, baik berbasis wilayah maupun aktivitas. Pelbagai upaya untuk menghadapi pandemi Covid-19 pun dilakukan, seperti karantina rumah, isolasi mandiri, karantina fasilitas khusus, karantina rumah sakit dan karantina wilayah.

Upaya – upaya menghadapi pandemi Covid-19 sudah dilakukan. Yang menjadi pertanyaan, sampai kapan masyarakat dengan pelbagai sektor kehidupannya harus hidup dalam masa ketidakpastian, ketidaknyamanan dan ketidakamanan dari situasi pandemi. Menurut Lembaga Biologi Molekuler atau LBM Eijkman, pandemi Covid-19 belum menunjukkan tanda akan usai. Seluruh dunia (termasuk Indonesia) masih berupaya menemukan vaksin sehingga belum bisa dipastikan kapan pandemi akan berakhir. Sementara itu, berbagai sektor kehidupan mulai menunjukkan dampak pandemi, khususnya sektor ekonomi sehingga dengan terpaksa kita diharuskan bisa beradaptasi dan hidup ‘berdampingan’ dengan virus ini. New Normal, begitu istilahnya .

Adapun yang dimaksud dengan New Normal adalah suatu tindakan atau perilaku yang dilakukan oleh masyarakat dan semua institusi yang ada di wilayah tersebut untuk melakukan pola harian atau pola kerja atau pola hidup baru yang berbeda dengan sebelumnya. Bila hal ini tidak dilakukan, akan terjadi risiko penularan. Tujuan dari New Normal adalah agar masyarakat tetap produktif dan aman dari Covid-19 di saat pandemi.Selanjutnya agar New Normal lebih mudah diinternalisasikan oleh masyarakat maka “New Normal” dinarasikan menjadi “Adaptasi Kebiasaan Baru”. Maksud dari Adaptasi Kebiasaan Baru adalah agar kita bisa bekerja, belajar dan beraktivitas dengan produktif di era Pandemi Covid-19.

Bukankah kita tidak mau terus hidup dengan pembatasan? Tinggal di rumah terus? Sudah pasti jawabannya: Tidak. Tentunya, kita ingin kembali bisa bekerja, belajar, dan bersosialisasi atau aktivitas lainnya agar dapat produktif di era pandemi. Hal ini bisa dilakukan kalau kita beradaptasi dengan kebiasaan baru yaitu disiplin hidup sehat dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat.

Lalu seperti apa adaptasi kebiasaan baru di Indonesia? Adaptasi kebiasaan baru adalah cara kita merubah perilaku, gaya hidup, dan kebiasaan. Diharapkan keadaan dimana ketika PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) mulai dilonggarkan, protokol kesehatan tetap dilakukan sehingga kita tetap bisa produktif dengan tetap mencegah terjangkit virus corona. Adaptasi kebiasaan baru ini dilakukan pada sektor atau bidang penting seperti rumah ibadah, pasar atau pertokoan, perkantoran, transportasi umum, hotel, dan restoran, serta dilakukan saat wilayah sudah menjadi zona aman (zona hijau) yang dihitung berdasarkan data dan fakta di lapangan.  Saat ini pemetaan zona terbagi menjadi : Zona hijau: zona tidak terdampak , Zona kuning: zona dengan tingkat resiko rendah , Zona oranye: zona dengan tingkat resiko sedang dan Zona merah: zona dengan tingkat resiko tinggi

Harus diakui selama 6 bulan kita hidup penuh dengan berita tentang Covid-19, di TV, radio, media sosial atau media digital, obrolan di rumah, di kantor, dan di telepon juga bicara tentang Covid-19. Berbagai respon dan reaksi ditunjukkan oleh masyarakat, ada yang sedih, cemas, takut, gemas, khawatir, marah-marah, tetapi ada juga yang tenang atau tetap percaya diri.  Covid-19 berhasil mengubah kebiasaan yang kita lakukan sehari-hari baik di rumah, di sekolah, di tempat kerja, di jalan, dan dimanapun. Kita dibuatnya seakan tak berdaya, karena gerak langkah kita dibatasi dengan adanya Covid-19, sehingga membuat kita tidak produktif yang berdampak pada masalah ekonomi keluarga, masyarakat, daerah dan negara.

Untuk itu Kementerian Kesehatan beserta jajarannya di daerah tak henti-hentinya melakukan sosialisasi, edukasi kepada masyarakat agar paham apa yang harus dilakukan supaya terhindar dari Covid-19, namun kenyataan hasilnya masih belum memuaskan karena kasusnya masih terus meningkat. Pada masa pandemi masyarakat Indonesia diharuskan hidup dengan tatanan hidup baru, yang dapat ‘berdamai’ dengan COVID-19.

Kebiasaan baru untuk hidup lebih sehat harus terus menerus dilakukan di masyarakat dan setiap individu, sehingga menjadi norma sosial dan norma individu baru dalam kehidupan sehari hari.Bila kebiasaan baru tidak dilakukan secara disiplin atau hanya dilakukan oleh sekelompok orang saja, maka hal ini bisa menjadi ancaman wabah gelombang kedua. Kebiasaan lama yang sering dilakukan, seperti bersalaman, cipika-cipiki, cium tangan, berkerumun/ bergerombol, malas cuci tangan harus mulai ditinggalkan karena mendukung penularan Covid-19.

Selanjutnya kita dituntut untuk mampu mengadaptasi/ menyesuaikan kebiasaan baru dimanapun kita berada, seperti di rumah, di kantor, di sekolah, di tempat ibadah, dan juga di tempat-tempat umum, seperti terminal, pasar, dan mall. Diharapkan dengan seringnya menerapkan kebiasaan baru dimanapun, semakin mudah dan cepat menjadi norma individu dan norma masyarakat. Dengan demikian, kita bisa bekerja, belajar, beribadah dan beraktivitas lainnya dengan aman, sehat dan produktif. Semoga pandemi lekas berlalu.

*) Dokter RSUD ULIN Banjarmasin

Baca Artikel Lainnya

Leave a Comment